EPILOG

162 6 0
                                    

1 Maret 2025

"Yah ayah!"

Anak laki-laki berusia lima tahun itu menghampiri sang ayah yang tengah sibuk berkutat dibalik layar komputer.

"Ayah sibuk?" Pertanyaan yang polos itu lolos dari bibir mungil penerus keluarga Alfarizi.

"Enggk sayang" jelas sang kepala keluarga saat ini tengah berbohong.

"Main ke panti yuk" ajak Akbar kecil setelah mendapatkan jawaban yang diinginkannya.

"Hm? Kok tiba-tiba?" Tanya sang ayah.

"Kangen sama temen-temen Akbar yah" rengek si bocah kepada sang ayah yang tengah menahan tawanya.

"Yaudah iya, bunda mana?" Tanya Dzaki

"Dibelakang lagi nyiram bunga" jawab Akbar kecil.

"Yaudah ajakin bunda juga Ya"

Tanpa menjawab pertanyaan sang ayah, Akbar langsung berlari kebelakang untuk menemui sang Bunda.

"Nda!" Teriak Akbar.

"Jangan lari lari nanti jatoh!" Teriak sang Bunda sambil melemparkan selang airnya kesembarang arah dan menangkap putra semata wayangnya yang hampir saja tergelincir kubangan air.

"Maaf" ucap Akbar sambil menunjukkan deretan gigi putih nya.

"Lain kali hati-hati" pesan sang bunda pada Akbar.

Dzaki yang diam diam memandang interaksi antara anak dan istrinya tersenyum simpul. meskipun ini adalah pemandangan yang setiap harinya ia lihat.

Mengingat lima tahun yang lalu ia hampir kehilangan istri tercintanya. Dzaki sangat menjaga kedua aset yang tak ternilai harganya itu.

"Bunda, Akbar sama ayah mau ke panti. Bunda ikut ya?" pinta Akbar.

Anna tak menjawab pertanyaan putranya dan hanya mengangguk sebagai jawaban iya.

"Udah siap?" Dzaki menghampiri istri dan buah hatinya.

"Eh! Bentar dulu dong. Siap siap dulu" sergah Anna sambil menunjukkan ujung roknya yang basah terciprat air saat menolong putranya tadi dan berlari masuk ke dalam rumah.

---s$s---

Sejak 5½ tahun yang lalu panti asuhan yang pernah dikunjungi Anna dan Dzaki masih sama seperti dahulu.

Semenjak keluarga kecil itu sampai, Akbar asik sendiri dengan dunianya. Berlari kesana kemari dengan anak seumurannya. Bahkan Anna yang menyaksikannya mengeram melihat tingkah putranya. Ingin sekali ia berlari kesana dan menciumi putranya yang bak kelinci kecil itu jika tak dihalangi suaminya.

Ara terlihat menunjuk sebuah boneka kelinci manis berwarna putih dengan hidung merah.

Ara nampak berusaha mendekatkan boneka itu ke perut buncitku.

Duh gemesin bgt si sayang :(

"Eh ngapain itu?" Tanya mbk Rena sambil bawain segelas susu ibu hamil buat aku.

"Ga tau tuh kenapa mbk" jawabku sekenanya.

"Kayanya Ara mau ngasih tau kalo anak kamu nantinya bakal seimut kelinci yg Ara pegang" ucap Mbk Rena berusaha menerawang perlakuan Ara ke aku maksudnya ke perutku. 

Deg!

Sepertinya ucapan Ara benar benar terwujud. Akbar benar benar tumbuh bak seorang kelinci imut.

My Dzaki✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang