15¶ Kisah Tragis Lee

423 112 36
                                    

Setelah shalat Isya di mesjid, remaja berparas sempurna itu berjalan dengan bertasbih, membacakan pujian-pujian kepada Allah, untuk hari-hari yang cukup sulit ini, Rey merasa dirinya sudah jauh dengan Tuhannya, maka dari itu ia memilih untuk kembali lebih dekat lagi, seperti dulu. Entah kenapa setelah kejadian-kejadian aneh itu, Rey malah jarang beribadah lagi, dia takut ketika melakukan shalat bahkan dia takut ketika melakukan wudhu. Karena setiap kali dirinya hendak beribadah selalu saja ada kejadian aneh yang menimpanya. Seperti contoh saat ia bangun dari tidurnya, ia selalu mendapati dirinya sendiri sedang shalat di samping ranjang. Lalu sering juga saat hendak shalat tahajjud ia selalu mendengar suara yang membisik di telinganya. Karena itulah ia selalu takut saat akan melaksanakan shalat.

Sarung hitam dan kemeja muslimnya terlihat selaras untuknya. Mata hitamnya terus menyusuri langkah kakinya yang tertuju kepada rumah sederhana yang berdiri tidak terlalu jauh itu. Saat helaan napas, Rey menghentikan tasbihnya, karena ia menyadari di belakangnya ada seseorang yang mengikuti.

Remaja itu menahan langkahnya untuk berhenti, lalu perlahan matanya melirik ke arah samping kanan yang di ikuti oleh kepalanya, dan menariknya hingga kebelakang. Rey menghembuskan napas gusarnya. Ia kembali menoleh kedepan lalu melanjutkan langkahnya lagi. Baru dua langkah, ada tangan yang menyentuh pundaknya.

"Udah Lee, gua gamau denger apa kata lu lagi," ujar Rey seperti menyerah.

"Aku minta maaf, tapi aku temanmu," jawabnya terdengar membisik, "aku harus terus mendampingimu ke jalan yang baik."

Rey mengerutkan keningnya hingga berlipat-lipat, "Maksud lu?!" serunya, "gua gak baik?!"

Lee menggeleng cepat, meskipun Rey tidak melihat namun itulah jawabannya, dia lebih memilih diam setelah itu.

Rey melanjutkan langkahnya lagi, ia melepaskan pegangan tangan Lee pada pundaknya.

"Dulu katamu, aku ini temanmu," kata Lee.

Langkah Rey kembali terhenti, ia menoleh lagi ke belakang, di lihatnya sosok itu tengah menunduk. Ia terlihat seperti bersalah dan malu.

"Bolehkah manusia bersahabat dengan hantu?" tanya Rey seketika.

Lee mendongak menatap Rey, mendengar pertanyaan Rey seakan-akan mereka tidak bisa di takdirkan untuk bersama. "Mungkin boleh, dan pasti boleh, asalkan kamu jangan terlalu percaya padaku." jawab hantu itu.

Rey menghembuskan napas berat, ia lalu berjalan lagi dan berhenti di halaman rumahnya. Entah saat itu mengapa ia malah memilih duduk di kursi teras depan rumahnya dibanding masuk ke dalam.

Lee masih mengikuti, ia ikut duduk di kursi yang terbuat dari bahan kayu jati itu, bersebelahan dengan Rey.

"Aku pikir dulu kamu manusia," kata Rey tiba-tiba membuka obrolan.

Lee melirik, "Aku kira dulu tidak akan ada yang bisa melihatku." ujar Lee.

Rey meliriknya, "dulu?" tanyanya sambil berpikir, ketemu! remaja itu seketika membelalak, "Berarti sejak dulu mata batinku sudah terbuka? Tapi kenapa-" katanya menggantung.

Lee tersenyum, "sebenarnya sejak dulu mata batinmu sudah ada di ambang, namun kamu hanya bisa melihat roh-roh orang yang meninggal saja, kamu belum bisa melihat bangsa jin." ucap Lee menjelaskan.

"Maksudmu?" Rey tidak percaya, "aku sejak dulu bisa melihat roh?" tanyanya sambil berpikir, "tapi kenapa aku ga sadar ya?" pikirnya lagi dengan alis yang saling bertemu.

Lee mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban.

"Berarti kamu roh?" tebak Rey seraya menunjuk ke arah Lee.

Lee mengangguk pelan, terlihat saat Rey mengatakan pertanyaan itu, Lee terlihat seperti sedih.

"Ngomong-ngomong, lu mati karena apa?" tanya Rey tiba-tiba.

Muhal [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang