Diskusi Umum yang dinanti-nanti tiba. Sebenarnya ini merupakan salah satu langkah yang harus ditempuh calon anggota baru selain proses magang selama satu bulan agar bisa menjadi anggota tetap di LPM Sriwijaya ini, yaitu membuat event untuk umum sebagai bentuk magang organisasi. Dari angkatan ku sendiri memilih untuk mengadakan Diskusi umum, yang kini dilaksanakan di gedung seminar FEB lantai dua.
"Hari ini adalah hari kita, mohon kerjasamanya. Kita harus yakin Diskusi umum ini akan sukses." kata sang ketua panitia meyakinkan anggotanya.
"Yaa.." seru dari ku hampir bersamaan dengan yang lain.
Kulihat jam di tanganku, setengah jam lagi diskusi umum akan dimulai. Persiapan nampak sudah cukup matang, aku pun memutuskan untuk duduk di pojokan bersama Tiara sembari menunggu pembicara dan yang lain datang.
Ketika cukup lama aku duduk, pembicara datang dan telah disambut oleh sang ketua. Lima menit kemudian diskusi umum pun dimulai banyak orang-orang yang datang menyusul, kursi yang tadinya setengah kosong kini mulai terisi penuh makanan pun mulai dikeluarkan oleh seksi konsumsi Tiara nampak sibuk menyiapkan semua makanan dibelakang ruangan.
Mataku mencari Gisa kesana-kemari yang sampai saat ini belum juga tiba disini, padahal aku ingin cepat-cepat mengembalikan buku yang kupinjam seminggu yang lalu. Aku duduk di pojokan sendirian, mata ku mencoba fokus ke depan dan telinga ku mencoba mendengarkan apa yang disampaikan oleh pembicara. Sampai pada akhirnya fokus ku terpecahkan ketika aku melihat sosok yang kutemui malam itu di swalayan, sosok itu datang dengan tas hitamnya ia mulai melepas sepatu nya dengan susah payah dan diluar dugaan ku sosok itu berjalan kearahku dan duduk di sebelah ku. Entah kenapa perasaan ku kala ini baik baik saja, bahkan jantungku tidak berdebar hebat seperti waktu bertemu di swalayan, namun tetap tenang dan normal. Sungguh aneh rasanya merasakan perasaan yang berbeda pada orang yang sama.
"Snacknya mana nih Na?" ujarnya membuka pembicaraan.
"Baru disiapin dibelakang Mas." jawab ku singkat, sedikit kutelohkan pandangan ku pada sosok itu, namun tetap sama saja ia tak melihatku saat ia mengajak ku bicara. Aku hanya terdiam sambil berpikir tentangnya, kenapa dia seperti ini.
"Oya itu buku mu?" tanya nya lagi seraya menunjuk buku yang ada disampingku.
"Bukan Mas, ini punya Gisa."
"Kamu pinjem?"
"Iya..." ku menoleh kearah nya, namun tetap saja sama, Ia tak menoleh sama sekali.
"Suka novel kah?"
"Hehe.. Iyaa.." jawab ku canggung.
"Aku ada novel nih, mau pinjem ngga?" tawarnya sambil menyodorkan novel dengan tebal kurang lebih tiga centimeter bercover pink.
"Wahh.. Bilqis, ini novel yang aku cari." ucapku tanpa sadar.
"Bagus dong. Nih pinjem aja dulu."
Tawarnya sekali lagi, aku pun mengambilnya."Makasih mas.."
"Iyaa.. Bawa aja dulu, ngga usah buru-buru yang ngembaliin."
"Aa.. Iyaa.." jawabku tak enak.
Kami mengobrol cukup sering. Tapi tak sedikitpun aku melihat matanya menatap kearah ku ketika kami sedang berbicara. Ini sungguh aneh karena sempat beberapa kali aku mendapati ia tengah berbicara dengan perempuan lain dan tetap menatapnya sesekali, aneh. Kenapa dia seperti itu tanya ku dalam diam, sampai-sampai materi diskusi tak terdengar begitu jelas karna aku terlalu tenggelam dalam pikiran ku sendiri.
tiba-tiba suara Tiara menyadarkan ku yang entah bagaimana dan kapan ia tiba dan duduk dibelakang ku.
"Na, besok mau ikut ngga cari buku?"
"Boleh, boleh" jawab ku antusias.
"Okey, besok jam 3 sore ya. Sama Mas Musa dan Mba Vitta"
Hah? Kagetku dalam batin ketika mendengar nama sosok yang duduk disampingku saat ini disebut oleh Tiara. Yaa Mas Musa instruktur layoutku, tak kusangka besok aku akan pergi bersama nya. Yaa meskipun ada Tiara dan Mba Vitta juga sang instruktur Nulis dan Foto ku, tapi tetap saja pergi dengan laki-laki yang aku sukai menjadi seperti sebuah pantangan dalam diriku, walaupun sejujurnya dalam pikiran, aku sadar ini bukanlah hal yang aneh dan bisa dibilang sangat wajar. Namun tetap saja terasa aneh bahkan sangat aneh di dalam hatiku.
"Ya kan Mas?" Gisa menolehkan kepala kearah Mas Musa.
"Iyaaa Sa.." Jawab Mas Musa singkat.
Aku tersenyum palsu pada Gisa.
"Yaudah okay deh.. besok aku jemput kamu ya Ra.." jawabku sambil menenangkan gejolak yang tengah terjadi di jiwaku.
"Siap.. Siapp.." jawab Tiara singkat.
Tak terasa acara diskusi selesai. Aku beranjak dari tempat duduk dan mengabaikan sosok yang tadi duduk disampingku.
"Panitia semua kumpul dulu. Membuat lingkaran." perintah sang ketua panitia.
Segera kuposisikan diriku sesuai instruksi.
"Acara sudah selesai, aku harap panitia langsung membereskan dan membersihkan tempat. Kita pinjem bersih maka selesai juga harus bersih. Tidak ada panitia yang boleh pulang duluan sebelum semua selesai." ujarnya.
Kami semua hanya mengangguk dan segera menjalankan instruksi.
Semua panitia sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, ada yang memungut sampah ada yang menata kursi, ada yang melipat alas meja sampai ada yang menyapu. Dengan begini pekerjaan cepat terselesaikan."Semua ayo foto dulu"
Teriak salah satu kakak tingkat dengan baju biru nya yang merupakan pemimpin umum di LPM Sriwijaya."Yoi Za.. yok semua kumpul jadi satu rapet baris yang rapi. Aku foto."
Yaa.. Mas Freza nama Pemimpin Umum itu, dan yang berteriak mengatur posisi foto adalah Mas Fiki. Kami pun berfoto bersama berkali kali dan sempat membuat boomerang.Setelah acara benar benar usai orang-orang membubarkan diri masing-masing. Kulihat dua sosok berbaju biru tengah mengobrol di pojok ruangan. Lalu salah satu darinya menghampiri ku dan berkata.
"Kata mas Freza kalian luar biasaa.." ucap sosok itu dengan senyum puas diwajahnya yang tak lain adalah ketua panitia acara tadi.
Aku pun ikut merasa bahagia dan puas, sampai aku tidak tahu kapan kepergian dari Mas Musa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Philophobia
Teen FictionAku adalah gadis biasa yang secara kasat mata sehat secara fisik, pun begitu sehat secara mental dimata mereka orang-orang awam yang mengenalku hanya sebatas identitas. Lena Lesmawati, umur 19 tahun, salah satu mahasiswi di perguruan tinggi swasta...