Farewell

954 170 77
                                    

Bulan keempat.

Lelaki manis itu menghela napasnya kasar. Tangannya mengusap-usap perutnya yang semakin membuncit. Sesekali ia merasakan bayinya bergerak-gerak riang di dalam rahimnya. Senyumnya tertarik.

"Kenapa sayang, hmm? A-ah.. aduh! Sakit, nak.."

Gerakannya terlalu tajam, membuat sang ibu mengaduh. Lelaki itu akhirnya memutuskan untuk mengambil dompetnya dan melihat foto yang selalu ia simpan di dalam sana.

 Lelaki itu akhirnya memutuskan untuk mengambil dompetnya dan melihat foto yang selalu ia simpan di dalam sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bayi di dalam rahimnya seketika itu juga menjadi tenang. Tidak lagi bergerak-gerak hebat. Wooyoung tersenyum sendu sambil mengelus-elus perutnya lagi, "kangen papa ya, nak? Papanya sibuk di kantor... jadi dedek berdua sama mama dulu, ya..."

Wooyoung menghela napasnya, lalu memutuskan untuk beranjak ke lemarinya. Tas ranselnya sudah cukup terisi untuk dibawa.

'Sesudah ini, tuan akan menyuruh kita ke mana?'

Percakapan yang tidak sengaja Wooyoung dengar saat ia mendatangi kantor suaminya tanpa sepengetahuannya kembali terngiang-ngiang di kepalanya.

'Kudengar tuan menyuruh kita ke desa di timur.'

'Ah, mau mengambil lagi?'

'Iya, anak-anak di sana sehat-sehat. Selain itu, submisifnya cantik-cantik.'

'Kira-kira, akan dijual berapa?'

Wooyoung menggelengkan kepalanya, menghilangkan ingatan itu. Ia harus melindungi anaknya. Ia tahu pasti, suaminya tidak akan mungkin mencelakai anaknya.

Namun, Wooyoung tahu hal lain yang bisa mencelakai anaknya.

Nomor asing yang meneleponnya semalam tadi. Ia tidak tahu ia siapa, tapi bila ia sampai mengungkit soal hubungannya dan San, itu bukan orang sembarangan.

Wooyoung membongkar lemari San, mengambil salah satu jaket hitamnya. San tidak mungkin keberatan bila ia mengambil satu barangnya saja kan?

Semuanya sudah siap, dompetnya sudah cukup terisi dan pakaiannya sudah cukup. Ia kemudian menyalakan perekam di ponselnya.

"Kak San... jaga dirimu baik-baik, ya? Jangan terlambat makan dan tidur... jaga kesehatan, teruslah berbahagia... kami mencintai papa. Muah!"

Wooyoung meletakkan ponselnya di nakas sesudah menyimpan rekamannya. Kemudian ia menggendong ranselnya lalu keluar dari kamar itu. Meninggalkan semua kenangan mereka.

Bayinya memberontak hebat di dalam rahimnya. "Sayang... mama cuma ingin melindungimu..." Wooyoung mengernyit sambil mengelus perutnya yang terasa linu dengan sayang, "papa tetep sayang sama kita, kok... gak apa-apa, nak... nanti kita ketemu papa lagi..."

•••••


Tangan putihnya masih dengan telaten mengelus-elus surai kelam sahabatnya yang sedang menangkupkan tubuhnya di atas mejanya itu. Sahabatnya tak kunjung berhenti meratap. Kelas mereka sudah kosong, semua muridnya sudah meninggalkan ruang kelas itu, kecuali dua orang.

AmmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang