The Mission

1.6K 269 24
                                    

"Ugh..."

Rasanya seperti sedang naik karosel. Berputar-putar. Bercak-bercak kuning-kehijauan semakin membuatku pusing. Aku membuka mataku perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam mataku. Debu-debu yang memaksa masuk ke dalam hidungku mendorongku untuk terbatuk. Aku berusaha mengatur napasku yang tidak beraturan.

"Hmf.. bibirku," jariku menyentuh bibirku yang terasa perih. Desisan keluar begitu saja saat kulihat bercak merah di jari-jariku. Aku berusaha bangkit berdiri dari kekacauan ini.

"Ah! Sial!" rasanya pinggangku seperti yang akan patah:(

Aku memijat pelan pinggangku yang terasa linu. Terlalu sakit rasanya. Ujung pakaianku kutarik sedikit hendak melihat keadaan dibalik itu. Yah, untungnya hanya memar, tidak sampai berdarah.

Dentuman itu cukup keras, walaupun tidak terlalu parah kerusakan yang dihasilkannya. Yang pasti rusak adalah kantor Kak Jeonghan. Temboknya hancur, begitupula dengan kaca jendelanya.

Kau tahu yang membuatnya lebih parah? Kantor itu terbakar. Kami melupakan keberadaan botol bensin di dalam ruangan itu.

Aku berusaha melangkahkan kakiku perlahan, sesekali menyingkirkan reruntuhan kecil yang menghalangi langkahku. Untung saja aku sempat merobek tas itu. Mungkin sesuatu yang lebih buruk bisa saja terjadi bila kami tidak tahu ada bom ditanamkan di tas itu.

"Prajurit Park!"

Aku menoleh. Seorang lelaki berpakaian serba merah menghampiriku. "Anda tidak apa-apa?!" ia bertanya padaku seolah aku sudah tuli. "Ya, aku baik-baik saja! Aku tidak tuli, tidak perlu bertanya sekeras itu," aku tetap berjalan.

"Anda mau ke mana?! Keadaannya masih kacau!"

Persetan.

"Prajurit Park! Harap segera keluar, ini perintah Kolonel Yoon!"

Sial, tahu saja. "Katakan kalau dia baik-baik saja, pak."

"Dia baik-baik saja, prajurit, tapi harap segera keluar."

"Katakan padanya ada yang hendak kucari sebentar. Aku tidak akan mati di sini."

Setelah itu aku memaksa diriku berlari. Aku tidak tahu apakah ia mengejarku atau tidak. Sesekali kakiku melompati reruntuhan yang menghalangiku. Ketika asap di hadapanku menebal, aku tahu aku sudah mendekati ruangan itu. Paru-paruku menolak karbondioksida yang terhirup. Tetap kupaksakan, karena barang itu penting. Brankas itu, tidak bisa ditinggalkan begitu saja.

Brak!

Aku mendorong daun pintu yang sudah hampir terlepas dari bingkainya. Aku terbatuk berulang kali. Kepalaku mulai terasa berat. Ruangan itu masih menyala. Petugas-petugas itu masih mengevakuasi korban dan memadamkan api yang menyebar, sumber apinya belum diurus mereka.

Eh, sosok siapa itu?

Aku merogoh sakuku. Sial, kosong. Aku memelankan suara langkahku. Sesekali merogoh-rogoh ke lantai, berharap menemukan sesuatu yang bisa kupakai.

Aha, a glock.

Astaga, apa ia akan mengambil brankas Kak Jeonghan?!

Aku mempercepat langkahku. Aku menarik bahu orang itu.

Aku balas menodongkan pistolku saat ia menodongku. Wajahnya tertutup masker hitam, aku tidak bisa mengenalinya.

"Kau mau apa?!"

Dor!

Aku berhasil menghindar dan melayangkan tinjuku ke rahangnya. Ia terdorong cukup jauh.

"Kau ini bisa bicara tidak sih?!"

Dor!

"Hei-

AmmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang