"Ris udah makan belum?" tanya Rakan tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.
"Belum, tadi pagi Nyokap gue ada kerjaan di butik. Adek gue gabisa masak, apalagi gue." jawab Rissa sekenanya.
"Lo punya adek Ris? "
"Punya, Arven namanya. Suka ngegame kayak lo." ucap Rissa, secara tidak langsung mengenalkan adik kesayangannya itu. Rasanya akan seru kalau Rakan dan Arven bermain game bersama.
"Kok tau gue suka main game? Lo suka merhatiin gue? " Rakan menaikkan satu alisnya.
"Ha g-gagitu," seketika Rissa gugup.
Melihat itu Rakan menahan tawanya. Sampai saat ini Rakan tidak tahu bahwa perlakuan Rissa dari meminta untuk menemaninya pergi ke mall sampai minta dijemput ketika akan pergi ke sekolah hanyalah sebuah dare sialan dari Edgar, sahabatnya sendiri. Rissa berharap dare itu tidak berujung Rakan menyukainya alias baper, semoga.
"Mau sarapan dulu ga ris? gue juga belum sarapan nih," tawar Rakan yang memang belum sarapan.
"Emang sempet? udah jam 6.20 Kan. Gue ga mau dihukum lagi anjir, baru aja selesai hukuman yang buat makalah kemaren. " Ya Rissa akhir-akhir ini memang sedang berusaha menjauhkan dirinya dari yang namanya masalah. Ia jenuh dengan kelakuan buruknya selama di sekolah. Ia ingin hidup seperti remaja pada umunya, mempunyai banyak teman, bermain sewajarnya, mendapatkan nilai yang tinggi, tanpa memikirkan hukuman yang terus datang setiap harinya.
"Anjir, lo habis kesurupan setan murid teladan Ris? Tumben banget," ujar Rakan sambil tertawa renyah. Bingung dengan sikap Rissa pagi hari ini.
"Padahal hukuman telat dari Bu Hany kan udah jadi makanan sehari-hari lo," lanjut Rakan.
"Ya gapapa sih, gue lagi jenuh aja Kan, ya gue ngerasa gue cewek tapi kelakuannya tiap hari kalo ga bolos, ga ngerjain tugas, ga ngikutin peraturan sekolah, hidup gue berputar disitu aja terus Kan," Ya memang benar apa yang dikatakan Rissa. Itulah yang ia rasakan saat ini, tanpa melebih-lebihkan perkataannya tadi.
"Ya bagus sih kalau lo mau berubah. Asal tetap jadi diri lo sendiri Ris,"
"Di depan perumahan lo ada bubur ayam kan, makan disana aja gimana?" tawar Rakan.
"Yauda deh, buruan nanti telat." Jawab Rissa.
Rakan mulai melajukan kendaraanya menuju "Bubur Ayam Klandasan" yang dimaksud Rissa. Tak perlu waktu lama kini mereka telah sampai. Mereka makan seperti biasa, layaknya makan bersama teman? atau calon gebetan? Apapun itu terserah mereka lah.
Sialnya mereka sampai di SMA Bakti Jaya tepat pukul 07.02 bayangkan hanya melewatkan dua menit, mereka sudah terhitung terlambat. Ditandai dengan pintu gerbang sekolah yang sudah terkunci dengan gembok. Bagaimana tidak telat mereka jelas terjebak macet, berada di perjalanan sekitar pukul tujuh kurang lima belas menit, apalagi ini di ibukota.
Mengingat perkataan Rissa tadi pagi, Rakan merasa bersalah. Rakan langsung menoleh ke arah Rissa. Sang empunya hanya menatap Rakan kesal.
"Ris gimana? Lo mau masuk?" mendengar pertanyaan dari Rakan, Rissa tambah kesal. Bagaimana tidak kesal, itu hanyalah pertanyaan retorik.
"Lo kalau mau masuk, masuk aja. Gue mau cabut ke Cafe Eksis." Setelah mengatakan itu, Rissa berjalan menuju Cafe Eksis. Jarak sekolah dengan Cafe Eksis tidak jauh, hanya dipisahkan oleh toko alat tulis dan toko kelontong.
Melihat Rissa mulai melangkah menjauhi sekolah, Rakan langsung menarik tangan Rissa.
"Masuk mobil gue. Gue ikut kesana," tanpa ingin berdebat lebih lama, Rissa langsung menuruti permintaan Rakan. Membuka pintu mobil, lalu duduk di kursi penumpang, dan Rakan mulai menjalankan kendaraannya.