bagian hidup

3.9K 274 21
                                    

Megantara sama sekali tidak merasa bersalah setelah apa yang dia katakan pada istirnya , dia hanya merasa bahwa yang dikatakannya itu benar.

Faktanya dia tidak mencintai Kanaya, masalahnya dia mencintai Inara, dan solusinya tentu Kanaya harus mau berbagi bukan?

Megantara Pov

Aku memang nyaris tak pernah bertegur sapa manis dengan istriku itu, dia yang diam dan aku yang malas memulai obrolan, lalu dimana salahku ? Tapi aku masih memberikan nafkah, uang bulanan bahkan bukan hanya padanya tapi juga pada ibunya , kurang apa aku?

Disela lamunanku, suara dering gawai ku berbunyi menandakan ada telfon masuk

Mama' calling on
 
" Hallo ma, Assalamu'alaikum ? "

" Waalaikumsalam , Kanaya sama kamu kan a ?"

" Apasih mah manggilnya aa aa gitu, kita ini bukan orang Sunda, risih aku dengernya "

" Lah, istrimu manggil begitu, kamu nggak masalah perasaan, lagipula mamah sudah terbiasa dengan  panggilan istrimu itu, Megantara terlalu panjang untuk jadi nama pendek mama rasa , "

" Salah mamah menamaiku tanpa nama tengah "

" Eh, malah mengalihkan pembicaraan, Kanaya sama kamu kan ? Perasaan mama nggak enak sama sekali, mama cemas entah kenapa sangat ingin berbicara dengan menantu mama sekarang "

" Kenapa nggak mama telfon saja ke gawainya ? Sudah kubelikan handphone juga dia, apa gunanya kalau dia nggak pakai ? Eh udah bisa baca juga kan dia "

" Jahat sekali bicara mu a, ajari kalau memang kanaya tidak bisa, Kanaya gadis yang baik, bodoh kamu kalau memang belum bisa menerimanya sampai sekarang, kamu menikah dengan dia dengan cara yang baik, tanpa paksaan ingat ! Kamu sendiri yang mau bukan?"

" Itu sebelum aku tau bahwa gadis pilihan mamah itu bodoh luar biasa , sudahlah kita sambung nanti, mama telfon dia saja kalau memang sangat ingin berbicara dengan Kanaya , aku mau istirahat , Assalamualaikum "

" Dia ladang pahalamu nak, urusanmu tak akan semulus itu jika dia tidak mendorongmu dengan do'anya, ingat pesan mama kecewanya seorang istri sama saja kamu menabung karmamu, waalaikumsalam "

Mama' calling off

Aku menemui Kanaya yang sedang membuatkan kami sarapan, dia memang sangat kurang dalam urusan pendidikan ,tapi soal dapur aku berani jamin dia hampir menguasai itu, mungkin belajar dari orangtuanya.

" Kanaya ! " Aku menyentuh pundak kiri kanaya dengan pelan ,dia tak menjawab namun sedikit tersentak merasakan sentuhan ku.

" Em, Kamu masak apa ? " Tanyaku pada Kanaya yang sama sekali tidak bergeming mendengar suaraku, egoku tersentil sebenarnya ,

" Aa kalau lapar , aku sempat buat puding mangga kemarin, mau aku ambilkan ?" Tanya Kanaya tanpa menyiratkan bahwa dia sedang marah ,seakan tak terjadi apapun diantara kami semalam ,karena yang ku tau suara tangisnya sedikit menggangguku semalam.

" Saya nunggu kamu selesai " ucapku akhirnya

Dia hanya diam tidak menanggapi ucapan ku, baiklah penurut seperti biasanya tanpa bantahan tanpa pertanyaan ,seolah setiap kalimat yang keluar dari lisanku memang mutlak perintah untuknya .

Sebenarnya aku merasa bahwa hidupku lebih dari cukup, memiliki
Istri yang baik, tapi bagiku cinta juga penting bukan dalam sebuah pernikahan , coba jelaskan dimana salahku?

Kanaya Pov

Berbagi ya ? Aku memang sering mengalami kesusahan dalam hidup, aku terbiasa berbagi kesusahan dengan keluargaku,bahkan berbagi ubi rebus dengan Abah dan Ambu  adalah kegiatan favoritku ,tapi aku tak pernah berbagi dengan orang asing dalam bentuk apapun ,karena aku memang tak pernah punya satu hal yang harus dibagi dengan mereka . Aku ingat satu nasihat ustadzah Lulu saat aku dikampung dulu sewaktu kecil, dia bilang wanita itu dekat dengan surga ,saat kecil dia bisa menjadi surga untuk ayahnya, setelah menikah bisa menjadi surga untuk suaminya, dan setelah memiliki anak surga ada ditelapak kakinya. Aku tersenyum miris mengingat itu, selama aku menikah pun ,aku tak pernah disentuh seolah aku adalah wanitanya ,aku memang pernah bermalam dengan suamiku ,dalam artian sebenarnya ,hanya untuk memenuhi keinginan mertuaku yang ingin cepat mempunyai cucu, nyatanya sampai dua bulan berikutnya suamiku memilih untuk pisah kamar karena usahanya tak membuahkan hasil, sungguh cacatnya aku .

Aku mengumpulkan beberapa cat air yang ada di kamarku, yang entah sejak kapan melukis memang menjadi hobiku sekarang . Setidaknya dari pada berdiam diri didapur menunggu dia yang entah berada dimana membuatku bosan .

Aku keluar dari kamarku memutuskan untuk menghampiri suamiku , seperti yang biasa kulihat dengan kacamata bacanya dia terlihat lebih tampan saat sedang serius , entah apa yang dia lakukan didepan laptopnya itu.

" A " panggilku membuyarkan kegiatan suamiku

" Hm " jawabnya singkat seperti biasa

" Aku mau bicara , ada waktu ?"
Ya aku harus berbicara dengan suamiku, meluruskan apa yang kami bicarakan kala itu.

" Duduk aja, saya selesaikan ini dulu, mungkin lima menit lagi " jawabnya tanpa melihatku .terkadang aku selalu merasa bahwa aku tidaklah menarik sampai untuk melihat wajahku saat kami berbicara suamiku enggan. Akhirnya aku duduk di samping suamiku. Lupakan tentang dada bidangnya yang mungkin sangat nyaman aku sandari sekarang ,nyatanya keberanian ku tak sebesar itu.

Sepuluh menit berlalu, dengan hening tak ada yang memulai pembicaraan ,suamiku terlihat serius dengan pekerjaannya dan aku yang menekuni wajahnya terlihat dua kali lebih tampan saat itu, "aku tak munafik a, rasanya tak rela harus berbagi saat saat seperti ini dengan wanita lain nantinya " ucapku dalam hati, aku bahkan tak menyadari adanya setitik air mata di sudut mata kiriku.

" Jadi kamu mau bicara apa ?"

" Siapa perempuan itu a? Boleh aku mengenalnya ?" Tanyaku

" Dia tau kalau saya belum pernah menikah Kanaya, maaf " ucapnya sedikit tertunduk

Aku menghela nafas,meredam sesak di dadaku," jadi kamu bujang saat bersamanya a, pantas kamu lupa jika sudah memiliki seorang istri, sekalipun memang kamu tak ingin ingat bahwa kamu sudah menikah ,setidaknya aku ini masih istrimu bukan ?"Ucapku dalam hati

" Kanaya, saya em bisa mengenalkan kamu sebagai saudara saya, maksud saya sekarang bukan waktu yang tepat untuk dia tau ," jelasnya sedikit kikuk

" Begitu? Kalau memang aku mengijinkan ,dimana aku akan pulang nanti a? Sedangkan dirumah,entah sedang apa kalian, a aku memang tak pernah sekolah, tapi aku nggak sebodoh dan senaif itu, aku nggak mau serumah dengan dia " jawabku

" Kamu disini ,saya akan siapkan rumah untuk saya dan Inara di dekat kampus "

" Inara, cantik sekali namanya " ucapku tersenyum

" Sekali lagi saya tekankan kanaya , saya memang suami kamu, kamu istri saya ,saya menghargai kamu, dan untuk saat ini sungguh saya tidak meminta izin kamu, saya hanya memberi tahu kamu, tentang kehidupan saya dengan inara itu bukan urusan kamu, yang jelas dengan atau tanpa izin kamu ,saya akan tetap menikahi Inara " dia meninggalkan ku, baiklah a aku ikuti mau kamu, jika memang harus seperti ini, aku harus bagaimana

Dapet gak tuh feel nya? Gak jelas ya? Hehehe

Mohon kritik dan sarannya ya
Terimakasih sudah mau membaca kisah Megantara dan Kanya

See you next time

Hilsa

Kamis, 6 Januari 2020

Love;*

PrioritasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang