Hunt or Be Hunted

935 176 79
                                    

Detik jarum jam mengiringi bunyi mesin ECG di kamar sejuk itu. Deru napas lembut dibalik masker bening menciptakan embun yang tidak terlalu tebal. Di samping tubuh yang terbujur lemah, seorang lelaki turut mengistirahatkan tubuhnya sambil terduduk dan menggenggam tangan kanannya.

Rrringg!!

"Ah, sial... siapa sih?" Ia terbangun dan menggosok matanya perlahan. Ia mengambil ponselnya dan mengangkat panggilannya.

"Hmm.. aku mengerti. Nanti saja, ya," baru sekian detik panggilan itu tersambung, ia langsung mematikannya.

Lalu, ia mendengar sebuah erangan pelan. Erangan halus menyiratkan sedikit rasa sakit.

"Wooyoung?"

Wooyoung mengeryit lalu perlahan membuka matanya, cahaya yang memasuki kedua korneanya tidak terlalu terang, tetapi cukup mengganggu. Ia menoleh pada siapa pun yang menggenggam lembut tangannya, "Kak San?"

San menaruh ponselnya di nakas lalu mengelus lembut rambutnya. "Seonghwa ke mana, kak?"

"Tadi kakak suruh pulang. Kasihan, udah malem."

Tak lama airmata menetes dari ujung kelopak Wooyoung. "Hiks.. kak.. hiks.. kenapa kakak masih di sini?? Pulanglah.."

San mengusap airmata itu dengan lembut, "kenapa? Kan kakak jagain unyil di sini..."

Wooyoung terisak sambil menggelengkan kepalanya, "aku gak pantes.. aku gak pantes..."

"Sshhh... udah, kakak gak masalahin itu.. kakak udah tahu... udah, udah... gak usah nangis..." San mengecup dahi Wooyoung, "jangan banyak pikiran dulu.. kamu harus cepet sembuh..."

Krieet...

Mereka menoleh ke arah pintu. Seorang suster dan dua orang bruder memasuki kamar itu membawa beberapa peralatan. Salah satu dari mereka membawa sebuah keranjang berisi botol kaca kecil dan syringe.

"Tuan Jung, kami beri obat dari infus, ya.."

"Maaf, obat apa?" Wooyoung mengernyit melihat salah satu bruder yang sedang mengambil cairan dari botol kaca kecil dengan syringe.

Mereka bertiga terdiam sejenak, "pereda nyeri, tuan."

"Tapi aku tidak merasa nyeri, kok..."

"Youngie..." San mengelus tangan dingin dalam genggamannya, "tidak apa-apa... mereka tidak mungkin meracunimu."

Wooyoung mendecak sambil memutar matanya, "terserah."

Bruder itu akhirnya menyuntikkan cairan obat melalui tempat injeksi yang menempel di punggung tangannya. "Agak dingin, ya?" ucap Wooyoung sambil mengernyit, "yakin nih bukan obat bius?"

Ia masih trauma.

"Bukan, tuan," sang suster tersenyum manis, "baik, kami tinggal ya. Sekitar jam delapan nanti kami akan kembali ke sini."

"Yeah, whatever," gumam Wooyoung. "Kapan aku bisa pulang---

"Ah aku lupa. Bibiku tidak akan mau menerimaku pulang."

San tersenyum getir, "sudahlah. Istirahat saja dulu." Ia kemudian mengecek jam tangannya, "Nyil, kakak pergi sebentar, boleh?"

"Ga boleeeehh!" Wooyoung mengerucutkan bibirnya, "kalo kakak pergi, aku cari pacar baru lho, ya."

San mengecup hidungnya, gemas. Wooyoung hanya terkekeh, pipinya menghangat. "Jangan dong. Cuma bentar, kok.."

"Mau ke mana sih, kak? Ngapain? Sampe jam berapa?"

"Ada urusan, sayang..." kini bibir tipis San mengecup pipinya, "nanti kalau dokternya dateng, kakak usahain udah sampai."

"Harus!"

AmmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang