Routines

915 167 119
                                    

Rutinitas. Monoton. Mati. Begitulah kurang lebihnya selama seminggu ini. Seonghwa menangkupkan tubuhnya di atas mejanya sambil melihat-lihat ponselnya. Hongjoong masih sering mengiriminya pesan, tentu saja.

Tapi ini mengganjal, pertanyaannya yang dipendam cukup lama. Ia selalu ingin menanyakan itu pada kekasihnya, namun pertanyaan itu selalu kembali ia telan bulat-bulat. Seonghwa kembali menatap papan tulis putih di depan kelasnya. Ah, kurva-kurva yang memuakkan. Ia putuskan untuk memejamkan matanya sebentar. Toh, guru ekonominya tidak akan peduli ia tidur atau tidak selama nilai ulangannya mencukupi. Batinnya kemelut.

"Seonghwa, bangun."

Seonghwa mengangkat kepalanya sambil menyesuaikan cahaya lampu yang merangsek masuk penglihatannya, "Yun?"

"Iya, ini gue," Yunho menampilkan senyum tipisnya. "Temenin kantin, yok."

Seonghwa menguap sebentar lalu bangkit berdiri dan mengekori langkah Yunho. Senyap. Di tengah keriuhan jam istirahat, Seonghwa tetap merasa sunyi. Yunho tidak berbicara sepatah kata pun. Ia langsung memilih satu tempat duduk untuk mereka ketika mereka sudah mengambil makan siang mereka.

"Yunho, lo kenapa?"

"Banyak pikiran," Yunho mengunyah sup rumput lautnya. "Gak tahulah aku. Melankolis banget belakangan..."

Seonghwa menghela napasnya, "Kak Mingi, ya?"

Yunho berhenti menyendok nasinya sejenak, "bisa jadi." Ia kemudian melanjutkan makannya, "masih sedikit gak rela juga."

"Yaah, semuanya juga gitu. Baru juga seminggu."

"Omong-omong," Yunho meletakkan sendoknya lalu menumpu dagunya. Seonghwa sedikit tidak nyaman dengan tatapan yang dilayangkan Yunho. "Lo ada hubungan apa sama Kak Mingi?"

Seonghwa tercekat. Cepat atau lambat ia harus membongkar soal pekerjaannya pada temannya. "T-temen kok."

"Temen doang? Emang kenal dari mana?"

"Yun, jangan salah paham dulu. Gue bakal nyeritain apa yang belum pernah gue ceritain ke lo, Wooyoung, sama Yeosang," Seonghwa menjelaskan. Yunho tidak menanggapinya.

"Gue temen seperjuangan Kak Mingi, lebih tepatnya Kak Mingi atasan gue. Iya, gue selama ini jarang masuk karena harus izin kalo ada penugasan. Gue udah kenal Kak Mingi dari lama sebenernya, cuma yaa gue belom berani buat cerita ke kalian. Gitu aja sih."

"Jadi lo juga tentara sama kayak Kak Mingi?"

Seonghwa mengangguk. "Kenapa musti pake acara gak berani buat cerita ke kita?"

"Bro," Seonghwa tersenyum kecil. "Alesan gue diem selama ini kayaknya bakal sama dengan alasan Kak Mingi belum pernah cerita kerjaannya apa,

"Jadi tentara tuh berat. Di kitanya mungkin gak terlalu gimana, walaupun ada kemungkinan punya trauma mendalam, tapi orang-orang terdekatnya pasti ikut tersiksa,

"Yaa.. kalau seandainya kami mati di medan perang dan mayatnya tidak ditemukan? Kalau seandainya kita hilang? Kita cacat? Kemungkinan-kemungkinan ini yang kadang bikin orang-orang terdekat kami stres karena terlalu banyak dipikirkan. Secara pribadi, itu pemikiran gue sih."

Yunho tidak membalasnya. Mereka berdua kembali melanjutkan makan siang mereka dengan sunyi. Hanya riuh kantin yang menyela keheningan mereka. Mereka masih berduka.

Tuuk..

"Hey.."

"Hm?" mereka berdua mendongak, melihat siapa yang baru saja menghampiri mereka. Kedua mata Seonghwa seketika berbinar, berbeda dengan Yunho yang memicing ke orang di sebelahnya. "Hongjoong?"

AmmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang