28¶ Buku Kakek (2)

226 27 14
                                    

Rey mengangkat pandangannya, "iya, gua udah buat perjanjian dengan iblis." ucap Rey parau.

Cengang, semuanya berhenti mengedipkan matanya, mereka terpaku, seakan tidak percaya dengan apa yang Rey katakan barusan. Tapi ucapannya yang serius membuat semuanya yakin bahwa Rey sedang tidak berbohong.

"Rey?" lirih Isnawati terdengar pekik.

Remaja itu mengangguk pelan seraya terkekeh, "kalian percaya?" tanyanya dengan gelak tawa menggelegar, "mana mungkin aku bersekutu dengan iblis. Terus ngapain kalo aku bersekutu masih shalat, ngaji, kalian semua juga tau kan? Itu engga mungkinlah!" sanggah Rey dengan semeriah senyuman bohong.

"Gua bilang apa, engga mungkin Rey ngelakuin itu semua!" tambah Erik terdengar menang.

Laras membulatkan matanya tajam, matanya tidak henti-hentinya menancap tatapannya kepada Rey, "bohong! Dia bohong! Jangan percaya ucapannya!" seru Laras frustasi.

Entah harus percaya kepada siapa, namun sejauh yang mereka ketahui tentang Rey. Dia adalah orang yang jujur, dan taat dalam beribadah. Jadi rasanya tidak mungkin jika Rey melakukan itu semua. Terlebih Laras tidak terlalu taat dalam beribadah, bahkan ia sering kali bercanda dengan kebohongannya. Jadi sedikit sulit di percayai ucapannya.

Rey tiba-tiba melangkah mendekati Laras, seraya merebut Buku milik kakeknya itu, "terserah, kamu mau ceritain apa tentang aku, yang pasti aku engga kaya gitu." ujar Rey sambil mengambil buku itu dari tangannya.

Laras menjatuhkan air matanya, badannya bergetar, ekspresi wajahnya hancur. Dia hanya terdiam seribu kata, rasanya percuma jika ia kembali berucap, semuanya tidak akan percaya.

Rey langsung keluar dari ruangan itu meninggalkan semua teman-temannya yang masih dalam keadaan bingung. Mereka masih sedikit penasaran dengan situasi saat ini.

"Udah, mending sekarang kita bubar ke kamar masing-masing, siap-siap sebentar lagi magrib. Kalo Riri nanti gua sama Shadam yang bantu pindahin ke kamarnya." ujar Sopyan membuat semuanya mengangguk menyetujui perintahnya.

Sedang pria dengan napas tersengal-sengal itu berlari kecil menjauhi bangunan yang baru saja hampir membuatnya mati di hadapan teman-temannya. Reynaldi Praja, remaja itu terus menggerutu ketakutan sesambil bercampur dengan hawa nafsunya yang terus meneriaki dirinya agar semakin kesal.

Tepat di bawah pohon pinus yang cukup besar, Rey terduduk menyandar di kaki pohon sambil memeluk buku tua itu. Cahaya remang dari villa terlihat sedikit temaram menerangi tempat itu. Rey terus berusaha untuk bisa menghilangkan rasa takutnya, namun tetap perasaannya masih belum kondusif untuk bisa tenang. Beberapa kali ia mencoba menarik napas gusarnya dan perlahan menumpahkannya.

Beberapa saat, remaja itu teringat tentang kematian Imam. Sebelum semua kejadian itu terjadi, Rey memang melihat sesuatu yang ganjil. Rey melihat sosok hitam besar namun nampak seperti asap di lapangan futsal saat itu, sosok itu nampak tersenyum dengan taring berwarna putih sebelum berlari menghampiri Imam. Ia juga melihat sosok besar itu mendorong tiang listrik hingga terjatuh dan mengenai Imam. Sayangnya saat ia hendak menolong semuanya sudah terjadi. Juga saat kejadian Laras terjatuh, awalnya ia melihat sosok wanita di tenda mobilnya namun beberapa saat setelah hilang ia juga melihat sosok hitam seperti saat di lapangan futsal dulu.

Rey juga teringat dari perkataan setiap hantu yang ia bantu, mereka selalu berkata 'tutup'. selalu berkata seperti itu, Jefri, hantu di toilet, hantu di gerbang sekolah, hantu di jalan, dan hantu-hantu lainnya yang pernah ia bantu. Cepat-cepat ia membuka lembaran buku tua yang sudah lepas dari sampulnya, mencari maksud dari semua kejadian yang sudah ia alami.

"Apa yang sebenarnya sudah ku buka, kenapa mata batin ini masih menyeruak layaknya tidak ada kata tutup?" lirihnya seraya terus menggulit lembaran-lembaran kertas itu.

Muhal [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang