04¶ Ada apa?

677 204 116
                                    

Hari Senin adalah hari yang paling tidak di sukai oleh semua pelajar di seluruh penjuru Indonesia. Karena hari Senin, hari yang jauh dari hari Sabtu dan Minggu, seperti hari yang paling sial, hari yang paling membosankan karena akan ada seminggu lagi untuk mendengarkan materi yang sulit di resapi otak. Sudah hari Senin harus pula menghargai kebudayaan, ya, berdiri hormat kepada bendera merah putih, yang sering kali di sebut upacara bendera. Dimana semua pelajar di Indonesia harus melakukannya, berdiri tegap ditengah panas terik matahari pagi. Namun sepertinya berbeda dengan siswa yang terus tersenyum semringah itu, membuat setiap orang yang melihatnya teduh dan senang. Reynaldi Praja, dia sangat menyukai momen ini, momen dimana dia bisa menghargai jasa para pahlawan yang gugur demi kemerdekaan. Dia berjalan kokoh seraya memegang teks Undang-Undang Dasar 1945. Wajahnya yang penuh percaya diri melangkah untuk berbaris di tempat petugas upacara. Tepat berdampingan dengan dirigen dan paduan suara. Terlihat semua masih belum kondusif, ada yang masih sibuk dengan ponselnya, ada yang sibuk tertawa, ada yang sibuk berlarian, ada pula yang sibuk foto-foto. Semuanya belum bisa berbaris rapih. Padahal kegiatan ini sudah di lakukan lebih dari 9 tahun, namun masih saja banyak siswa yang malas-malasan dengan alasan panas dan pegal kaki.

"Tes ... Tes," suara bariton Mic masuk kedalam lapangan seorang lelaki berdiri memegangi micropon di depan sana.

"Ayo anak-anak, mohon di percepat, karena upacara akan segera di mulai." suara lelaki itu masih kalah dengan jeritan siswa centil dari kelas X Administrasi Perkantoran. "kalian ini sudah seperti anak SD saja, masih harus di bimbing!" tutur lelaki berumur empat puluh tahunan itu tegas dengan menggunakan pakaian dinasnya.

Semua siswa berupaya merapikan barisan, tidak terkecuali Mae siswi yang memiliki suara paling cempreng nan menggelegar itu pun menghentikan kegiatan bergosip dengan gengnya, dia menyegerakan ikut merapikan barisan. Mereka sepertinya takut dengan suara bariton itu, suara Pak Najmudin, guru killer yang paling di takuti oleh hampir seluruh siswa di SMK Negeri YAFIZ. Karena terbilang guru killer tidak ada satu siswa pun yang berani membantah perintahnya.

"Nah kan kalo gini enak, yaudah MC di mulai upacaranya ya," ujar Najmudin seraya tersenyum menang.

"Upacara pengibaran bendera merah putih akan segera di mulai," suara wibawa gadis berjilbab terdengar meluas ke seluruh sudut lapangan.

Rey tidak bisa fokus karena anak kecil berkisar umur tujuh tahunan terus menarik seragam putihnya, anak itu berlarian seraya memegang erat ujung seragam putih Rey. Sangat terganggu, namun Rey berusaha tetap berdiri tegap meski sesekali dia menahan tarikan bajunya.

"Laras," panggil Rey kepada sang dirigen yang berdiri di sebelahnya.

"Iya, apa Rey?" sahut gadis itu membisik seraya melirik kearah Rey.

"Ini anak siapa si?" desis Rey mulai risih.

Laras mengerutkan keningnya, terlihat bingung, apa maksud dari Rey, "Anak yang mana?" tanya Laras membisik namun dengan pandangan lurus.

"Ini yang megang seragam gua,"

Laras melirik lagi, dia tidak melihat siapa pun, bahkan tidak melihat anak kecil yang di maksud Rey. Dia terheran seketika, keningnya berlipat-lipat.

"Gaada an ..." bisik Laras terhenti.

"Pengibaran bendera merah putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia raya." suara dari protokoler menghentikan kalimat Laras karena dia harus segera menyiapkan tim paduan suaranya.

"HORMAAAATTT GERAKKK!" suara bariton sang pemimpin upacara.

Kurus kering, anak itu terus berlarian saat dikibarkannya bendera merah putih di tiang bendera setinggi sepuluh meter. Rey berusaha tidak memperdulikannya namun berkali-kali anak itu menarik seragamnya.

Muhal [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang