Ra, God of Sun

954 167 95
                                    

Reveal chapter gaiiiissss! Yuhuuu💕

Tiati, diriku agak mewek juga di sini:")

●●●●●●

Seorang lelaki berjas abu-abu dan berdasi merah menggenggam ponselnya di samping telinganya. Ia menyakukan tangannya yang bebas. Matanya memandang kota Seoul yang sibuk di siang hari dari jendela kamarnya yang besar. Matahari bersinar cukup terang dan panas untuk menyilaukan mata siapa pun yang berani berlama-lama di bawahnya dan memanggangnya, menyinari salah satu keturunannya itu.

"Ya. Bagus sekali. Saya harap Anda bisa secepatnya mengeksekusi rencana Anda itu,

"Jangan semua berharap pada saya. Saya sudah membantu Anda dengan meledakkan Treasure Apartment,

"Anda yang mau menjadi presiden, kok saya yang ribet?"

Sesudah itu ia terkekeh pelan, berusaha tidak membangunkan kekasih hatinya yang masih terlelap seusai malam panas mereka.

"Ya, menurut saya memang lebih efektif bila Anda meng--

"Ah, ya. Bagus kalau sudah akan dilaksanakan hari ini. Anda menugaskan--

"Park Seonghwa?"

Ia terdiam sejenak ketika ia mendengar suara kasurnya yang berdecit. Menoleh melihatnya, ah, hanya berbalik saja, belum terbangun.

"Ah, maaf. Sampai mana tadi?

"Ya, sampai Anda akan menugaskan Park Seonghwa. Lalu?"

Orang di seberangnya sibuk menjelaskan rencananya. Sedangkan lelaki itu hanya mengangguk-angguk kecil, sembari menyusun rencana lain.

"Baik, cukup. Saya hanya ingin rencanamu ini berjalan layaknya ucapanmu,

"Ingat, Pak Wakil Presiden, saya tidak suka setengah-setengah,

"Anda tahu apa yang bisa saya lakukan bila saya tidak puas dengan pekerjaan Anda bukan?"

Tuut.

Panggilan pun terputus. Ia menyakukan kembali ponselnya. Gelang perak dengan batu delimanya masih mengilap di bawah sinar matahari.

Ting tong!

Ia mengeluarkan kembali ponselnya, menelepon sekretarisnya.

"Kau sudah di depan kamarku? Ah, oke."

Ia menutup panggilannya lalu berjalan menuju pintu kamarnya, membukanya, mempersilakannya masuk.

"Kau tepat waktu, Jiwon."

"Terima kasih, Tuan Ra. Memang seharusnya saya begitu," wanita berambut pirang itu memasuki apartemen atasannya. Ia menyisipkan rambut panjang terurainya di balik telinganya, membuat gelang perak dengan batu delimanya bergoyang.

"Tidak perlu ditutup pintunya. Saya akan pergi sekarang. Tolong dampingi dia," lelaki itu mengambil kunci mobilnya dan dompetnya. "Ia masih lelah."

Jiwon tertawa kecil, "malam yang panjang ya, pak?"

"A long and steamy night, indeed," atasannya tertawa. "Lagipula ia sudah 'bersih', jadi ya sudah... toh dia juga mau."

"Oof," Jiwon mengernyit, "Anda pakai pengaman? Saya tidak melihat bekas-bekasnya."

"Untuk apa? Saya akan segera menikahinya juga, jadi untuk apa mencegah kehamilannya?" ia tersenyum miring, "saya pergi, ya. Saya tunggu di butik nanti. Jaga dia baik-baik."

••••••

"Apa yang kau pikirkan, nak?"

AmmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang