Ambivalen | 28

39 3 2
                                    

"Ameera" Aaron menghampiri Istrinya yang tengah mengantar piring kotor kewestafel

Ameera menoleh, Aaron menatapnya datar. "Kenapa?" Tanya Ameera bingung.

Sejurus kemudian, lengan laki laki itu terulur. "Ponselmu"

Ameera kaget, namun lebih mengekspresikannya dalam bentuk diam.
Matanya berkedip berulang kali.

Aaron menggerak 'kan tangan agar Ameera segera mengambil ponsel yang selama ini dia cari keberadaannya.

"Terimakasih ..."

Ameera sudah menggenggam ponsel tersebut, dan menanyakan dimana Aaron bisa menemukannya. "Dimana?"

"Ingat bahwa ibumu pernah mengatakan agar kau memeriksa kolong meja makan bukan?" Ujar Aaron ketus.

Ntah mengapa rasanya saat ini, setiap kali Aaron menyorot tajam maupun melontarkan kata kata yang sinis. Tidak ada rasa takut atau semacamnya dalam diri Ameera lagi.

Meyakini akan satu hal.

Benarkah Ameera sudah menerima Aaron dan pernikahannya?.

Ameera tersenyum simpul sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
Sembari menelisik ponselnya yang hanya berlayar hitam, sudah tentu kehabisan daya.

Bagaimana tidak, sejak hari dimana pertama kali dia bertemu Aaron kembali. Benda itu sudah hilang tak diketahui.

"Kau ... bersiap-siap lah."

Tidak tahu tiba tiba Aaron ingin mengajaknya kemana, Ameerapun bertanya. "Ma-mau kemana?Ujarnya skeptis.

"Ingin bertemu ibumu kan?"

Mendengar apa yang barusan Aaron katakan, membuat paru paru Ameera sedikit terasa sesak.

Ntah kenapa, ada keharuan yang mendalam. Apakah Aaron sadar apa yang tengah Ameera rasakan?

Dia merindukan ibunya.

Dan seorang Aaron bisa dan mau memahami itu?.

Ameera tersenyum tipis dan menunduk.
Kedua tangannya saling bertaut.

Debaran tak karuan semakin bergelora, membuat Ameera merasakan ada yang berbeda.

Lalu dengan tegas dia mengangguk dan melempar senyum tulus pada Aaron "iya"

***

Satu mobil bersama Aaron, dalam diam dan kebisuan. Menurut Ameera lebih baik ketimbang seperti tragedi ditaksi waktu itu.

Ameera menggeleng cepat, kala memorinya diputar kembali pada detik detik kekejaman Aaron.

Jelas dia tidak ingin mengingatnya lagi, jadi Ameera lebih memilih untuk ikut berfokus kejalanan saja.

Namun, Ameera menyadari akan sesuatu.

Jalan yang sedang mereka lewati, tidak lain dan tidak bukan adalah jalur menuju rumah Ibunya Aaron, Laras.

Ameera mengernyit, dia menoleh dan menatap Aaron yang hanya meluruskan padangan kedepan.

"Jangan bicara apapun." Perintah Aaron tiba tiba.

Ameera mengurungkan niatnya untuk bertanya.

Selang beberapa saat, mobil berhenti tepat didepan rumah yang pernah Ameera singgahi waktu itu.

Mereka turun bersamaan, Ameera masih dibuat bingung dengan kedatangan mereka ketempat tersebut.

Namu barangkali, hal itu dapat mempermudah Ameera juga. Karena bisa bertanya kepada Laras.

AmbivalenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang