Chapter 8

4.3K 206 2
                                        

Setiap jam praktik selesai, Dr. Arthur selalu menggunakan beberapa jam setelahnya untuk mengevaluasi kinerjanya selama sehari itu. Dia berharap ada kasus medis yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Dan dari penelitian itu bisa dipakai untuk mencari beasiswa dokter spesialis.

Di zaman modern seperti sekarang, hampir tidak ada orang yang betah stuck pada kondisinya. Orang-orang cenderung selalu berusaha untuk meningkatkan potensinya dan mencoba hal-hal baru yang menantang. Tak terkecuali Dr. Arthur, yang selalu produktif tapi belum bisa menentukan pilihan dengan mantap, akan menjadi dokter spesialis apakah nantinya.

Dr. Arthur tampak sedang membolak-balik berkas salah seorang pasien. Dia menemukan keanehan. Dr. Arthur mengetik di kolom pencarian google, dengan kata kunci salah satu kalimat yang tertera di berkas itu. Panggilan masuk membuat layar pencarian tertutup secara otomatis dan menggantikannya. Terpampang nama Shafea sebagai penelpon. "Tumben sekali dia menelponku, apa ada suatu masalah yang terjadi" gumam Dr. Arthur dalam hati. Diseretnya ke atas simbol answer pada layar ponsel untuk bisa segera menemukan jawabannya.

"Ya halo, ada apa kau meneleponku?"

"Sudah pukul sebelas malam kenapa kau belum pulang juga? Aku baru saja sampai rumah dan tak mendapatimu di semua ruangan".

"Masih ada yang harus kukerjakan disini. Ada satu penyakit pasien yang membuatku penasaran. Kau baik-baik saja kan?".

"Iya, hanya sedikit kelelahan. Baiklah kalau begitu. Haruskah aku tetap terjaga sampai kamu pulang Dr. Arthur?".

"Aneh sekali kau, tidak biasanya kamu memperhatikanku seperti ini".

Fea mengerjap-ngerjapkan matanya, tak mengerti akan menjawab apa. Terlebih karena memang tidak tahu alasannya. Timbul ide jahil untuk berbuat keisengan.

"Kenapa tidak boleh, kamu kan bagian dari malam hariku. Bukankah benar begitu?".

"Hei bicara apa kau ini. Hahaha kau menggodaku ya?".

"Hahaha kau tergoda ya?".

"Okelah, tunggu tiga puluh menit dari sekarang. Aku akan segera tiba dirumah" Dr. Arthur menanggapi sambil tertawa.

"Hahaha awas saja ya kau macam-macam denganku nanti".

"Bisakah kau bersikap konsisten Fea? kau sudah menggodaku".

"Hahaha apakah ini Dr. Arthur yang kukenal?".

"Hahaha sudah-sudah kita akhiri pembicaraan unfaedah ini. Karena kau mengkhawatirkanku, aku akan segera pulang tepat setelah kau mematikan teleponnya".

"Baiklah, hati-hati dijalan. Aku tidak mau direpotkan kalau terjadi apa-apa. Bye". Fea pun mengakhiri teleponnya.

*****************

Entah sejak kapan hal ini berawal, intinya Fea belum bisa tidur dengan tenang kalau tak mendapati Dr. Arthur di rumah. Fea yang kelelahan membaringkan badannya di tempat tidur sambil menunggui Dr. Arthur pulang. Fea menarik beberapa napas panjang untuk merelaksasi tubuhnya. Pada tarikan napas keempat tiba-tiba Fea terperanjat, ingat pembicaraannya dengan Nevan di cafe tadi mengenai ayahnya. "Aku sudah seminggu tidak mendapat kabar tentang ayah. Sebaiknya besok kujenguk dia di rumah sakit" Fea berencana dalam hati.

Terdengar bunyi klakson yang ditekan beberapa kali. Fea sudah tahu itu kode dari Dr. Arthur. Fea berjalan menuju pintu utama rumahnya. Saat menarik gagang pintu, Dr. Arthur juga tengah mendorong pintunya. Dr. Arthur menyambutnya dengan pertanyaan "Kamu sudah tak sabar ya Fea?" disertai kerlingan mata.

"Hey kenapa dengan matamu?" Tanya Fea cekikikan.

"Jangan pura-pura tidak tahu ya".

"Sejak kapan kau mulai membutuhkanku untuk dirimu sendiri?" Fea mencoba menguji Dr. Arthur.

"Aku sudah memberimu pinjaman sampai adanya Sondea. Sekarang giliran kamu untuk membayar cicilannya" Dr. Arthur berteka-teki sambil memainkan alisnya.

"Itu baru setengah jalan Dr. Arthur. Bahkan tujuan diadakannya Sondea saja belum menunjukan hasil sama sekali" Fea tertunduk sedih.

"Ya, itulah pentingnya kau membayar cicilan malam ini Fea" Dr. Arthur masih saja melanjutkan teka-tekinya.

"Sebentar Dr. Arthur. Aku mau serius dulu. Apakah ada berita terbaru tentang perkembangan ayahku dari Dr. Hilman?".

"Berita terakhir, seperti yang sudah kuceritakan kepadamu seminggu yang lalu Fea".

"Aku berencana menengok ayahku besok, apakah kau mau ikut?".

"Selama kau membayar cicilannya malam ini, kenapa tidak".

"Hish, aku serius Dr. Arthur!".

"Aku juga serius Shafea".

"Ah sudahi pembicaraan absurd ini Dr. Arthur. Istirahatlah, biar kututup pintunya".

Fea dan Dr. Arthur berjalan menuju ruang tengah. Dr. Arthur merebahkan tubuhnya di sofa. Fea berharap Dr. Arthur tidak melanjutkan pembicaraan itu lagi. Padahal Fea sendiri lah yang memulai keisengan ini, tapi malah jadi risih sendiri setelah mendapat tanggapan dari Dr. Arthur.

"Aku akan menelpon ayahku dulu, memberitahu kalau besok kita akan menjenguk ayahmu". Dr. Arthur mengeluarkan ponsel dari sakunya.

"Halo yah, besok pagi aku dan Shafea akan menjenguk Pak Gandhi. Apakah sudah ada perkembangan?".

"Oh baiklah, sejauh ini belum ada perkembangan yang berarti. Tapi dua hari belakangan ini jari-jari tangannya mulai bergerak. Berdo'a saja semoga besok beliau bisa merasakan kehadiran Sondea".

"Baik ayah, terimakasih infonya". Dr. Arthur menutup teleponnya.

****************

"Hei, kau sudah dengar kan Fea? Jadi aku tak perlu memberitahumu lagi".

"Iya, terimakasih. Sedikit lega mendengarnya".

Dr. Arthur mendekatkan wajahnya ke bahu Fea, menggodanya dengan pertanyaan "Jadi gimana dengan yang tadi?".

"Berhentilah dengan caramu yang seperti ini, kau bisa merayuku dengan lebih elegan kan?".

"Benar begitu? Kau tidak mencari-cari alasan kan. Apalagi membohongiku?".

"Tidak, tenanglah, aku bukan pembohong Dr. Arthur. Yang menjadi masalah adalah memangnya kau bisa meruntuhkan aku dengan rayuanmu yang tak seberapa hebat itu? hahaha". Fea memberi jawaban sambil berlari menuju kamar tidurnya.

To be continued...........................

Wonder Woman RushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang