Tulisan ini hanya didedikasikan untuk pembaca yang tulus, mampu menghargai. Jika keberatan, silahkan tinggalkan. Masih banyak cerita lain yang lebih bagus dari sekedar remahan rengginang kek tulisan saya:)
#Buangingus, hiks....
Aaron menggeram, membanting stir dengan beringas, ia berbelok memasuki pekarangan rumahnya.
Turun dengan wajah merah padam menahan emosi, Laura mengekori, mengakses belakang tubuh Aaron yang tampak menegang.
Dia... benar benar marah.
Blam!
pintu dibuka dengan paksa, masuk dengan langkah tak memelan sedikitpun.
Ketika melihat siluet tubuh seseorang tengah duduk manis di sofa dekat jendela, Aaron semakin naik stim, menghampiri seonggok tubuh yang tampak santai saja dengan kedatangannya.
"keluar dari rumah ini atau bisa kupastikan sebelah kakimu akan berpisah dari badannya!" desau napas menggempur dadanya sahut sahutan ketika tak satupun ultimatum yang ia berikan digubris oleh pria tersebut, yang kini memandangi wajah Aaron sedang menggeram marah.
Agaknya sudah tak sudi lagi hidup.
dia malah tersenyum manis dihadapan laki laki itu, lalu berpindah menghadap Laura yang tampak ketakutan mencengkram sebelah tangan Aaron.
Pria itu berdiri, mengibas jaket Bomber dengan angkuhnya.
Tak luntur sedikitpun senyum manis mematikan diwajah.
"kenapa harus buru buru sahabatku" Ia menepuk pundak Aaron, Aaron menepis kasar "aku baru saja datang, tidak kah kau menyambutku dengan sebotol wine?, dan... aku ingin sekali mengobrol bersama dengan wanita cantiku." Laura bergerak semakin bersembunyi ditubuh jangkung Aaron, saat Merasa ditelanjangi oleh tatapan intimidasi yang mengarah padanya. "hey-hey, kenapa kau bersembunyi disana, ayolah kemarin Laura kita-"
"sekali lagi kau bernapas dihadapanku maka aku akan memenuhi paru parumu dengan darahmu sendiri" pungkas Aaron cepat.
Matanya berkabut menyorot tajam.
"Ra-Rainer, pulanglah. Kehadiranmu tidak diinginkan, kumohon pergi sebelum-"
"sebelum apa?!" Laura terdiam, tangannya mencekal lengan kemeja Aaron. Menyesal telah mengeluarkan suara untuk pria seperti Rainer.
"aku kemari hanya ingin menyentuh perutmu, ada anak ku disana Laura, ayolah kemari, sudah bersembunyi dibelakangnya" oktaf suaranya merendah, Rainer mengibas tangan isyarat menyuruh Laura menghampirinya, namun dibalasi dengan gelengan.
"jangan bertingkah!!" tak kunjung redam Aaron semakin naik pitam, ia mencekal leher Rainer kuat, namun tak sedikitpun gentar dan gemetar menyapu nyalinya, malah Rainer balas mencekal leher Aaron tak kalah kuatnya.
Hingga mereka saling menerjang bersamaan, terhempas kebelakang, tubuh keduanya.
"hoho, agaknya sahabatku ini sudah belajar banyak rupanya" tuding Rainer meracau, menatap Aaron jenaka, pikirnya waktu bercanda kah?.
Ia mendekati Aaron kini, lalu gimmick wajah jenakanya meredam, berganti raut merah padam tak jauh berbeda dengan Aaron.
Kedua iris berlomba saling menumbuk yang menyalurkan energi permusuhan.
"aku lebih dari mu Aaron, hidupku jauh lebih buruk dari hidupmu, jadi... kehausanku untuk membunuh melebihi fantasi sialan mu itu" ulik Rainer sinis, seiring seringai iblis terbit diwajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambivalen
RandomKelembutan, belum tentu menjamin cinta. Kejam, bukan berarti benar benar membenci. CopyRight2020. Kopiko_