Hari terakhir.
Hari ini adalah hari terakhirku berada di sekolah ini, sebelum akhirnya menginjak bangku SMP setelah selesai menghadapi ujian nasional.
Wali kelasku menyuruh kami—kelasku—untuk membereskan ruangan ujian kami sebelum pulang. Kami disuruh untuk meletakkan semua tas ransel dan barang-barang pribadi lainnya keluar kelas. Dengan berbekal sebuah penghapus kertas, kami mulai membersihkan permukaan meja dari kotoran yang menempel dengan menggosokkan penghapus kami.
Salah satu temanku masuk kelas sambil membawa sebuah kaleng berwarna emas berbau aneh yang entah apa isinya. Wali kelas kami menyuruh salah satu temanku untuk membawa selembar koran, lalu mulai membasahi koran itu dengan cairan yang ada didalam kaleng. Aku yang masih membersihkan mejaku dengan penghapus melirik kegiatan mereka sejenak, lalu kembali melanjutkan kegiatan bersih-bersihku.
"Yang mejanya sudah bersih, sini bawa koran nya!" suruh wali kelas kami yang dijawab 'Iyaa, Bu!' oleh kami semua. Aku kembali melirik yang lain, mereka yang sudah membersihkan meja mereka dengan penghapus mulai mengelap meja menggunakan koran yang sudah diberi cairan dari kaleng itu.
Alhasil, bau pengharum ruangan yang dipasang diatas papan tulis dikalahkan oleh bau aneh yang menyengat itu.
Mengabaikan bau aneh itu, aku mulai mengambil koran lalu mendekat ke meja depan dan menuangkan cairan kaleng diatasnya. Aku berjalan kembali ke tempat dudukku untuk kembali membersihkan mejaku.
Secara tak sengaja ketika aku memutuskan untuk memeriksa kolong laci meja, aku menemukan sesuatu yang aneh didalam sana. Terdapat sebuah benda berwarna putih kekuningan yang terselip diantara kayu yang membentuk sudut sembilan puluh derajat di sudut kiri dalam.
Aku memutuskan untuk mengambil benda itu lalu mengernyitkan dahi ketika mengenali benda itu. Itu adalah sebuah kertas putih kekuningan yang terlipat rapat. Samar-samar dapat kulihat tulisan tangan dibaliknya. Menurut perkiraanku, sepertinya kertas ini sudah lama berada disana. Karena warnanya sudah mulai menguning.
Pertanyaanku hanya satu. Siapa yang menulis surat ini dan meletakkannya di dalam laci?
Kerutan di dahiku semakin jelas ketika aku mulai membaca isinya.
Hari yang indah bagaikan mutiara lautan
Bagaikan asa yang selalu memulai lembaran
Untuk dirinya ini, kuucapkan selamat jalan(1-1, 2-10, 3-15)
"Aneh," gumamku, masih menatap kertas itu dengan muka kebingungan. Aku memutuskan untuk menyimpannya didalam saku seragam ku—walaupun akhirnya aku akan lupa kalau aku meletakkannya disana sampai aku kembali memeriksa uang jajanku yang juga ada disana.
Aku kembali mengusapkan koran ke permukaan meja, lalu berjalan keluar untuk membuangnya ketika sudah yakin bahwa mejaku bersih dari kotoran.
Wali kelas kami pun menyuruh kami untuk membersihkan kelas dengan menyuruh beberapa orang untuk mengambil sapu dan ember yang terletak dibalik pintu masuk. Salah satu dari mereka mengambil ember lalu membawanya keluar untuk diisi dengan air dari WC sekolah. Dan yang lainnya—termasuk aku—disuruh untuk mengambil lembaran koran baru yang akan dipakai untuk membersihkan jendela.
Keadaan kelasku tak begitu ribut, tapi tidak tenang juga. Banyak sekali teman-temanku yang mondar-mandir, dan saling meneriakkan nama merk semprotan kaca jendela yang hanya berjumlah satu karena ingin menggunakannya.
Setelah semua itu selesai, kami segera keluar agar yang bertugas untuk mengepel dapat mengerjakan tugas mereka.
"Kerja bagus, Anak-anak! Sekarang kalian boleh pulang ke rumah masing-masing!" ucap wali kelas yang membuat kami langsung bergerak secepat kilat untuk meraih tas kami dan langsung pergi.
Aku menatap kelasku untuk terakhir kalinya sambil mengucapkan selamat tinggal dalam hati. Kemudian berbalik dan pergi menjauh dari sana.
***
Setelah sampai di rumah, aku langsung meletakkan tasku disebelah speaker yang terletak disebelah pintu masuk yang sebenarnya tak bisa digunakan lagi, dan akhirnya dijadikan pajangan.
Aku masuk ke dalam kamar lalu mengganti baju dengan baju santai. Aku menatap baju seragam nasional ku dengan pandangan kosong. Aku memang tak mengatakan apa-apa, tetapi jauh dalam hati aku mengucapkan selamat tinggal untuknya juga. Karena aku akan menerima seragam baru dari SMP yang akan kududuki beberapa minggu lagi.
Aku mengecek saku seragam ku dan menemukan sisa uang jajanku disana ... juga sebuah kertas kecil yang terlipat.
Ah, kertas tadi.
Aku menggenggam erat kertas itu dengan tangan kiriku lalu membawa seragamku keluar untuk dimasukkan ke dalam baskom baju kotor. Aku membuka lipatan kertas itu lalu kembali mencoba memikirkan maksud dari 3 kalimat dan angka-angka itu sembari duduk.
Hari yang indah bagaikan mutiara lautan
Bagaikan asa yang selalu memulai lembaran
Untuk dirinya ini, kuucapkan selamat jalan(1-1, 2-10, 3-15)
Aku mencoba menebak maksud dari angka-angka itu terlebih dahulu.
Jika angka pertama melambangkan kata pertama dan angka kedua melambangkan huruf pertama, maka jawabannya adalah 'H'.
Aku melakukan pola itu dengan angka-angka lainnya. Dan setelah menghitung dan menggabungkan hasilnya, aku melotot dan menjauhkan tanganku dari kertas itu.
Hai.
***END***
Dududun...
Dudududun...!
Gimana? Gimanaaa?
Apa ada salah satu dari kalian yang dapat memecahkan maksud dari teka-teki tadi sebelum dipecahkan oleh "aku"?
Kalau iya, congrats untukmu (´∀`)♡
Daripada cincong lebih lama, aku tutup sampai disini.
Darinya yang mungkin terlupakan//paan sih.
Salam hangat,
🌈Vanne🌈
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Short Story : Only My Fiction
Short StoryHanya sekumpulan cerpen fiksi yang kubuat karna lenggang waktu. Disini aku tak akan membahas cerita orang lain, atau pun spoiler. Aku hanya menceritakan tentang cerita fantasiku ke kalian semua, para pembaca. Just Read it!