Haechan menatap lamat - lamat tumpukan kertas hasil ujiannya—tidak buruk, nilainya nyaris sempurna. Kau tahu apa? Mark mengajarinya. Iya, Mark mengajari dirinya. Dan, hebat sekali Haechan ingin dan tidak menolak—terlebih Mark dan belajar adalah dua hal mengerikan yang ia temukan dalam poros hidupnya.
"Terimakasih sudah mengajariku," Bisik Haechan pelan, entah itu terdengar atau tidak, omega itu langsung berlari keatas. Egonya masih terlalu tinggi untuk sekedar mengucap ucapan terimakasih kepada Alpha itu. Sementara Mark hanya tersenyum—melihat siluet mate nya yang masuk kedalam kamar. Senang sekali hatinya, Haechan menjadi pribadi yang lebih terbuka dan melunak. Haechan bisa membeberkan rahasia yang selama ini ia tutupi—bagaimana dengan Mark?
Hey, ia baru saja mendapatkan kebahagiaannya sekarang. Ia takut Haechan akan menjauh lagi—membuat Omega itu mendekati dirinya butuh waktu satu setengah tahun untuk sekedar mendekat, ia tak ingin semua terenggut darinya sebentar saja.
Mark hanya ingin kebahagiaan yang dimilikinya nyata. Mark hanya ingin balasan dari afeksinya itu benar karena adanya rasa, bukan ikatan.
-----
"Na."
"Hum?"
"Menurutmu, kalau melihat seseorang membuat hatimu berdebar dan kau memikirkannya terus, apakah itu benar - benar jatuh cinta?"
"Eh? Kau jatuh cinta dengan mate mu, huh?" Jaemin menampakkan wajah menggodanya, tatapannya membuat Haechan segera merengut kesal, "Aku hanya bertanya,"
"Karena kau mengalaminya, kan?" Jaemin semakin gencar menggoda, telunjuknya ia tusuk - tusukkan pada pipi gembul milik Haechan. Tatapannya sangat menyebalkan membuat Haechan ingin melemparnya ke tong sampah, "Aku tidak—,"
"Lee Haechan, kamu ingin terus bicara atau keluar?" Guru yang sedang mengajar di depan menatapnya jengah, mungkin ia bosan harus menegur Omega itu untuk keberapa ratus kalinya. Si Lee hanya memutar bola matanya jengah, menatap chairmate nya dengan tatapan mengancam. "Sst! Jangan berisik!" Bisiknya kesal pada Jaemin yang terkekeh tanpa suara.
"Kamu berhutang penjelasan kepadaku dari beberapa bulan yang lalu, lho."
"Sialan, Na! Tidak bisakah kau diam?!" Jerit Haechan frustasi sembari menggebrak meja, sementara guru tua di depan kelas (serta anak - anak satu kelas) menatap mereka berdua jengah.
"Lee Haechan! Na Jaemin!"
-----
"Jadi—mate mu itu Mark Lee?!" Teriak Jaemin kala Haechan membeberkan segalanya. Ya, Haechan memilih menyerah karena Jaemin terus - terusan memaksanya, Omega Na itu takkan menyerah sebelum berhasil membuat si Lee yang bungkam membeberkan segalanya.
"Jangan keras - keras, Ya Tuhan." Hebat sekali Na Jaemin, dirinya bisa membuat omega itu mengingat tuhan. "Oh, Ya Tuhan! Ini fantastis dan gila bahkan kalian satu rumah! Ia menangani heat mu berapa kali, huh?" Tanya Jaemin menggoda, sekarang Omega bersurai cokelat itu ingin menceburkan sahabatnya ini di kolam ikan taman belakang sekarang.
Pipi Haechan merona mendengar kata "heat". Sudah berapa kali ya—hm, tak ingin ia hitung dan ingat. Karena pada hari kedua atau ketiga heat nya Mark pasti akan mengalami rut yang kadang Haechan harus tangani atau dia akan meminum supressant sebelum semuanya hancur lebur.
"Lantas bagaimana dengan mu, Na Jaemin? Sudah berapa kali Jeno menanganimu, huh?" Pertanyaan Haechan sontak langsung membuat si Na malu hingga telinganya memerah. Sudah—berapa? Tidak ingat, karena heat atau tidak kadang Jeno juga mengajaknya bermain.
"Jangan bahas itu!"
"Yang membahasnya duluan siapa, Tuan Na yang terhormat?" Jawab Haechan kesal—omega itu menatap kolam ikan yang ada di taman belakang sekolah. Ia jadi mengingat memori kala Mark memergokinya memanjat pagar—menarik kakinya hingga wajahnya mencium lantai. Memergokinya yang bersembunyi di taman.
"Mark my words, you'll never gets out of my sight."
Ugh, Mark benar. Aku tidak bisa lepas dari pandangannya sejak hari itu.
-----
"Mark?"
Haechan membuka sepatunya dengan tergesa, hening.
"Mark—,"
Betapa terkejutnya ia, menemukan seorang perempuan bersimbah darah di dapur. Gila, mimpi buruk apa Haechan mendapat jackpot sial seperti ini?!
"Haechan, aku—," Mark datang dari kamar mandi, nampak jelas sekali raut panik dari si Alpha. Wangi perempuan yang nampaknya omega itu semerbak disana—namun bercampur dengan darah, wanginya tidak begitu harum namun Haechan tahu pasti dia seorang omega.
"Apa yang kau lakukan?!" Desis Haechan sembari menatap Mark ngeri.
"Bear, can you keep silence? Dont be so loud."
Haechan menahan nafasnya tertahan, aura alpha mengerikan—ditambah feromonnya yang membuat omega itu pening. Tubuhnya merinding kala ia kembali mengingat perkataan Jaemin.
"Haechan—kamu tidak tahu, ya kalau Mark pernah membantai 50 orang sendirian setahun yang lalu. Saat terjadi perseteruan dengan sekolah lain,"
"Belum lagi kudengar dia penerus perusahaan keluarga Lee. Dia menyingkirkan semua perusahaan musuhnya tanpa campur tangannya sendiri—itu gila,"
"Mungkin air itu terlihat dangkal untuk sesaat, nampak begitu mudahnya untuk kau pijak. Itu cukup membuatmu tenang dan hanyut dalam pusarannya. But, no one knows, lautan air itu bisa menjadi tak berdasar, kelam, mengerikan, dan—menjadi mimpi burukmu?"
"Dont play with the water—Darl, you'll be drowned." Perkataan Mark seolah menyentaknya dari kenyataan—genangan darah itu Mark injak, dengan kakinya. Menatap Haechan tajam seolah siap mengulitinya—hey, kemana Mark yang nampak baik dan perhatian kepadanya? Kemana semua afeksi itu?
Apakah—ia akan dibuang kembali?
Mungkin sekali lagi—Mark menang benar. Ia telah bermain dengan air, yang tak berdasar. Ia tenggelam seutuhnya—dan untuk kembali keatas, ada tali tak kasat mata yang akan menjeratnya. Ia benar - benar tenggelam—sangat jauh dan dalam.
✿dissident✿
mendekati end👀
ups, isn’t that spoiler?tbh, kalian ngerasa ada plot hole tidak disini? kalo iya, ayo komen apaa ntar sebisa mungkin aku rombak^^

KAMU SEDANG MEMBACA
dissident | markhyuck
FanfictionMark ingin memberi kuasa penuh atas Haechan di tangannya, namun, sepertinya membuat omega itu patuh sedikit sulit. ➸ markhyuck omegaverse fanfiction. warn : bxb, mature, explicit sex, violence, harshwords. ( © RE0NJWIN, 2O19. ) [ COMPLETED. ]