Rebahan

20 4 13
                                    

Hari Minggu, adalah hari yang selalu ditunggu oleh semua orang, dimana mereka bisa bersantai ria, tidak perlu mandi pagi jika hanya untuk berdiam diri dirumah, rebahan.

Hailana baru saja membuka gorden kamarnya, padahal waktu sudah mulai siang, selepas shalat Subuh dia langsung tertidur kembali, padahal neneknya selalu bilang bahwa itu tak baik, entahlah mungkin Hailana selalu mengabaikan ucapan neneknya mengenai yang satu ini.

Dengan piyama yang masih setia menempel Hailana berjalan gontai keluar kamar, berniat untuk menghampiri neneknya. "Nek," ia sedikit melindungi matanya dari cahaya yang masuk dan menembus kaca depan rumahnya yang menyilaukan, rupanya matahari sudah mulai tinggi.

Ia berjalan ke kamar neneknya, dia tak ada disana, di ruangan jahitnyapun sama, lalu ia beranjak ke arah dapur, benar, Ihat sedang berkutat dengan alat masak, "Nek," panggil Hailana dengan suara khas bangun tidur.

"Hmm? Kenapa?" Jawab Ihat tanpa menoleh, ia lebih memilih sibuk dengan bumbu-bumbu yang ia campurkan pada masakannya.

Hailana tak menjawab ia memilih duduk di kursi meja makan lalu melipat kedua tangannya di atas meja dan menjadikan tempat kepalanya tertidur kembali disana.

"Ya ampun, punya cucu satu perawan kok gini amat, Lana-lana," ucap Ihat sedikit terkejut melihat Hailana yang berpenampilan masih sangat berantakan, terutama rambutnya, terurai panjang namun begitu kusut.

Hailana tak memperdulikan apa yang baru saja Ihat ucapakan, sekarang yang ia inginkan hanya makan, itu saja.

"Eh eh," Hailana terkesiap saat tangannya ditepuk sedikit keras oleh neneknya saat ia akan menyinduk nasi, "Mandi dulu, baru boleh makan," titahnya.

Hailana mengerucutkan bibirnya, ia kembali ke kamar untuk bersiap, sebelum ia benar-benar masuk ke kamar mandi ia sempat berhenti di depan cermin, memperhatikan penampilannya kini, benar kata neneknya, ia begitu aneh, harusnya di hari libur dia harus semangat bangun pagi, lari pagi, mandi sarapan, lalu jalan, atau melakukan apapun itu yang tidak membosankan, entahlah Hailana rasa yang tampil di pantulan cermin ini bukan dirinya, tersadar dari lamunannya, Hailana segera masuk ke kamar mandi.

******

"Kamu gak kemana-mana hari ini, Lan?" Tanya Ihat disela-sela sarapannya yang langsung dibalas gelengan singkat oleh Hailana.

"Kalo gitu nenek minta tolong beliin bahan baju nanti, di toko yang biasa nenek beli," ujarnya.

"Siap kapten, kain apa?" Ujar Hailana semangat, setidaknya hari ini dia ada aktivitas dan tak perlu berdiam diri seharian penuh dirumah.

"Nanti dikasih contohnya, bukan cuma kain sih, soalnya peralatan yang lain udah banyak yang hampir habis," jelas Ihat.

"Nek, gak berhenti aja buka jahitan?" Tanya Hailana sedikit pelan.

"Kenapa?"

"Gapapa, cuman Lana gak suka aja banyak yang nyuruh-nyuruh nenek, padahal nenek udah gak berumur muda," ucap Hailana "Udah gitu kalo ada pelanggan yang marahin nenek karena salah, Lana gak suka." Lanjutnya.

Ihat yang mendengar itu langsung tersenyum, "dari dulu emang nenek 'kan udah buka jahitan,"

"Ya, kan nenek udah gak muda lagi sekarang, waktunya bersantai, istirahat, gak usah cape-cape." Ujar Hailana.

"Emangnya Lana, yang hebatnya cuman main Hp doang," cibir Ihat diikuti kekehan.

"Iya dong," ucap Hailana bangga. "Nek, kak Harun sama ayah gak ada bilang mau pulang?" Tanya Hailana yang sudah selesai makan langsung beranjak untuk membantu neneknya untuk membereskan lalu mencuci Piring, namun urung saat Ihat melarangnya sebab Hailana akan berpergian lagipula dia sudah mandi, jadi lebih baik nanti saja.

Hailana (Ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang