D-2

1.4K 250 72
                                    

"Dateng juga lo, gue tungguin dari tadi gak dateng."

Hongjoong membanting tubuhnya ke atas sofa usang di ruangan itu. Ia mencari posisi yang nyaman untuk berlayar ke alam mimpi, "ngapain lo nyari gue?"

"Hah?"

"Issh.." ia bangkit duduk. "Ngapain nyari gue, bang?"

"Biasalah..." lelaki yang sebelumnya ada di ruang sumpek nan gelap itu melangkahkan kakinya mendekati Hongjoong. "Ada yang baru gak?" alisnya ia gerakkan.

Hongjoong terdiam sebentar. Tanda tanya memenuhi pandangan kosongnya. Orang itu kemudian mengacak kasar rambut Hongjoong, "cewe, goblok."

"Ooohhh..

"Gue gak ngurusin itu. Gak mau." Hongjoong menyingkirkan tangannya.

"Alaaahh.. sok suci banget sih lo!" ia menjauh dari Hongjoong. Yang dijauhi mendecak lalu merogoh sakunya. Dari sana dikeluarkannya sebuah kantung plastik bening, "berisik lo. Nih sedot."

Lelaki itu terkekeh lalu mengambil kantung plastik itu, "bisa aja lo."

"Terserah," Hongjoong merotasikan matanya. "Gak gratis ya," ia kemudian membaringkan dirinya lagi. Ia menarik turun masker yang sedari tadi menutupi wajahnya. "Temen-temen lo mana, bang?"

"Huh?"

Hongjoong bangkit duduk mencari temannya itu, "ealah, udah disedot aja. Pantesan jadi bego."

"Lo gamau emang?" temannya kembali menyedot bubuk putih di dalam kantung plastik yang baru diberi Hongjoong. "I don't do drugs. Sorry," balas Hongjoong sambil kembali membaringkan tubuhnya. Ia berniat melewatkan kelasnya sesudah ini. Sedang merasa tidak ingin mengikuti kelas.

Kreek!

"Anjay ga ngajak-ngajak lo, Cas!"

Segerombolan anak lelaki berkerumun masuk ke dalam gudang itu. Salah satu dari mereka menutup pintunya sebelum bergabung dengan temannya yang sedang menghisap bubuk putih.

"Punya kami mana, Joong?" mereka duduk melingkar di sekitar teman mereka. Hongjoong merogoh kantung dalam jas seragamnya, mengambil sekantung plastik hitam dan melemparkannya pada mereka, sambil tetap berbaring dan menatap atap. "Noh, beres ya pesanan kalian," ucapnya malas.

"Mantaap..." salah seorang dari mereka membuka kantung itu dan mengeluarkan isinya. Beberapa suntikan, kertas kekuningan dan dedaunan hijau, serta beberapa bungkus bubuk putih.

"Inget yang masih ngutang, lunasin cepet. Bapak gue udah nagihin."

"Bacot ahhh..."

Hongjoong tersenyum miring. Mereka sudah mulai masuk ke dalam utopianya. Ia juga tak jauh berbeda, alam mimpi memanggilnya berlayar.

Ketika hampir saja ia sampai di sana, jantungnya mendadak berdebar, seperti jatuh dari ketinggian. Matanya terbuka lebar dan kedua tangannya menggenggam sofa, yang ia tiduri, erat. Entah mengapa, ia teringat seseorang. Napasnya berderu.

"Kenapa lo?" salah satu temannya bertanya sambil mengisap lintingannya.

"Gak tahu gue juga," Hongjoong mengurut dadanya yang berdebar. Ia mengambil kotak rokok dari dalam saku jasnya lalu menyalakan sebatang. "Lo ada kenal anak sosial seangkatan gue gak, Lix?" tanyanya sambil menghembuskan asap dari kedua belah bibirnya lalu mengambil isapan keduanya.

Felix mengedikkan bahunya. "Coba lo tanya Bang Lucas. Gue anak sosial cuma kenal si bebal satu ini," ia mendorong satu temannya yang menggelendot padanya, yang entah sudah berapa persen kesadarannya. "Changbin cuma kenal angkatan kelas sepuluh."

AmmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang