Chapter 6

5.4K 212 2
                                    

Jam di ponsel Furla menunjukan pukul lima sore lebih delapan belas menit, semua peralatan sudah bersih dari pandangan, lokasi photoshoot pun mulai sepi. Sondea masih lengket berada di pangkuan Furla. Sementara Fea sedari tadi sudah tertidur di dalam mobil.

Furla menggoyang-goyangkan lengan Fea. "Fe... Fea! Feee!". Fea hanya sedikit memberikan respon. Mengubah posisi kepala dengan membuang mukanya membelakangi Furla, dalam posisi pertengahan antara duduk dan telentang. "Ampuun dah ni bos kalau udah begini mah susah urusannya" Furla merutuki bosnya.

Sampai cahaya matahari mulai digantikan cahaya lampu pun Furla masih dengan sabar menunggu bosnya terbangun dengan sendirinya. Furla sudah sangat paham bahwa pantang menyerah untuk membangunkan Fea adalah suatu kesia-siaan tak terbantahkan. Berusaha mengusir kebosanan, Furla memainkan ponselnya, berpose cute bersama Sondea kemudian mempostingnya di instastory, tak lupa membubuhkan tulisan menunggu sleeping beauty terbangun.

Tak sabar menunggu Fea terbangun dari tidurnya. Furla memerintah supir untuk segera jalan saja menuju cafe yang sering disambangi untuk makan malam. Setelah tigapuluh menit perjalanan, Fea akhirnya terbangun, wajahnya kusut tapi tetap cantik. "Jalan kemana ni La?" Kalimat pertama yang terucap oleh Fea setelah siuman dari tidurnya.

"Tempat biasa kita makan malam Fe".

"Oh ok baguslah, laper gue hahaha".

"Anak lo ni kehausan, elonya malah enak-enakan tidur. Untung gak rewel dia". Furla protes sambil mengembalikan Sondea ke mommynya. Fea tertawa sambil menimang Sondea dengan kata-kata permintamaafan, yang disambut dengan seringaian menggemaskan dari gigi Sondea.

*****************************

Tak lama kemudian mereka sampai di cafe tujuan. Saat berjalan menuju bangku yang kosong, mereka melewati bangku ramai. Angin sepoi berembus santai tapi mampu mengoyak rambut Furla yang halus, terpaksa Furla mengibaskan rambut supaya tak mengganggu pandangannya, dia reflek menengok ke arah bangku itu. Dilihatnya sosok Nevan sedang ngobrol dengan beberapa orang. Jelas sekali orang itu bukan teman Nevan.

Meskipun kebersamaan Furla dan Fea lebih karena faktor pekerjaan, tapi Furla sangat mengerti perasaan Fea kepada Nevan. Dia kebingungan mau memberitahu Fea atau malah pura-pura tidak tahu. Furla masih menimbang-nimbang akan berbuat apa. Tapi ternyata perbuatannya itu benar-benar tidak berguna. Fea akhirnya menyadari keberadaan Nevan dengan sendirinya. Fea tersenyum dalam hati berbunga-bunga, layaknya perasaan orang yang sedang kencan romantis pas lagi sayang-sayangnya.

Fea mulai mengendalikan perasaannya, kini giliran logikanya yang harus bekerja. "Sebenarnya aku sangat rindu Nevan, tapi aku tidak berani bertaruh dengan respon Nevan yang bahkan tak bisa kutebak kalau kuhampiri dia. "Sedih mengapa tiba-tiba menjadi selemah ini" sesalnya dalam hati. Hati Fea bergejolak tak tau apa yang harus diperbuatnya.

*************************

Fea sudah terduduk di bangku tujuannya. Furla segera memanggil seorang waitress. Sesaat kemudian mulai memilih-milih menu yang akan mengenyangkan perutnya. Cukup lama dia bercapcipcup ria. Sementara Fea masih terjebak dalam gemuruh Nevan. Akhirnya Furla sudah menentukan pilihan menu, dia melirik Fea. Merasa jiwa Fea tak disisinya, Furla menepuk lengan Fea. Fea tersentak hampir marah tapi urung karena jiwanya sudah kembali dan sadar di depannya ada waitress yang menunggu. Fea memilih menu dengan asal, supaya dia segera kembali ke jebakan Nevan.

Kali ini Fea memilih menjadi wanita lemah. Fea mantap memutuskan untuk tidak menghampiri Nevan. Nevan adalah laki-laki yang sangat Fea cintai, dia tidak mau memberatkan beban perasaan Nevan. Terlebih hubungan diantaranya kini telah dibatasi portal yang kokoh. "Nevan harus terlepas dari belenggu kenangannya tentangku yang menyusahkan ini" Fea mencoba mengalahkan perasaannya sendiri.

*********************

Diantara gelak tawa dan keramaian percakapan dengan beberapa orang disekelilingnya, ternyata tak cukup mampu menutup dunia lelaki yang hatinya masih terpaut pada wanita bersuami. Radarnya masih cukup berfungsi dengan baik meski telah terkacaukan oleh frekuensi yang sudah tak lagi sama. Insting Nevan menangkap keberadaan wanita sempurnanya, Shafea. Matanya menatap tajam penuh semangat untuk menghampiri.

Tanpa pikir panjang Nevan mengambil langkah menuju bangku tempat Fea menanti makanannya. Fea terkejut, lelaki yang baru saja dienyahkannya dengan setengah hati itu sekarang sudah berada tepat di depannya. Jantung Fea berdegup cepat, terkejut olehnya. Nevan tersenyum, senyuman yang masih sangat terekam jelas diingatan Fea. Bahkan untuk menghapuskannya pun enggan.

Setelah sekian lama saling menjadi orang asing, kalimat yang terucap dari mulut Nevan hanyalah sapaan santai sebagai pembukanya. Fea menanggapinya secara seimbang, tapi binar matanya tak bisa menutupi bahwa sebenarnya timbangan itu lebih berat di Fea.

Furla mempersilakan Nevan untuk duduk. Fea menunggu-nunggu dengan cemas kalimat selanjutnya yang akan Nevan ucapkan. Nevan menarik napas panjang..... "Diingatanku Fe, kamu masih Fea yang setiap hari tidak pernah terlepas dari jangkauanku. Fea yang masih bisa kubayangkan sedang melakukan apa, lewat teks balasan pesannya" ujar Nevan to the point.

"Tak berbeda denganku Nev, bahkan semangatku membuka mata di pagi hari masih tetap kamu".

Kehadiran waitress yang membawa makanan memadamkan sejenak perasaan dua orang yang sedang berkobar, yang sedang berpikir keras menyusun kata-kata pilihan supaya saling membahagiakan. Furla saja kesal waitress itu hadir di waktu yang tidak tepat, apalagi Fea dan Nevan.

To be continued....................

Wonder Woman RushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang