Kini mereka sudah berada dalam kamar tidur yang didominasi warna merah jambu dan putih, mereka duduk berhadapan. Lalu beberapa saat mereka tersenyum dan tertawa, mereka sendiri bingung dengan apa yang mereka lakukan.
"Gimana kalo nonton film aja?" Ayumi mengangguk tanda ia setuju dengan usulan Syahla.
Ayumi akan melangkah, ia berniat untuk mengambil laptop yang ada di meja belajarnya. Tapi, Syahla menggenggam sebelah lengan Ayumi, Ayumi menoleh.
"Kenapa?" tanya Ayumi sambil menatap sahabatnya.
"Kalo gue bilang, gue bisa lihat apa yang akan terjadi. Apa lo percaya?" Ayumi mengerutkan keningnya, lalu kembali duduk di tepi kasur menghadap Syahla.
"Lo ngomong apa?"
"Gue bisa lihat apa yang akan terjadi, entah itu lo, atau siapapun, cukup dengan lihat matanya."
"Gue gak ngerti," kata Ayumi.
"Hal ini, gue sama keluarga gue sebut sebagai kelebihan. Ini turun temurun dari nenek moyang gue, sodara gue, sepupu gue, semuanya bisa lihat, tapi kalo dia anak terakhir, kaya gue. Kelebihan ini gue dapet ketika gue umur 5 tahun, dan hilang saat gue melahirkan anak pertama, dan anak gue yang terakhir nanti bakal dapat kelebihan ini."
"Gue sering berlagak sok tahu, ngasih tau lo. Tapi, percaya, gue bukan sok tahu, gue emang tahu semuanya." Ayumi masih mencerna apa yang baru saja dia dengar. Ia masih belum paham.
"Lo tahu semua?" Syahla mengangguk.
Ayumi tiba - tiba memeluk Syahla, ia menangis. Mungkin, ia merasa bersalah karena selama ini ia menganggap Syahla sok tahu, padahal Syahla memang tahu semuanya. Ini bisa jadi, wujud permintaan maafnya.
Setelah Syahla pulang beberapa waktu lalu, sekarang Ayumi malah bingung mau melakukan apa. Mungkin makan? Tapi ia tidak merasa lapar. Mandi? Malas. Ayumi beranjak dari kasurnya, berjalan menuju meja belajarnya.
Ia menarik kursinya, lalu duduk di sana. Melamun, itu adalah hal yang dilakukan Ayumi ketika ia bingung mau melakukan apa. Menatap tumpukan tebal dengan segala ukuran yang ada di hadapannya.
Tatapannya kini terpaku pada sebuah buku tebal dan kecil, ia mengambil buku itu. Tersenyum saat membuka lembar pertama.
"Raka dan Ayumi," katanya sambil mengusap lembar buku itu.
Ayumi membuka halaman demi halaman, kata per kata ia baca dengan serius. Ia menutup buku itu, ia tersenyum. Bukan, bukan tersenyum arti bahagia, tapi ia sedih. Sedih, ketika ia tidak bisa mengulang waktu saat ia bersama kekasihnya dengan kenangan yang indah.
Ia membuka halaman terakhir ia menulis, ia membacanya lagi. Matanya dengan cepat, mengikuti kemana arah huruf berlarian. Tak sadar, ternyata setitik air mata jatuh begitu saja ke buku. Ayumi buru - buru menghapusnya.
Setelah ia menemukan masih banyak halaman kosong di sana, mungkin ia berniat akan mengisi buku itu lagi. Ayumi mengambil sebuah pulpen yang terletak di tempat pensil yang ada di mejanya.
Yummy,
Ketika gelas kaca pecah, semuanya berantakan, berserakan kemana - mana. Tapi itu masih bisa diperbaiki bukan? Jika kamu niat melakukannya.
Layaknya sebuah hubungan, pecah, berantakan itu adalah hal yang biasa. Sekarang giliran bagaimana kita, memperbaiki semuanya, meski tak akan semulus gelas baru.
Tertanda,
YummS.Ia membaca sekilas beberapa kalimat yang baru saja ia tulis. Menutupnya, lalu menyimpannya lagi ke tempat semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Months [ E N D ]
RandomAku yakin, semua orang pasti pernah berada dalam fase dimana ia sangat mencintai seseorang. Seperti dimabuk asmara misalnya, ia sampai gila menghadapi semuanya. Menganggap dunia mati jika sehari saja tak berjumpa. Setiap orang juga pasti pernah bera...