33¶ Perlawanan

143 5 0
                                    


"Dua...."

"Tiga..."

"Doorrrr!!"

Peluru itu melesat cepat ke arah tubuh Sopyan.

Brughh

Rey mendorong Sopyan ke samping kanan hingga membuat keduanya tersungkur jatuh.

Erik yang melihat pelurunya melesat begitu saja pun marah karena tidak mengenai sasarannya. Ia dengan cepat kembali menarik pelatuk pistol itu, namun sayangnya isi pelurunya kosong.

Rey dengan sigap menubruk tubuh Erik agar terjatuh. Ia memegangi kedua tangan Erik, lalu di ikatnya menggunakan tali sepatu tepat di belakang tubuh Erik. Erik meronta-ronta, dia nampak begitu marah. Tetap saja Rey bersikeras untuk mengikat temannya itu.

"Sop tali sepatu lu copot!" seru Rey cepat dengan nada parau.

Sopyan menoleh ke bawah kakinya, "gua engga pake sepatu!"

Rey menepuk jidatnya, lalu matanya menyapu seluruh ruang di sekitaran, mencari alat untuk mengikat lengan Erik, karena kalau hanya seutas tali sepatu bisa dengan mudah Erik melepaskannya.

Rintihan Sopyan terdengar gemuruh membuat Rey semakin gelisah, ia cepat-cepat merobek kaos yang ia kenakan. Dan membelitnya di pergelangan tangan Erik.

Secepat mungkin Rey berlari ke arah Sopyan, dia melihat kaki kanan temannya itu sudah berlumuran darah segar. Rey tidak tahu harus berbuat apa, dia mencoba melepaskan kaosnya dan merobeknya menjadi bagian yang panjang setelahnya ia ikat di pergelangan kaki temannya itu erat.

Sopyan menggigit bibir bawahnya menahan ngilu perih di kakinya yang kini terlihat berlubang. Rey meringis seraya menjerit kesal, matanya berkaca-kaca, wajahnya nempak begitu frustasi dan marah, ia merasa semua kejadian ini benar-benar karena ulahnya.

Hembusan asap tipis tiba-tiba muncul dari arah tangga, kini asap itu menghilang dan muncul sesosok lelaki tengah berdiri kosong menatap Rey.

"Lee, bantuin gua selesain semua ini!" kata Rey yang kini nampak menahan jatuh air matanya.

"Mau ngapain lu?" tanya Sopyan parau.

Rey menoleh menatap Sopyan, ia melihat temannya kini nampak begitu kesakitan, berlumur darah dan keringat.

"Gua gamau ada korban lagi." kata Rey sambil melangkah meninggalkan Sopyan sendirian.

Dengan hanya menggunakan celana bahan hitam dan kaos dalam, Rey melangkah menuju ruangan kamar yang di dalamnya terdapat tubuh Reska sudah lemas dan tak bernyawa. Rey merintih kesakitan melihatnya, lalu ia berusaha membopong tubuh itu keluar dari kamar, Rey menyimpan gadis itu tepat di samping pintu kamar. Selanjutnya ia menutup rapat pintu itu.

"Kamu jangan gegabah Rey." lirih Lee yang berada di samping kiri Rey.

Rey menggeleng pelan, "gua bukan gegabah, tapi gua harus tanggung jawab dengan apa yang gua lakuin selama ini."

"Tapi engga sepenuhnya salah lu?!" kata Lee.

"Apanya yang engga sepenuhnya? Jelas-jelas semua ini timbul karena keteledoran gua!" seru Rey dengan nada marah, "ini salah gua, siapa lagi yang harus di salahin selain gua!?" teriaknya dengan air mata yang kini membuncah pecah.

"Bibi kamu."

Aku membulatkan mata, "bibi?" tanyaku parau.

Lee mengangguk pelan, "iya, dia sengaja agar lu baca buku itu dan mengamalkannya."

Rey terperangah tidak percaya, "engga mungkin, dengan alasan apa?" tanya Rey dengan tatapan serius.

Lee terdiam, dia tidak menjawab pertanyaan Rey.

Rey memegang erat kerah kemeja Lee, lalu menggoyang-goyangkannya, "jawab Lee, kenapa?!" teriaknya.

"Bibi kamu pengen membangkitkan arwah kakekmu." jawab Lee gugup.

"Engga mungkin!" sanggah Rey sambil cengengesan tidak percaya, "lu bohong sama gua!"

"Aku tidak berbohong Rey, jika tidak melakukan ritual penutupan akan ada dua nyawa lagi di berikan kepada iblis Jerwok, maka jiwa iblis itu akan masuk menguasai tubuh kamu. Atau jika kamu melakukan ritual itu, jiwamu akan menjadi budak Jerwok selamanya" tukas Lee lagi.

"Kenapa lu gak bilang dari dulu!" teriak Rey tepat di depan wajah Lee.

"Karena aku takut!" lirihnya.

"Takut?" Rey mengulang kata Lee seolah ingin mengetawainya, "kepada siapa?" tanya Rey lagi.

"Aku pasti akan di serang oleh Jerwok sekarang karena telah membongkar rahasianya!" tukas Lee lagi membuat aku mematung seketika.

"Maksudmu?" gumam Rey tidak mengerti.

BRUAGH!

Tubuh kokoh Lee terpental hancur menembus dinding kamar yang berbahan kayu itu. Tubuhnya tidak tahu sampai mana terbanting, yang jelas bisa di pastikan jika itu manusia tidak akan mungkin selamat nyawanya. Dada Rey seperti di pukul bola basket, sesak sekali , kejadian itu begitu cepat.

"Si- siapa kau?" tanya Rey penuh takut, tubuhnya bergetar tidak bisa di kendalikan.

"AKU TUHANMU!"

Rey menutup kedua gendang telinganya, suara itu terdengar keras sekali, bahkan sampai memekakkan telinga.

"Tuhanku ALLAH!" teriak Rey teguh.

"Kau mempercayaiku dibanding kepada-NYA!" Suara itu kembali bergemuruh entah darimana asalnya, namun dapatku pastikan sosoknya ada di dalam ruangan itu bersamanya.

"Tidak!" Sanggah Rey teguh, "aku tidak mempercayaimu!"

Kini suara itu menghilang, dan Rey secepat mungkin membuat lingkaran menggunakan garam kasar yang sudah ia bawa di dalam ranselnya. Ia menaburkannya membentuk segitiga dan bulat. Rey membuka lembaran buku tua itu, lalu ia membacakan ajian surat itu seraya menusukkan keris kecilnya ke tengah ibu jarinya. Lingkaran itu ia tetesi dengan darah ibu jarinya. Lalu Rey mulai duduk di tengah lingkaran sambil melafazkan kalimat-kalimat yang ada di dalam buku itu.

-Muhal-


Muhal [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang