21🎀

60 4 0
                                    

"Selamat pagi dunia" ucap ku semangat.

Aku menatap lekat-lekat wajah a Dzaki yang tengah terlelap disebelahku. Bagaikan sebuah vitamin dipagi hari aku bahkan hanya mampu tersenyum manis melihatnya.

Kemudian beranjak pergi setelah aku memberi kecupan ringan di pipinya ya anggap saja sebagai morning kiss. Aku bangun setelah tidur kembali sehabis sholat subuh begitupun dengan suami tercinta ku itu.

Ini sudah dua hari sejak a Dzaki memberiku kejutan sebuah mansion mewah itu dan tepat hari ini kami akan benar-benar meninggalkan Kastil mamih dan papih dan meninggali mansion milik kami sendiri.

Aku sudah siap dengan pakaian santaiku sedangkan a Dzaki masih sibuk di kamar mandi. Hari ini sebelum aku pergi aku dan a Dzaki akan periksa rutin untuk baby.

Aku sudah duduk dimeja makan bersama mamih dan papih. Ya, anggap saja ini sebagai sarapan perpisahan. Huh! Menyedihkan :(

"Hari ini waktunya cek kandungan ya Na?" Ucap mamih memulai obrolan ringan diantara kami.

"Iya mih, ditemenin a Dzaki juga. Mamih mau ikut?" Tanya ku menawarkan. Ya, jelas ini hanya basa-basi namun barangkali mamih mau ikut.

Mamih hanya tersenyum dan menggeleng pelan sebelum pandangan kami terfokus kan pada pria yang sedang menuruni anak tangga itu. Ya, itu a Dzaki dan yang membuat aku dan mamih terkejut dan juga papih mungkin karena sedari tadi beliau sibuk dengan ipadnya, adalah mengenakan sweater merah yang pas di tubuhnya.

Tak biasanya priaku mengenakan pakaian seperti itu. Maksudku pakaian itu terlihat biasa saja hanya menunjukkan kesan dewasa dan elegan. Bukan Fashion yang biasa dipakai a Dzaki. Pakaian glamor dengan unsur kemewahan yang mencolok, menciri khaskan bahwa penggunanya bukanlah orang sembarangan.

Hah! Tapi ya sudahlah. Aku tetap tak bisa menahan senyumku.

A Dzaki berjalan ke arah ku memberi ku sebuah ciuman di keningku dan kemudian berjalan kearah mamih dan memberikannya kecupan sayang di pipi nya.

Ketika aku bertanya pada a Dzaki kenapa lebih memilih untuk mencium pipi mamih ketimbang dengan pucuk kepalanya adalah

"Pucuk kepala wanita hanya untuk ayah dan suaminya"

Begitu katanya. Mengingat hal itu aku hanya tertawa dalam diam.

Setelah selesai sarapan aku dan a Dzaki bergegas menuju rumah sakit untuk check up kandungan.

Mamih mengantarkan kami sampai kedepan.

"Kalian hati-hati ya.. Ki, jagain Nana. Sering-sering main kesini ya.. mamih bakalan kangen sama kalian. Kalo Kiki jahat sama Nana. Langsung telpon mamih. Semoga bayinya baik-baik aja. Pokoknya kalo ada apa-apa mamih harus jadi yang pertama yang tau" ucap mamih panjang lebar.

Kata-kata yang meskipun tidak begitu serius itu sarat akan kesedihan. Aku jadi ngga tega. Tapi gimana lagi?

Mamih memelukku dan a Dzaki bergantian. Aku bahkan sempat melihat mamih menahan air matanya. Oh! Hatiku nyeri melihat hal itu.

Tak menunggu lama kami benar-benar meninggalkan Kastil mamih dan papih. Surga dunia dimana a Dzaki dibesarkan. Yang menjadi saksi bisu perjalanan keluarga Alfarizi dan awal kisah pernikahan ku.

Sesaat setelah benar-benar keluar dari gerbang aku menghela nafas berat saking beratnya a Dzaki hingga mendengarnya.

"Sayang, kenapa?" Tanya nya sambil membelai pelan pipiku.

Aku semakin meringsek dalam pelukan a Dzaki dan tak memberinya jawaban apapun.

Tak berapa lama kami sampai di rumah sakit terbaik di kota ini. Mana lagi jika bukan Alfarizi's Hospital.

My Dzaki✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang