Sriwedara yang Nyaman

15 4 0
                                    

Jam menunjukan pukul setengah tiga sore, Aku masih setia dengan baju tidur yang kukenakan sejak tadi pagi. Malas sekali rasanya bersiap-siap untuk pergi, ku ambil hp ku di atas meja kayu kecil samping pintu masuk berniat mengabari Tiara bahwa aku tidak jadi ikut mencari buku.

Tiara LPM
                             Ra, aku ngga jadi ikut.

Loh.. Kenapa Na?

                            Gapapa Ra.

Jangan gitu dong, nanti aku
bareng siapa?

                             Sama mba Vitta ya..

Ngga. Ngga mau, aku ganti yang jemput kamu deh.

Aku tak membalas pesan Tiara. Aku ingin tidur saja. Ku cari posisi ternyaman ku untuk tidur. Ketika pandangan ku mulai menyipit.

*tokk.. tokk.. tokk..

"Assalamu'alaikum... Lenaa.."

Aku membuka mataku, seperti suara Tiara.

"Iya.. Wa'alaikumussalam, masuk aja Ra.."

*klek..
Suara pintu terbuka

"Hai Lena.."

"Hai Ra.. Sini masuk."

"Kok kamu belum siap-siap sih Na.." tanya Tiara dengan muka memelas seraya menutup pintu.

"Ah.. Males Aku Ra.."

"Jangan gitu dong.. Kamu tega sama aku.. Aku dah siap lo.. Liat" Tiara memutar-mutar badannya seperti orang yang tengah berdansa.

"Yah.. Gimana ya.." aku melihat kearahnya dengan tatapan jengah.

"Ayolah Na.." rengek Tiara dibuat buat

"Iya la.. Aku mandi dulu." jawab ku seraya berdiri.

"Yeyy!!" seru Tiara keras.

*30 menit kemudian aku selesai dengan persiapanku.

"Yokk berangkat.." seru Tiara.

"Sholat ashar sekalian lah.."

"Oya.. aku ambil wudhu dulu."

Setelah selesai aku dan Tiara berangkat, kami janji akan bertemu dulu dengan Mba Vitta dan Mas Musa di depan kampus dua.

"eh Na, itu Mba Vitta sama Mas Musa." tangan Ara menujuk kearah mereka. Mata ku mengikuti arah tangan Ara mengarah dan kudapati mereka tengah menunggangi sepeda motornya masing-masing.

"Aa iya.." kujalankan sepedaku ke arah dua instruktur magang ku itu.

"Hai Lena.. Hai Tiara.." sambut mba Vitta kepada ku dan Tiara dengan senyum manis andalannya.

"Haii.. Mbaa Vitta.." respon Tiara heboh.

Mataku melihat ke arah Mas Musa, lagi lagi ia menunduk.

"Yok Mba, Mas berangkat" ajak ku pada mereka.

"Eh kita pergi ke Sriwadara aja ya.. Aku pengen cari buku-buku bekas." ajak mba Vitta melihat ku.

"Boleh mba.. Boleh." angguk ku menyetujui ajakan Mba Vitta.

Sriwadara memang markas bagi buku-buku bekas layak baca. banyak ruko ruko penjual buku berdiri kokoh di bahu jalan. Kami berempat tancap gas dengan pelan, diawali oleh mba Vitta, Aku dan Tiara lalu ditutup oleh Mas Musa. Diperjalanan, kami hanya menghabiskan waktu 15 menit karna memang jarak Sriwadara dengan kampus lumayan dekat. Setelah sampai kami parkir dihalaman depan salah satu ruko penjual buku, dan memutuskan untuk menyusuri ruko yang berada di bahu jalan dengan berjalan kaki santai.

Aku berjalan di belakang Mas Musa. Tiara dan Mba Vitta berjalan lebih dulu didepan Mas Musa mereka terlihat sangat antusias. Aku mencoba dengan keras menyibukkan mataku untuk melihat ke arah ruko ruko ini. Mencoba mencari buku yang menarik untuk dibaca. Rasanya aku ingin menyusul Mba Vitta dan Tiara tapi disisi lain Aku tak tega meninggalkan Mas Musa sendirian.

"Kamu suka buku jenis apa?"
Tanya mas Musa menoleh kearahku.

Terkejut aku menundukkan pandangan ku.

"Aku lebih suka novel." jawabku menegakkan pandanganku kembali.

"Coba cari kesitu," ajak Mas Musa menunjuk ruko yang berada di ujung jalan.

"Baiklah.. " ku anggukkan kepalaku isyarat setuju.

Aku dan Mas Musa berjalan beriringan, dan sesekali mengobrol singkat mengenai segala hal. Perasaanku kali ini biasa saja, bahkan merasa tidak spesial sama sekali, merasa bahagia tidak, merasa antusias juga tidak. Sepertinya aku telah berhasil berdamai dengan perasaanku sendiri.

"Oya Na.. Si Gisa mau nikah minggu depan ya.."

"Iya mas.. Mas Musa juga diundang buat dateng?"

"Iya nih.. Kamu juga diundang?"

"Iya... Katanya anak Sriwijaya yang diundang cuma anak-anak dari kelompok Detik aja."

"Ooo... Gitu. Oh ya, gimana layout nya masih ada yang bingung ngga? Magang tinggal dua minggu lagi lo."

"Itu.. kadang aku masih bingung kalo nge crop foto, sama bagian bikin kotak-kotak buat isi berita juga masih bingung ukurannya." aku terus menatap kedepan.

"Yaudah besok pelatihan lagi ya yang kedua, kemarin kan ngga jadi gara-gara ada Diskusi Umum, nanti pelatihan ketiga dan keempat aku rangkap di minggu ke empat aja."

"Iyaa mas, boleh." aku tetap tidak merubah fokus pandangan ku.

"Trus gimana pelatihan sama mba Vitta?" tanya Mas Musa lagi.

"Udah dua kali kemarin si mas, sehari sebelum pelatihan layout kemarin."

"Ada kesulitan?"

"Untuk nulis enggak, tapi kalo foto yaa bisa la dikit-dikit."

"Kalo ada yang ngga ngerti langsung tanya aja gapapa, biar nanti kamu bisa lolos ketahap selanjutnya."

"Iya mas, diusahakan." aku mengangguk.

Suasana kembali hening. Entah kenapa aku tidak bisa crewet dengan Mas Musa. Tak seperti aku ketika mengobrol dengan Vanza, Oka, Dito dan teman laki-laki yang lain. Ketika sampai di ruko ujung jalan. Mas Musa kembali mengajaku bicara.

"Oya Na.. Aku dapet novel Bilqis disini.. kamu cari novelnya disini aja siapa tau ada yang buat kamu tertarik"

Aku hanya mengangguk dan mulai memilih milih buku yang kira-kira bagus.

"Na.. Aku beli minum dulu ya.."
Pamit Mas Musa tiba-tiba.

"Iyaa.." jawabku singkat.

Aku mencari cari cukup lama. Sampai aku menemukan buku yang menarik dimata ku, buku dengan cover gelap berjudul Komik Pahlawan Islam Muhammad Al Fatih #2 Kebangkitan, tak pikir panjang aku menukar uangku dengan komik ini. Tak lama setelah aku membeli komik, Mas Musa datang dengan dua cup gelas berisi es teh ditangannya.

"Nih Na buat kamu.." ucap mas Musa seraya menyodorkan satu cup gelas itu kepadaku.

"Wah.. Makasih mas" jawab ku spontan bahagia karena mendapat minuman gratis.

"Dapat buku apa?" ucap mas Musa lagi.

"Nii.. " jawab ku m menunjukan komik bercover gelap ini.

"Pinjem.. Coba." ku berikan Komik ini pada Mas Musa, ia pun mengambil nya dan berjalan santai seraya membuka buka komik milikku itu dan duduk diatas kursi panjang yang berada dibawah pohon, kulihat ada beberapa orang juga tengah duduk di kursi itu. Aku pun memutuskan mengikuti langkahnya dan duduk disampingnya. Ia terus sibuk membuka halaman demi halaman komik. Merasa bosan aku pun mencek hp untuk melihat jam.

"udah jam 5 lebih." ucapku tiba tiba.

"Lebih berapa?" respon mas Musa.

"Lebih lima belas, btw mba Vitta sama Tiara kemana si?"

"Ngga tau tuh.. Biarin aja dulu. Vitta bilang ke aku kalo dia perlu buku banyak banget buat jadi sumber referensi penelitian dia. Mungkin si Tiara bakalan capek diajak muter muter sama si Vitta." jawab Mas Musa sambil tertawa.

Aku pun ikut tertawa mendengar Mas Musa yang tertawa lepas.

PhilophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang