Minggu pagi yang penuh kesialan. Sudah bangun terlalu siang, badan rasanya pegal-pegal karena terlalu banyak tidur. Sekarang setelah capek-capek berkeliling seluruh ruangan dirumahnya, Iora harus puas dengan hasil nihil. Tak didapatinya siapapun di rumahnya. Tidak ada makanan di meja makan, di dalam kulkas pun tak ada makanan yang menggugah seleranya. "Menyebalkan" umpatnya. "Kemana mereka semua, sudah pergi nggak pamit, ninggalin rumah nggak bilang-bilang lagi. Sebenernya mereka itu ingat nggak sih kalau punya anak".
Dengan langkah putus asa karena rasa lapar yang belum terpuaskan, Iora kembali ke dalam kamarnya sambil menitikkan air mata. Maklum saat itu Iora masih minim pengetahuan tentang kompleksnya problema kehidupan manusia, meskipun sudah kelas 2 SMA.
Iora bercermin dan merapikan ikatan rambutnya. Dia tersenyum melihat bayangannya di kaca. "Ternyata aku masih terlihat cantik meskipun sedang menangis seperti ini". Rasa percaya dirinya sedikit bertambah. Membuatnya mulai berani untuk menunjukan dirinya kepada dunia.
Suasana hati yang lebih cerah membuat Iora teringat janjinya dengan Sabel. "Oh iya hampir lupa, hari Minggu kan aku ada janji mau ke Gramedia Matraman sama Sabel". Diambilnya ponsel jadul bekas maminya untuk menanyai Sabel jadi pergi ke Gramedia apa gak.
"Bel jadi ngga beli buku?"
"Jadi lah."
"Jam berapa?"
"Satu ya"
"Ok, ketemu disana aja ya"
"Okay. Bye. Sampai ketemu disana ya"
**********************
Rencananya Iora akan berangkat lebih awal sekalian makan dulu sebelum berburu buku-buku yang sudah lama menjadi incarannya. Iora mengambil handuk dan bergegas ke kamar mandi.
Entah rasa segar setelah membersihkan keringat yang melengketi badannya, atau faktor lain. Iora menjadi bersemangat, dia berkali-kali memantas diri di depan cermin dengan berbekal catokan. Awalnya dia mencatok lurus rambutnya. Merasa kurang mantap dengan style rambut yang terbentuk, dia mencatok curly rambutnya. "Aha, fantastis, keren sekali dengan gaya seperti ini. Mmmm tapi tidak matching dengan pakaian yang kupakai". Kembali Iora mengacak-ngacak lemarinya.
***********************
Iora berangkat diantarkan oleh tantenya yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Di sepanjang jalan, dia terus-terusan mengadukan kesibukan mami dan papinya yang membuatnya kesal itu kepada tantenya. "Sudah. Diterima saja, kan ada tante yang sayang sama kamu. Jangan terlalu banyak menuntut dan tetap jadi anak baik meskipun keadaannya seperti ini. Tante percaya kamu bisa mengerti".
Iora hanya mengiyakan tanpa pernah berusaha untuk mengerti. Setidaknya memang benar keberadaan tantenya membuatnya lebih tenang. "Ok. Kalau begitu nanti tante temenin aku makan dulu ya. Terus ntar pulangnya ngga usah dijemput, aku naik taksi aja". "Siap bosss" jawab tantenya.
*******************
Lagi lagi Iora yang terlambat datang. Cuma 15 menit sih, tapi Sabel sepertinya tetap merasa kesal dibuatnya.
"Sorry Bel, tadi dirumah nggak ada makanan. Jadi aku makan dulu diluar" Iora memasang mimik wajah memohon.
"Iya-iya nggak papa. Tapi sekali aja ya gue maafin, jangan kebiasaan."
"Janji" Iora tersenyum meyakinkan Sabel.
"Yaudah buruan, mumpung ada bedah buku yang kamu bilang bagus itu. Penulisnya ada disini, kita bisa minta tanda tangannya sekalian".
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonder Woman Rush
General FictionShafea seorang wanita karir yang gila kerja tapi juga seorang ibu muda yang ingin membesarkan dan mendidik anaknya sendiri secara sempurna. Ikuti keseruannya menjalani hari-hari sebagai seorang aktris merangkap ibu profesional versinya dan segala dr...