Di dalam sebuah ruang kerja besar itu terlihat Ghaiden yang tengah menatap jalanan malam dari gedung teratas bangunan ini.
Dengan tangan yang di lipat di depan dada, mata kecoklatan yang menatap tajam, rahang tegas dan postur tubuh yang tegap membuat siapa saja menunduk hormat padanya.
Suara ketokan pintu terdengar dari luar "masuk" perintahnya. seseorang pun masuk dan berdiri di belakang nya. Bisa di lihat siapa yang datang dari pantulan kaca.
"bagaimana?" mata tajam itu tak henti terfokuskan pada sorot lampu mobil yang begitu indah di bawa sana. Ghaiden berkata tanpa menoleh pada seseorang di belakang nya.
"seminggu lalu Kinan sudah siuman, dia hilang ingatan"
"besok senin dia bersekolah lagi" Ghaiden tersenyum melihat kenyataan sesuai apa yang dia rencanakan.
"ada lagi?"
"Perusahaan Mario merosot sangat drastis" Ghaiden tersenyum menyeringai
"selanjutnya apa, Tuan? Bukan kah salah satu anak mereka sudah meninggal?"
Ghaiden berbalik dan mendekat kearah seseorang yang tengah berdiri di depannya. Senyum samar dia tunjukkan.
"meninggal adalah awal"
"apakah harus saya habisi mereka?"
"kamu tak perlu repot lagi, Sar" dia menepuk pundak seseorang itu "Biarkan mereka bahagia untuk saat ini" lanjut Ghaiden lagi dengan tawa yang menggelegar. Caesar yang masih berdiri tegak di samping Ghaiden menatap Ghaiden dengan pandangan yang tak bisa di artikan.
"ha..ha..hahahaha"tawa Ghaiden menggelegar saat membayangkan kehancuran Mario di depan matanya.
-----
Sore hari ini begitu dingin. Udara mengkristal membeku bersama angin. Seorang gadis remaja duduk diatas ayunan sendiri meratap bawah, melihat rerumputan lembab dan basah di guyur hujan barusan.
Angin bertiup menerpa wajah nya yang manis. Tak hanya itu, angin yang berhembus menerpa ayunan di sebelahnya. Dia menoleh, melihat kearah ayunan yang bergerak sendiri menimbulkan bunyi.
Awan begitu gelap saat ini, dia menengadah melihat angkasa. Tak ada setitik kecerahan atau kehidupan diatas sana.
Helaan nafas terdengar berat. Dia kembali menunduk.
Kembali suara ayunan bergerak menganggu pikirannya. Dia menoleh dan mendapati gadis remaja yang begitu cantik nan elok duduk di sebelah nya tak lupa dengan senyum manis di wajahnya.
"Ve?" tanya nya. Gadis berambut panjang itu mengangguk.
"kamu nunggu aku ya, Nay?" Kinal menggeleng. "cie yang kangen, cie cie" ujar Veranda menggoda dan tersenyum. Kinal hanya tersenyum dan menggerakkan ayunan pelan.
"tumben kesini? Besok kan buka weekend?" tanya Kinal dan mengarahkan pandangan kearah Veranda. Veranda yang menggerakkan ayunan pelan pun tersenyum tanpa melihat kearah Kinal berada. Betapa cantiknya teman nya satu ini, dan Kinal tak bisa pungkiri itu.
"kamu yang kangen aku kan? Besok sekolah belain kesini, iya kan?" tanya Kinal menggoda Veranda. Veranda berhenti dan menghadap kearah Kinal. Kinal masih setia menunjukkan wajah menggoda itu.
"ketauan kan siapa yang rindu" ujar Kinal lagi dan tertawa.
"kamu itu pura pura ga tau apa emang ga tau sih, Nay. Besok itu tanggal merah. Makanya aku bisa kesini"
