Semburat jingga melebur bersama tumpukan awan yang mulai tertutup perlahan oleh kabut gelap.
Tak perduli riuh suasana sekitar yang sebentar lagi akan menjemput malam. Ameera terus berjalan termenung hingga mencapai halaman rumahnya.
Jika apa yang tadi pagi ia dengar dari Saka, benar adanya. Lantas, apa yang selanjutnya akan Ameera lakukan?.
Haruskah ia menerima pernikahan yang seharusnya tidak pernah terjadi?.
Atau, Ameera hanya perlu menegaskan kembali pada dinding hatinya yang mulai goyah, bahwa ...
Aaron, tetaplah Aaron.
Bisa saja, apa yang saat ini menimpanya. Sudah direncanakan sedemikian rupa.
Terus seperti itu, Ameera bahkan tak beranjak sedikitpun saat dirinya sudah berdiri tegap didepan pintu yang masih tertutup rapat.
Namun sedetik setelahnya, pintu terbuka. Bukan Ameera pelakunya.
Melainkan Aaron yang sudah berdiri disana. Dengan pakaian casual dan sorotan iris tajamnya.
Namun ternyata, kehadirannya masih tak disadari juga. Kala Ameera masih saja melamuni hal serupa. Bahkan tanpa menyadari, jika Aaron sudah berada tepat disamping pintu yang terbuka.
Alhasil, ketika raga kembali tersadar dan berakhir ingin masuk kedalam rumah, karena semakin jauh matahari mulai bersembunyi meredupkan cahayanya.
Ameera malah tepekur sesaat, kala dahinya dibawa menabrak dada bidang milik Aaron.
Keduanya terdiam.
Ameera bergerak menjauhkan tubuhnya dengan cepat.
"Apa kau hanya akan berdiri disana sampai besok pagi, huh?"
Ameera tak menggubris. Satu satunya yang ingin ia ketahui adalah.
Kenapa Aaron kembali kerumahnya lagi?!
Melihat Ameera yang tak urung bicara juga, membuat Aaron semakin menyorot tajam. Bibirnya merapat, dengan wajah yang kembali dingin.
Sejurus kemudian, Ameera terperanjat, kala suara pintu berderit dan bergerak menutup. Namun dengan cepat ia menahannya.
"Hei!, apa yang kau lakukan?!"
"oh, kau masih sadar rupanya. Aku pikir jiwamu sudah dibawa oleh penunggu rumah ini. Ternyata tidak"
Ameera mendengkus, "tidak perlu membuat lelucon, wajahmu tidak cocok menjadi seorang pelawak" Aaron mengendik, ia tidak perduli itu.
"Sekarang katakan, sedang apa kau dirumahku?" Tanya Ameera kesal.
Aaron bersedekap, ia berdehem. Dengan cepat mengatakan. "Rumahmu?"
"Ya, tentu saja rumahku"
Aaron memajukan langkah, hingga mendekat pada Ameera.
"Aku ini suamimu, jadi ini rumahku juga"
Cetusnya kemudian.Ameera mendelik, "hah!, persepsi macam apa yang baru saja kau katakan?!"
Lagi lagi Aaron mengendikan bahu tak acuh.
"Bukan apa apa, masuklah"
Merasakan semilir angin menjemput malam bertiup, seiring kedua alis yang mulai bertaut, Ameera mengernyit.
"Tunggu dulu"
Ameera semakin tidak mengerti. Kenapa sekarang, Aaron seakan menyetir kehidupannya?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambivalen
RandomKelembutan, belum tentu menjamin cinta. Kejam, bukan berarti benar benar membenci. CopyRight2020. Kopiko_