Ambivalen | 22

69 4 2
                                    

Dua keluarga sudah berhadapan, pernikahan akan dilangsungkan begitu cepat, buru buru dan mengejar waktu.

Ameera sudah bertekat, akan menikah walau terlalu nekad.

Usia muda, masih duduk di bangku Universitas, bersanding dengan pria yang lebih dewasa, seorang psikiater.

"Kamu berubah pikiran?"

Wulan duduk dikasur bersama Ameera, gadis itu terdiam

"Ameera?" sekali lagi Wulan mencoba bicara.

"Memang nya Ameera punya pilihan ma?" Tanya Ameera, menatap sendu kearah mamanya.

Wulan mengelah napas pelan
"selalu, setiap orang punya pilihan" tambahnya lagi.

Ameera terhenyuh, lagi lagi pelupuk mata menggenang, menahan sesak untuk tidak tersedu.

"Kalau pilihan Ameera adalah.., Aaron" ia berkata parau "apa Ameera bisa tetap memilih ma?"

"Aaron?"

"Ameera benci sikap Aaron ma" ia mendekat memeluk Wulan "tapi Ameera juga mencintai sisi lain dalam diri Aaron"

Terasa begitu nyeri, Terluka tapi tidak hancur, tetap bertahan meski telah babak belur.

"Pernikahan?" Wulan meyakinkan.

"Mungkin dengan Ameera bersama yang lain, Raskal atau siapapun gak bakalan terluka lagi. Aaron juga gak akan semena mena terhadap siapapun."

Wulan mengusap wajah Ameera, berteduh dalam kedua manik mata anak gadisnya.

"Sejak kapan kamu mencintai Aaron nak?"

Lagi lagi terasa perih, bibir bawahnya bergetar.

Menahan perih teramat sakit.

Menahan tangis begitu sulit.

Hingga air mata pun kembali mengalir.

Ameera tergugu "nggak tau, Ameera gak tau ma"

Ia tak pernah menyadari, hatinya selalu berteriak menyerukan Aaron.

Wulan semakin mengeratkan pelukan.

Ia tahu, perih seperti apa yang Ameera rasa.

-o0o-

Hampir saja, menembus tubuh nya. Rainer tersenyum setan

"Kau menyerangku dari belakang?" Rainer bertanya sarkas, Aaron mengumpat sial dibatin. "Pengecut!"

Sebelum Rainer ingin mencapai Aaron, Laura lebih dulu membungkuk dan mengambil kembali pisau yang sempat terjatuh.

"Jangan coba-coba!" Ancam Laura, kembali mengacungkan ujung pisau yang berkilauan.

"Laura cukup!" Sergah Aaron.

urusan laki laki, tidak sepantasnya perempuan mencampuri.

"Kau pergi sekarang, biar aku yang mengurus bajingan satu ini."
Titahnya tegas.

Laura menggeleng berat "tidak!, aku tidak akan meninggalkanmu Aaron, aku-"

"Hoho, cukup drama kalian!" Rainer menuju tembok yang sedikit hancur, mencabut pisau yang tadi melesat hampir mengenainya.

AmbivalenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang