"San, duluan ya," pamit Hailana yang langsung dibalas anggukan oleh Heisan sambil menunjukan sedikit senyum tipisnya.
Kini Heisan masih terus berkutat dengan buku yang sedari tadi dia coret-coret oleh tinta pensil yang setia ia pegang, sekolah mulai sepi yang lain mungkin sedang didalam perjalanan pulang atau bahkan sudah bersantai ria dirumahnya masing-masing.
Seseorang yang ia tunggu tak kunjung datang, rasanya Heisan begitu kesal pada dirinya sendiri, mengapa ia mau menunggu orang yang jelas-jelas tidak bisa tepat waktu.
Heisan melirik jam dinding sekilas, sudah setengah jam waktu pulang sekolah berlalu, namun tak ada ciri-ciri akan datang seseorang ke kelasnya.
Ck, Heisan berdecak kesal, akhirnya ia segera merapihkan bukunya dan memasukannya ke dalam tas, dia menghentikan aktivitasnya saat seorang perempuan berseragam sama sepertinya dengan rambut yang panjang terurai, lengkap dengan jepitan rambut yang menambahkan kesan manis pada gadis itu akhirnya datang.
Nafasnya terengah-engah, tangannya yang menubruk pintu membuat Heisan yang berada di dalam kelas langsung menoreh ke arah sumber suara.
"Maaf kak, aku tadi disuruh ke--"
"Yaudah, kita mulai aja," potong Heisan menghentikan apa yang akan gadis itu bicarakan, Heisan rasa jika menunggu seseorang menjelaskan apa alasan ia terlambat itu hanya akan memakan waktu lagi, percuma.
Heisan segera keluar kelas dan mengintruksikan gadis itu untuk mengikutinya berjalan.
Kantin, inilah tempat yang Heisan tuju, dan gadis itu kini masih setia membuntuti Heisan.
"Kenapa gak dikelas kak Heisan aja tadi?" Tanya gadis dengan name tag di seragamnya yang bertuliskan Rossi Paramitha.
"Serem di kelas sepi," ucap Heisan lalu mengambil posisi duduk di kursi paling ujung. "Emang mau berduaan sama gue di kelas? Nanti ketiganya setan!" Ucapnya pelan namun penuh penekanan pada kata terkhirnya.
"Ah, kak Heisan bisa aja," timpal Rossi yang juga ikut duduk berhadapan dengan Heisan.
"Gue gak bisa nyari jargon yang lucu, tapi kalo soal visi misi itu gak usah dipikirin, gue udah ada, nih," ucap Heisan yang langsung menyodorkan buku yang sudah berisi beberapa bait kalimat didalamya.
"Tapi kalo misalnya Lo ada masukkan, bilang aja gimana baiknya, kalo menurut gue Visi-misi itu gak perlu yang belibet dengan gabungin kalimat-kalimat membuai didalamnya, kita buat sesederhana mungkin, tapi bikin semua orang yakin pada apa yang kita miliki." Heisan mulai diskusi dengan rekan kandidatnya nanti di pemilihan ketua dan wakil ketua di ekstrakurikuler kesenian.
"Aku setuju, soal jargon biar aku yang buat, tenang aja," ucap Rossi mantap.
Heisan mengangguk menyetujui, "ehm--, soal lagu yang kita bawain nanti, lagu apa?" Tanya Heisan kembali.
"Gimana kalo kita bawain lagu dari dari Judika, yang jikalau kau cinta?" Seru Rossi bertanya.
Heisan nampak berpikir sejenak, "boleh deh, nanti gue gitar Lo vokalnya," ucap Heisan.
"Siap, oh ya, kak Heisan satu kelas sama kak Hailana, kan?" Tanya Rossi.
"Iya?" Heisan menjawab sekaligus bertanya, untuk apa adik kelasnya itu menanyakan Hailana.
"Tau gak kak, dia tuh jago banget nyanyi, loh,"
"Jago? Maksudnya, sering nyanyi?"
"Bukan sering, malahan dia pas SMP wakil ketua kesenian." Jawab Rossi.
"Emang Lo--,"
"Iya, aku sama dia satu SMP, aku kira kak Hailana masuk kesenian lagi di SMA ini, makannya aku milih masuk kesenian, eh, ternyata dia di OSIS." Jelas Rossi