Suasana sore di Sriwadara begitu nyaman bagiku, lampu-lampu jalan mulai menyala satu persatu namun masih kulihat disekelilingku banyak orang yang berlalu lalang dan melakukan aktivitas mereka masing-masing. Lensa mataku merekam varian kejadian di Sriwadara ini, ada seorang bapak yang tengah menyapu jalan, ada mba-mba yang berlari-lari kecil, ada seorang ibu tengah mempersiapkan dagangan, dan bahkan ada anak kecil yang sedang bermain main di pinggir jalan. Sungguh pemandangan yang menenangkan. Di jalan Sriwadara memang tak banyak pemotor yang lewat hanya ada satu dua tak lebih dari delapan.
Suara adzan maghrib terdengar merdu, tak hanya di tempat ini, sayup sayup kudengar suara adzan dari tempat lain juga. mereka terdengar seperti saling berlomba lomba menyerukan panggilan kemenangan. Di seberang jalan kulihat dua sosok perempuan datang menghampiri ku dan Mas Musa. Mereka tampak keberatan membawa banyak buku, menyadarinya aku menghampiri dan mencoba membatu pun begitu dengan Mas Musa.
"Aduhh... Berat.." keluh Tiara
"Sini.. Sini bagi aku setengah.." tawarku membantu.
Tiara menaruh delapan buku setebal lima centimeter di atas trotoar lalu kuambil sebagian atasnya dan sebagian bawah diambil oleh Mas Musa. Mba Vitta nampak membawa tiga buku yang tebalnya dua kali lipat dari yang dibawa Tiara.
Kemudian kami berjalan melidi menuju tempat dimana sepeda kami parkir dan memutuskan untuk segera ke Masjid untuk menunaikan ibadah wajib.
Setelah selesai ibadah, kami berempat mencari warung untuk beristirahat dan singgah makan.
Setelah berputar-putar dan mencafi cukup lama akhirnya kami memilih singgah di warung makan lesehan seafood dekat alun-alun utama kota Malang di pinggir jalan, kami duduk melingkar mengikuti bentuk meja.
Letak Sriwedara memang sangat strategis, jika kamu mengambil arah kanan kurang lebih satu setengah meter maka kamu akan sampai di Zafirra Mall yang terkenal sangat luas dan lengkap, Mall itu juga selalu ramai dikunjungi oleh pengunjung. jika kamu mengambil arah kiri dari Sriwedara maka kamu akan sampai di Alun-alun utama kota Malang yang sangat ramai dan banyak sekali penjual disana yang menjual varian produk maupun jasa.
"Beli buku banyak banget Ta." Mas Musa membuka obrolan diantara kami."Iya nih Mus, ada tugas literasi ngerangkum minimal sepuluh buku."
"Weh.. Sepuluh buku mbaa?" tanyaku terheran-heran.
"Iyaa.. Bener.." mata Mba Vitta membulat di ikuti anggukan kepala untuk meyakinkan ku.
"Wahh emang yaa.. Semakin tua semester semakin banyak tugas." timpa Tiara dengan nada bercanda.
"Wah iya ya.." ikut-ikut Mas Musa seraya menyatukan telapak tangan dan berlakon seperti sedang menghormati ratu dihadapan mba Vitta.
Melihat tingkahnya aku dan Tiara merasa terhibur, tak kusangka dibalik perigai kalem nya ternyata Mas Musa adalah orang yang cukup humoris.
"Hahahah" tawaku dan Tiara menyatu.
"Eh, Btw kalian di undang kepernikahan Gisa kah?" tanya Mba Vitta menghentikan tawa kami berdua.
"Iya mba.." jawabku.
"Berarti ini anak Detik diundang semua?"
"Si Gisa bilangnya gitu mba" seru Tiara.
"Trus kalian berangkat nya gimana?" tanya mba Vitta lagi.
"Kalo aku bareng sama Lena aja yah.." ucap Tiara melihat kearahku.
"Boleh.. Boleh.." aku mengangguk.
"Yaudah kalo gitu aku bareng kamu aja ya Mus.." Mba Vitta melihat kearah Mas Musa lalu mengangkat kedua alisnya.
Mas Musa hanya melirik ke arah Mba Vitta."Ogah.. Aku udah bareng sama Oka." tolak Mas Musa.
"Sama Lala aja mba.." Saranku.
"Oiya.. Lala, tapi besok tetep bareng ya. Ketemuan dulu dikampus kaya tadi."
"siapp mbaa" jawab ku mengangkat jempol tangan kanan isyarat setuju.
Makanan datang, kami pun makan dengan lahap dan tenang. Setelah selesai makan, aku membantu membereskan buku milik mba Vitta dan menaruhnya di jok motor bagian belakang.
"Tiara kamu nebeng aku aja. Lena gapapa ya pulang sendiri? Aku ngga bisa bawa buku ini sendirian." tawar mba Vitta padaku dan Tiara.
"asiapp mba Vitta.." kata Tiara tersenyum.
"Iya mba.. Gapapa." responku setuju.
Kemudian kami pulang dengan mengenderai sepeda motor masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Philophobia
Novela JuvenilAku adalah gadis biasa yang secara kasat mata sehat secara fisik, pun begitu sehat secara mental dimata mereka orang-orang awam yang mengenalku hanya sebatas identitas. Lena Lesmawati, umur 19 tahun, salah satu mahasiswi di perguruan tinggi swasta...