Let Me Be

911 160 62
                                    

Tok! Tok! Tok!

Klek..

Krieet...

"Aku pulang..."

"Baru pulang? Ke mana aja?"

Seonghwa menutup pintu di belakangnya. Jeonghan sedang merapikan seragam resminya di depan cermin depan kamarnya. Jujur, Seonghwa berangan-angan, apakah ia bisa seperti itu dewasa nanti? Wah, dengan seragam formal, lencana kepangkatan, dan sepatu pantofel yang mengkilap.

"Ada urusan."

"Urusan apa?" Jeonghan menoleh, lalu berjalan ke arah rak sepatunya. "Belakangan kau sering pulang subuh, bahkan pagi seperti sekarang. Matahari terbit disaat kamu baru mau tidur. Mau jadi kelelawar?"

Seonghwa menghela napasnya, ia berjalan mendekati Jeonghan. Sebuah buntalan dengan kain hitam digenggamnya erat.

"Aku mencicil tugas dari presiden dahulu. Ingat, yang pada saat kantor kakak dibom?"

Jeonghan memicingkan matanya, tertarik pada buntalan hitam yang dibawa adiknya, "ingat."

Seonghwa menyodorkan buntalan itu padanya, "untuk kakak. Aku mau mandi sebentar. Tubuhku lengket."

Ia melengos dari sana, meninggalkan Jeonghan yang masih mengamati buntalan itu. Ia membawa dirinya duduk di sofa lalu menaruh buntalan itu di atas meja.

"Apa ini?" ia mengernyit mencium sedikit bau amis yang menyapa penciumannya.

Perlahan, berhati-hati, ia membuka lapisan-lapisan kain yang menutupinya.

Sreet...

"Goddamnit, Seonghwa. You're nuts!"

"Yah, apa mau dikata?"

Jeonghan menoleh pada Seonghwa yang berdiri di ambang pintunya, yang sedang mengeringkan rambutnya, menatapnya dengan tajam.

Jeonghan tentu tahu apa yang ada di depannya.

Tidak salah.

Itu kepala Kim Jaemin.

"Kelihatannya ini masih baru, kau membunuhnya semalam?"

Seonghwa menyampirkan handuknya di bahunya. Tetesan air membasahi kaus merahnya, "ya."

Jeonghan menatap kepala di depannya dengan dingin. "Kim Jaemin? Si pemilik layanan prostitusi itu kan?"

"Iya. Dia yang--" Seonghwa terdiam sebentar. "Aku yakin dia yang mendalangi penculikan sahabatku lalu memperkerjakannya."

"Sahabatmu?"

"Pernah lihat berita, kurang lebih beberapa hari lalu, tentang pembunuhan seorang wanita di sebuah rumah, yang baru ditemukan mayatnya seminggu kemudian?"

"Ya, kenapa?"

"Itu rumahnya Wooyoung. Bibinya dibunuh," jawab Seonghwa datar. "Kemungkinan, ia dibunuh agar anak buah Jaemin dapat menculik Wooyoung,

"Aku belum banyak bercerita dengan Wooyoung. Biarkan dia beristirahat."

Jeonghan terdiam lalu menatap tajam kepala yang dibiarkan di atas mejanya, "buang ini. Aku benci melihatnya. Cih, menyusahkanku saja. Bersihkan mejanya, Seonghwa. Aku tidak mau ada darah penjahat mengotori meja bersihku. Aku tidak mau ada setetes pun darah anggota Midstar menodai rumahku."

Ia bangkit berdiri lalu mengambil kunci motornya, "aku pergi. Sepulang aku dari markas, banyak yang harus kauceritakan, Park Seonghwa."

Braak!!

AmmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang