Ambivalen | 6

94 6 0
                                    

Warning; Tanpa Diedit terlebih dahulu.

Ameera mengerjapkan mata berulang kali, menyesuaikan cahaya yang perlahan masuk kepenglihatan.

Silau.

Itulah yang dirasakan Ameera setelah matanya benar benar terbuka menangkap suasana yang tenang.

Apa ini rumah sakit? Ketika ia membatin.

Namun netranya tak menangkap alat alat medis sedikitpun disekitar tempat itu, yang ada hanya cahya lampu terang diatas langit langit. gordeng cokelat gelap bertengger dijendela kaca dan sofa berwarna sama.

Ya...ini memang bukan rumah sakit, pikir Ameera.

Juga bukan rumahnya tentu saja. Lantas dimana? Ameera mengingat kembali apa yang telah terjadi sebelum ini...

Seketika ia ingat kejadian ditempat gelap itu, taman kampus. Ameera bergegas bangkit dari tempat tidur namun sebelum itu dia merasakan perih dikakinya.

"awh" Ameera meringis mencoba untuk bangun, sebisanya gadis itu menahan rasa sakit yang meresap. Duduk bersandar di headboard, tangannya terulur menyingkap gamis yang ia kenakan, setelah itu Ameera melihat kaki kirinya terbalut dengan kain kasa sehingga terlihat ada sedikit noda merah yang ia yakini adalah darah.

Wajahnya meringis menahan perih pada luka itu, ternyata memang benar apa yang ia duga, dosen baru dikelasnya adalah Aaron.

Dan dia memang benar benar sudah gila, Ameera ingat betul ketika ia ingin berlari pada saat itu ada sesuatu yang tiba tiba membuat tubuhnya terasa seakan tersengat listrik dan nyatanya itu adalah pisau yang Aaron lemparkan pada kaki Ameera.

Benar benar gila.

Mata Ameera menyusuri setiap inci ruangan itu, sunyi tidak ada apapun kecuali sofa dan lemari, ditambah ada beberapa rak buku yang tak diketahui Ameera judul apa saja yang tertera disana. Dan terakhir disudut ruangan ada sebuah pintu yang ia yakini adalah kamar mandi. Ameera mendesah kasar, sebenarnya ia dimana?.

Sesaat tersadar Ameera memeriksa hijabnya.

"sukurlah masih utuh" Ameera menghembus napas lega ketika mendapati ia masih menggunakan pakaian yang sama dan hijab yang ia kenakan juga masih baik baik saja, berarti tidak ada yang melakukan hal aneh aneh kepadanya.

"sebenarnya aku dimana?" Ia bergumam "dimanapun ini, aku harus keluar dan pulang!" tegasnya lagi.

Dengan sisa sisa tenaga yang ia miliki Ameera berusaha berdiri namun belum beberapa detik setelah berhasil, ia terjatuh kelantai, perih sekali.

Ameera menringia ketika rasa sakit seakan mencekam kakinya yang terluka, dia benar benar tidak sanggup walau hanya sebatas berdiri. Namun bukan Ameera namanya jika tidak berhasil keluar dari tempat antah berantah ini, Ameera menyeret tubuh perlahan menuju pintu yang ia yakini adalah tempat keluar dari ruangan tersebut.

Ameera mendongak ketika ia tiba dibelakang pintu, berusaha meraih gagang pintu, dan

Cklekk..

Dikunci.

Ameera berdecak kesal, kenapa harus terkunci? Matanya menjelajah kembali ruangan tersebut dan ya, jendela.

Kembali menyeret tubuh mungilnya menuju jendela kaca yang tertutup oleh gordeng, setelah tiba, ia kembali mendongak dan berusaha meraih kain penutup itu dan menyibakkan nya , senyum sumringah tercetak diwajah ketika Ameera melihat keluar yang ternyata terdapat halaman lapang dengan pepohonan rimbun, dan yang paling membahagiakan adalah dia berada di lantai satu, itu artinya Ameera tidak perlu ber-action seperti di film film kebanyakan ketika ingin kabur harus terjun dengan mengulur tali atau melompat jika bernyali, bukan tak berani, hanya saja keadaan Ameera saat ini jelas sangat tidak memungkinkan untuk hal itu.

AmbivalenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang