Aku merasa tak enak dan sangat terganggu dengan perasaan ku ini, perasaan yang merupakan dampak dari kenyataan bahwa aku akan pergi esok bersama orang yang ku kagumi dan orang yang ku sukai. Tak bisa ku bayangkan jika aku harus menyusuri jalan bersama dengannya, mengendarai sepeda motor dibelakangnya, dan melihat ia selama beberapa jam lamanya. Rasanya aku ingin melewati hari esok saja dan berharap hari esok tidak ada. Perasaan ini membuatku merasa sangat kurang, tidak pantas, dan bahkan rendah diri bagi orang yang aku sukai. Melihatnya yang begitu kalem dan sabar juga mengetahui ia cukup sholeh dan bertanggung jawab semakin menenggelamku pada rasa yang tidak pantas aku rasakan.
Rasa-rasa ingin ku buang saja rasa suka dan kagumku pada nya dan membiarkan nya mendapatkan wanita yang lebih baik dariku, lebih cantik dariku, lebih sholehah dariku, lebih pintar dariku dan lebih sempurna dariku, seperti...
"Wanitaa itu..."
Aku teringat dengan wanita yang sempat mengobrol dengan ku dan Dito ketika di BAA, ia bahkan sempat menyebut nama Mas Musa dan bahkan mengambil tas Mas Musa."Apaa dia... Pacarnyaa..?" aku bertanya-tanya sendirian.
"Ah.. Rasanya tidak mungkin..." mengingat peringai Mas Musa yang kalem dan seperti laki-laki polos dimataku. Sepertinya tidak pas jika aku mencapnya seperti itu.
"Apa mungkin... diaa calonya..." aku teringat ketika aku mengulurkan tas pada wanita itu sempat terlihat cincin emas pada jari kirinya dan tipe-tipe seperti Mas Musa yang sholeh tidak menutup kemungkinan jika ia lebih memilih tunangan daripada pacaran.
"Apa.. Benar seperti itu...?" tanyaku pada diriku sendiri, mengingat juga Mas Musa telah memasuki semester lima masa perkuliahannya mungkinan jika dia sudah memiliki calon.
"Aaa.." teriak ku semu merengek, mengasihi diriku ini.
Kenapa si Len kamu bisa kayak gini... ini bukan masalah yang berat, tapi kenapa sampe bisa buat kamu kaya gini. Ini cuma hal wajar, hal yang sangat wajar. Lagipula pergi bersama bukan berarti ada sesuatu kan. Dan menundukan pandangan ketika berbicara bukan berarti ia suka kan sama kamu, toh esok kamu pergi ngga cuma sama dia.. Ada Tiara sama Mba Vitta juga.
Nasehatku pada diriku sendiri.Tapi kenapa waktu diskusi umum ia duduk disebelahku, padahal masih lumayan banyak kursi duduk lain yang cukup kosong. apa karna biar bisa cepat pulang tanpa diketahui orang lain? mengingat tempat duduk ku dekat dengan jalan keluar? Lagi pula aku juga tidak tau kapan dia pulang, seperti ia pergi buru-buru, Ah sudahlah abaikan perasaan ini Len. Ingat dia bukan siapa siapa kamu, dia bukan orang yang penting bagimu, dia hanya sebatas guru untukmu. yaa.. Guru! dan laki-laki itu penuh tipu muslihat. Jangan sampai kamu jatuh cinta sendirian dan luka sendirian. Ingat itu Len.. ingat..
Aku merasa sedikit lebih baik setelah berargumen hebat dengan diriku sendiri dan aku mulai menenangkan pikiran serta hatiku, aku menanamkan pada otak ku
bahwa tidak ada perasaan suka, cinta, atau apapun itu yang ku jatuhkan pada seseorang, sampai suatu ketika perasaan itu tersampaikan oleh kata kata yang keluar dari mulut seorang pemilik rasa itu sendiri secara langsung padaku, dan dibuktikan dengan niat menjalin hubungan ke jenjang lebih serius.
Ya... Aku benar-benar cukup baik sekarang dan aku bisa tidur lebih nyenyak malam ini.
"Selamat Tidur Lena.. Mimpi Indah.. Semoga kamu segera sembuh." ucapan Selamat Malam dari ku pada diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Philophobia
Teen FictionAku adalah gadis biasa yang secara kasat mata sehat secara fisik, pun begitu sehat secara mental dimata mereka orang-orang awam yang mengenalku hanya sebatas identitas. Lena Lesmawati, umur 19 tahun, salah satu mahasiswi di perguruan tinggi swasta...