Ambivalen | 3

124 6 0
                                    

Cahaya penerangan yang meremang, pun bersamaan dengan Air wudhu merembes jatuh kesejadah terbentang, menyejukan hati ketika bersujud diatasnya.

Tak berselang lama, setelah itu Ameera selesai dengan doa doa yang ia panjatkan, berharap semua akan baik baik saja. Memohon agar kehidupan masa lalu yang telah lalu dan masa akan datang selalu diberkahi oleh-Nya.

Iapun berharap, jikalau memang harus kembali dipertemukan oleh takdir dengan Aaron, semoga saja hidupnya dan orang orang terdekat akan selalu baik baik saja.

"Ya Allah, sesungguhnya hanya kepada engkau hamba berserah diri" akhir dari doanya, Ameera membuka Mushaf warna hijau didepan sajadah. Membacanya, menyelami arti arti yang menentramkan jiwa, seakan menjadi melodi penenang,  mengingat dzat yang telah menciptakan segala apa yang dilangit dan bumi.

Tahajjud.

Waktu sepertiga malam yang tak ingin ia sia siakan.

Disaat semua terlelap menyelam dalam mimpi, bertekuk lutut atas malam yang menguasai. Dan pada saat itulah, Ameera mulai mengadu pada tuhannya.

Selepas selesai, Ameera mencium lembut mushaf al-Qur'an. Lalu meletakan kembali ditempat yang lebih tinggi.

Mendesah kasar, mendadak ia teringat akan kehidupan lalu, saat masih jadi anak bawang, waktu itu bersama ... Aaron.

Teringat bagaimana mereka bersama, ibarat tali yang selalu mengikat mereka sampai kapan pun, tak akan pernah terlepas.

Bagaimana dulu jahilnya Ameera, mendorong Aaron kecil didanau, tempat biasa mereka bermain.

Jelas terpahat dalam ingatan. Namun lagi lagi, dengan tegas ia menolak pemikiran itu.

"Lupakan saja Ameera, dia sudah berbeda" bisiknya pelan.

Meski sesuatu tiba tiba saja berdesir pada bagian hati kecilnya, yang mana selalu saja menyuarakan, bahwa ia merindukan sosok Aaron yang dulu, dulu sekali.

Mengingat bagaimana setelah kejadian itu, membuat Ameera membujuk Wulan, Sang mama untuk meninggalkan Jakarta, dengan segala upaya tentunya.

Dan permintaan itu di sanggupi oleh Wulan.  Meski dengan banyaknya pertanyaan.

Saat itu pun, umur Ameera masih sangat belia, ketakutan dan kecemasan menyelimuti relung hati kecilnya, apalagi yang ia kuatirkan adalah, sikap Aaron yang bisa dibilang 'Aneh' menurutnya.

Ameera tumbuh berkembang dengan baik ditempat barunya.

Terlebih ia tinggal didekat paman yang mempunyai sebuah yayasan pondok pesantren.

Awal mula setelah kepindahan mereka, Wulan bersikeras agar Ameera ingin memperdalam ilmu agama ditempat pamannya, namun terbiasa hidup dan lahir diJakarta, tentu membuat Ameera menolak mentah mentah keinginan sang mama, karena itu akan sangat sulit.

Lingkungan yang berbeda, dan prosedur yang beda pula.

Apalagi saat itu, hidupnya masih menikmati masa kecil dengan bermain, kendati demikian, Ameera tetap melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar ke Sekolah Menengah.

Setelah lulus SMA.

Kabar gembira.

Bahwa Ameera tertarik ingin belajar dipondok pesantren pamannya, beberapa tahun ia belajar disana, menimbulkan aura positif pada Ameera.

Perlahan mulai menutup aurat, yang mana sebelum itu, dia selalu acuh tak acuh pada penampilan yang sangat mengundang mata lelaki diluaran sana.

Meski begitu, Ameera masih tetap harus banyak banyak belajar, tentang apa yang harus ia kejar untuk bekal Akhirat nanti, bukan hanya sebatas meraup kesenangan dunia saja.

AmbivalenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang