"Makannya jangan lari-lari. Sudah tau disini banyak duri, tertancapkan jadinya. Aneh kau lebih tua dariku tapi kelakuanmu lebih bocah." Ucapan yang mengiringi perjalanan pulang membuat Rose kesal namun pedih masih dia rasa,"Kenapa kau malah marah?? Kaki ku berdarah rio." Tangis gadis itu membuat nada suara sedikit terengah sebab isakan yang juga ikut iringi.
"Kan sudah ku obati, nantipun pedihnya hilang" Rio berucap di rasakan hangat air mata di bahunya, saat ini dia tengah menggendong Rose yang terjatuh dan kaki kiri gadis itu tak sengaja tertancap duri dari tanaman liar ketika mereka berniat mencari buah-buahan dihutan.
"Tapi pedih Rio" bagai anak kecil rose sedikit merengek,
"Ish ingusmu kebahuku jangan terus menangisss" Rio berkomentar membuat Rose dengan kesal memukul kepala belakang lelaki ini,
"Astaga. Hah..." Rio berusaha bersabar, dia lihat ujung hutan terlihat, dan rumah Robert pun sudah nampak.
"Rio sakit..." Rose terus meringis, ayolah duri yang menancap cukup dalam dan itu sangat menyakitkan, mungkin jika didunia nyata dampal kakinya harus di jahit.
"Tahanlah. Kau ini sepert-awh! " Rose sekali lagi memukul kepala Rio sebelum lelaki ini berucap kata menyebalkan.
Rio segera mendudukan Rose sesaat setelah dia sampai teras rumah, rose masih menangis kesakitan, Rio lirik robert yang sepertinya baru saja pulang dari kota,
"Kenapa?"
"Paman kakiku tertancap duri, lihatlah darah nya tak mau berhenti." Rose tunjukan dampal kaki yang terbalut sobekan baju Rio dimana memang kain itu mulai menyerao banyak darah.
"Rio kenapa kau biarkan lukanya???" Rio terdiam sejenak,
"Aku sudah melakukan pertolongan pertama guru, aku-"
"Keluarkan apimu, keluarkanlah api biru dan bakar luka Rose." Robert berucap dengan tangannya melepas kain itu, menatap luka Rose yang memang cukup dalam, sobekan nya pun cukup panjang, tak salah jika Rose menangis seperti ini.
"Ta-"
"Cepatlah, sepertinya durinyang menancap adalah duri dari tanaman beracun. " Rio cukup terkejut, dia dengan segera berjongkok dan menyentuh kaki Rose,
"Aku takut paman jika dibakar" dengan isakan Rose berucap,
"Tenang ini tidak akan sakit, Rio cepat." Rio tak banyak bicara dia sejujurnya sedang dalam kondisi gugup dan sangat khawatir namun tak bisa menunjukan sikap aslinya,
Rio keluarkan api dari tangannya, bagaimana api mulai berubah menjadi warna biru dia segera mengusap luka Rose dengan apinya,
" awh..." Rio terdiam.
Rio adalah tipe yang tidak mudah menunjukan expresi khawatirnya, dia terkesan acuh namun pada nyatanya dia sangat ketakutan, dan pikirannya selalu berlebihan dalam mencemaskan maka dari itu dia tutupi semunya dengan ledekan kecil dan tenang meski dia begitu khawatir.
Rio lihat bagaimana luka Rose tertutup, dia tersenyum lega dan menatap sang gadis yang tak lagi banyak merengek,
"Sudah ku duga." Robert berucap, dia mulai berdiri,
"Kenapa bisa guru?" Rio bertanya, dia tak menyangka api birunya bisa menyembuhkan luka,
"Kau memiliki 3 warna api Rio. Api merah penyucian, biru penyembuhan dan satu lagi meski kita belum tau warnanya, namun api yang satu aku yakin akan lebih berguna dipertarungan." Robert berucap, ia mulai berjalan masuk kedalam rumah,
Rio melirik Rose yang sudah tenang, dia menghapus air mata gadis ini, merapihkan rambut yang sedikit berantakan,
"Aku bawakan minum yah." Rose lihat Rio yang masuk kedalam membawa segelas air untuk Rose minum,