Chapter 33

2.1K 67 0
                                    

Refleks Dr. Arthur dan Iora menengok ke sumber suara. Iora menunjukan mimik wajah memaklumi setelah mengetahui ternyata suara raungan tangis anak kecil yang membuatnya terkaget dan menghentikan percakapannya dengan lawan bicaranya. Terlihat ketenangan dan kedamaian pada wajah itu. Berbeda dengan Dr. Arthur yang terkaget karena pekikan tangis anak kecil dan semakin kaget setelah tahu siapa anak yang menangis itu, Sondea anaknya. Itu sudah sepaket dengan Shafea sang istri secara teknis.

Gerak gerik Shafea sedikit canggung karena tatapan Dr. Arthur padanya. Vivian merasa mendapat jackpot kali ini. Melihat sahabatnya terskakmat begini entah mengapa dirinya justru puas dibuatnya. Seutas senyum geli berulang kali Vivian perlihatkan kepada Shafea meskipun dengan sungkan-sungkan.

Shafea memaksa otaknya untuk berpikir cepat dan tepat untuk mencari alasan supaya tidak ketahuan kalau menguping. Ledekan Vivian pun terabaikan begitu saja olehnya. "Sebenarnya kan kejadian ini kebetulan tidak ada kesengajaan mengekori Dr. Arthur" gumam Fea. Semakin berpikir Shafea semakin merasa buntu. Rupanya di hati Shafea ada rasa cemburu yang cukup mengganggu otaknya untuk bertindak cepat. Ya kali ini sepertinya Fea yang akan menanggung malu.

Dr. Arthur tersenyum ke arah Fea. Senyuman itu terasa penuh tuduhan kalau Fea menguping pembicaraannya. Fea yang masih belum paham akan rasa cemburunya, masih teguh mencari akal selain malu Fea juga tak mau kalau rasanya  tertangkap oleh Dr. Arthur.

Ketika Dr. Arthur membuka suara, Fea lagi-lagi sudah reflek menghentikan kata yang belum terucap sempurna oleh Dr. Arthur. "Ehm maaf atas ketidaknyamanan yang dibuat oleh tangisan anak saya, kami akan segera keluar dari sini" ditutup dengan senyuman manis Fea.

"Tidak masalah, tapi kalau anda masih berkepentingan di tempat ini kenapa harus keluar? Kamu bisa kan cukup menenangkannya saja" jawab Dr. Arthur.

"Benar Bu, kami tidak merasa terganggu kok" Iora menambahi.

Vivian masih nyaman dengan aksi cengar cengirnya, beruntung hanya Dr. Arthur saja yang mengerti makna cengirannya.

"Mmm sepertinya anak saya juga sudah lelah makanya dia menangis. Memang sebaiknya kami segera pulang dan beristirahat saja. By the way terima kasih atas pemaklumannya".

"Yaudah kalau begitu Bu. Ngomong-ngomong menggemaskan sekali anaknya. Boleh saya tahu namanya?" sambung Iora.

"Ehm" Fea merasa geli dengan pertanyaan itu di situasi yang seperti itu. Sambil tersenyum geli ke arah Dr. Arthur, Fea memberitahukan nama anaknya seolah-olah Sondea sendiri yang menjawabnya "namaku Sondea tante".

Dr. Arthur menahan tawa, tak sabar ingin membully Shafea setibanya dirumah nanti.

"Sondea pulang dulu ya tante" kalimat pamungkas Fea untuk menyudahi kejadian memalukan ini.

Anggukan kepala dan senyuman Iora merespon pamit itu, akhirnya melepaskan Fea dari sesak nafasnya. Beruntung Fea tadi tidak dijemput Vivian. Artinya mereka pulang sendiri sendiri dan beruntungnya ledekan Vivian hanya akan didengarnya sampai di parkiran saja.

********************

Dr. Hilman semakin bimbang tatkala kesehatan Pak Gandhi mengalami perkembangan signifikan. Terlebih kini sudah mulai bisa berbicara meskipun masih sulit dimengerti. Dr. Hilman sebenarnya bisa menangkap maksud kalimat pertanyaannya, tetapi selalu berpura-pura kesulitan untuk bisa mengertinya. Itu semua tak lebih karena permasalahan rumit antara Shafea dan Dr. Arthur yang menahannya.

Pak Gandhi selalu menanyakan kapan Sondea akan mengunjunginya. Sudah sebesar dan bisa melakukan apakah cucunya itu. Dr. Hilman sendiri merasa iba kepadanya, Fea dan Dr. Arthur sangat jarang sekali untuk menjenguknya. Sekedar menanyakan keadaan Pak Gandhi pun belum terdengar oleh Dr. Hilman, semenjak terakhir kali mereka ke Rumah Sakit tiga bulan yang lalu.

Kali ini Dr. Hilman sudah tidak sanggup melanjutkan caranya yang seperti itu. Dia harus tegas menghadapi Dr. Arthur dan Shafea yang keras kepala.

Belakangan ini mamanya Fea, Ibu Renata, lebih sering Berkunjung ke Rumah Sakit karena perkembangan suaminya yang semakin membaik. Berbeda dengan Dr. Hilman yang terlalu membebaskan Shafea dan Dr. Arthur pada pilihan hidup mereka, kalau Ibu Renata cenderung otoriter.

Berkali-kali dia memaksa Fea untuk menjauhi Nevan. Tentu saja itu hanya melalui pesan teks, telepon tidak akan diangkat oleh Shafea. Dan dapat dipastikan kalau pesan itu hanya terabaikan begitu saja oleh Fea. Tak berhenti disitu, saat ini Bu Renata sedang gencar membujuk Dr. Hilman untuk bersikap tegas kepada pasangan? entah kata apa yang tepat untuk mendeskripsikan mereka berdua itu.

Apalagi Ibu Renata dan Dr. Hilman hampir setiap hari bertemu. Sepertinya tidak akan lama lagi Shafea harus membuat keputusan terbaik dan terbijaksananya.

To be continued..........  

Wonder Woman RushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang