© 2020 by Mr. Rabbit
.
.
.
.
.
°• Alucard kembali? •°
•••Matahari mulai muncul dari arah timur menyoroti desa Town Land, Miya berdiri di depan rumahnya. Ia tidak punya kegiatan hari ini, mungkin saja ia akan pergi ke rumah Guru Shin untuk berlatih memanah lagi. Miya bukanlah gadis malas yang tidak mau melakukan kegiatan lain selain berlatih di rumah Gurunya. Hanya saja untuk hari ini semua pekerjaan rumah sudah dilakukan oleh Vexana, neneknya.
Kadang Miya juga ikut membantu neneknya, namun jarang, karena ia juga harus tinggal di rumah orangtuanya untuk sementara waktu, yang jaraknya tidak jauh dari rumah nenek tirinya. "Oh, apa aku ke rumah orangtuaku?" ucapnya sembari melangkah ke dalam rumah neneknya. Rencananya pagi ini ia akan membersihkan rumah peninggalan orangtuanya yang ia tinggalkan dua hari lalu. Ia tidak ingin rumahnya tersebut kotor karena tidak dibersihkan. Itu adalah satu-satunya harta peninggalan orangtuanya yang harus ia rawat agar tetap terlihat kokoh.
Miya berjalan masuk ke rumah, lalu segera menuju ke dapur sederhana. Terlihat neneknya sedang menggoreng ikan di wajan, neneknya tidak memakai kompor gas. Neneknya sudah terbiasa memasak menggunakan tungku. Maklum saja karena Desa Town Land terpencil sehingga kehidupan penduduk Desa Town Land jauh dari kehidupan modern.
Miya sekarang duduk di kursi kayu di dekat meja makan. "Nek, pagi ini Miya harus ke rumah Miya sendiri." Vexana menghentikan aktivitasnya, membiarkan ikan di wajan yang baru saja ia masukkan kedalam minyak panas. Ia menoleh menatap Miya. "Mau membersihkan rumah?" tanya Vexana, memang sudah hapal apa yang dilakukan cucunya, sehingga Miya tidak bingung jika neneknya mengetahui sebelum ia mengatakannya.
"Iya, nek." Kata Miya, kemudian dia segera berdiri. "Nanti kembali kesini kan, nak?" Suara neneknya membuat ia berhenti melangkah. Miya sedikit menoleh ke arah Neneknya. "Iya, nek aku ke sana hanya ingin membersihkan rumah, nanti aku kembali ke sini. Nek." Miya berkata kalem. Neneknya hanya mengangguk lalu kembali menggoreng ikan. Miya segera melangkahkan kakinya keluar rumah.
•••
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Miya untuk membersihkan rumahnya, mungkin hanya beberapa menit ia sudah selesai dengan pekerjaannya. Itu karena rumah peninggalan orangtuanya sangat sederhana dan ukurannya bisa di bilang pas-pasan, mungkin cukup untuk Miya yang seorang diri tinggal di rumah tersebut.
Miya kemudian duduk tenang di kursi ruang utama rumahnya, dia tergeming sambil mengingat-ingat masa kecilnya bersama sang Ayah dan Ibunya. Pikirannya kembali mengingat saat ia berumur lima tahun. Ayahnya selalu mengajarinya memanah, walaupun ia masih kecil saat itu bahkan bisa dibilang balita, tapi kemauannya untuk dapat menguasai teknik panah sangat tinggi, sehingga Ayahnya mau tidak mau harus membuatkan dirinya sebuah anak panah kecil dan busur kecil, tanpa menajamkan anak panahnya.
Selama Ayahnya mengajarkan teknik panah yang sederhana, Miya cepat menangkap apa yang baru saja Ayahnya ajarkan. Ayahnya yang mengetahui anaknya dapat dengan cepat menguasai teknik sederhana yang ia ajarkan, seketika merasa senang. Bahkan Ayahnya pernah membuat mainan dari kayu untuknya, miniatur seorang pemanah yang dibuat oleh Ayahnya sendiri. Dulu Ayahnya memang pandai memahat atau membuat miniatur, sehingga tidak jarang seorang yang kaya dari kota memesan miniatur kepada Ayahnya, dan hasil penjualannya di pakai untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Masa-masa kecilnya yang menyenangkan tersebut berubah mengharukan ketika pada pagi harinya setelah Ayahnya berburu pada malam hari, Ayahnya harus meninggalkan dunia untuk selamanya, kejadian itu membuat Miya kecil menangis di pelukan Ibunya. Ibunya berusaha menenangkannya namun Miya terus saja menangis sejadi-jadinya. Sungguh hati Miya merasakan kesedihan saat itu.
Belum lama Ayahnya meninggal, dua hari setelah kepergian Ayahnya, Ibunya menyusul Ayahnya meninggalkan dunia ini. Kematian Ibunya juga membuat Miya syok dan frustasi, Ibunya meninggal karena penyakit parah yang tidak segera diobati dan berujung kematian. Miya kecil yang mengetahui Ibunya meninggal, berlari keluar rumah dengan air mata yang terus jatuh. Ia tidak kuat menghadapi kenyataan ini, kedua orang yang ia sayangi harus pergi untuk selamanya.
Orang-orang yang berkumpul di rumah orangtuanya sebenarnya mencegah Miya untuk berlari. Bahkan seorang pria Dewasa menggendongnya, namun entah kekuatan dari mana Miya memberontak dan jatuh dari gendongan pria tersebut. Lalu ia segera berlari tanpa mengenal rasa sakit.
Saat ia berlari sambil menangis dan tidak tentu arah. Miya kecil berumur lima tahun tersebut tersungkur ke tanah. Ia kemudian pingsan di tempatnya jatuh.
Seorang wanita muda yang kebetulan lewat di tempat tersebut tak sengaja melihat Miya pingsan. Dengan rasa kasihan, wanita muda bernama Vexana tersebut, akhirnya memutuskan untuk menggendong Miya dan membawanya ke rumah.
Saat sadar Miya sudah berada di rumah Vexana, dan mulai saat itu Miya akhirnya di asuh oleh Vexana janda muda yang berusia tiga puluh tahun.
***
Miya yang membayangkan kejadian saat ia masih kecil tanpa sadar air matanya jatuh. Bahkan saat ini dirinya menangis tersedu-sedu meratapi kepergian kedua orangtuanya dua puluh tahun yang lalu. Keheningan yang menyelimuti ruangan rumahnya menghilang akibat suara tangisan lirih dirinya. "Ibu.. Ayah, Miya rindu, hiks...hiks.." ucapnya sambil menangis, sesekali ia menyeka air matanya.
Miya yang sedari tadi menangis sesenggukan, akhirnya merasakan kantuk. Ia pun memutuskan untuk tidur di kamarnya. Nanti sore saja ia kembali ke rumah Vexana.
***
Siang ini matahari tepat di tengah-tengah langit, memancarkan sinarnya yang terang dan panas. Miya, gadis berambut panjang tersebut berjalan di tepi sungai. Kembali ke satu arah tepatnya di rumah Guru Shin yang berada dekat dengan aliran sungai. Miya berjalan sambil mengamati ikan-ikan yang berkeliaran di dalam air yang jernih. Seolah kehidupan bawah air itu menyenangkan. Sebenarnya kehidupan makhluk hidup pada dasarnya sama.
Ia tidak bisa percaya saat penglihatannya menangkap sosok pria yang sekarang sudah berdiri di hadapannya. Seorang itu, dia? Dia? Dia? A...lu..card?? Miya segera melesat cepat menenggelamkan dirinya ke pelukan Alucard. "Alucard akhirnya kau kembali, aku sudah lama menantimu, hiks..hiks.." ucap Miya sambil terisak, Alucard yang sekarang memeluk tubuh Miya hanya tersenyum sambil mencium dahi Miya. Ia mencium pucuk kepala Miya cukup lama sambil memejamkan matanya, karena Alucard ingin melepaskan kerinduan yang telah lama bersarang di hatinya.
"Miya, aku tidak akan melupakan janjiku kepadamu, walau aku begitu lama berada di kota aku tidak akan pernah melupakan kekasihku." Miya yang menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alucard sekarang mendongak setelah mendengar ucapan Alucard, menatap rupa tampan yang menghiasi wajah pria tersebut. 'Oh tuhan Alucard semakin lama semakin tampan, sebelum ia merantau wajahnya terlihat biasa,' ucap Miya dalam hati. Ia tersenyum senang melihat wajah Alucard yang sekarang semakin tampan. Beda dengan yang dulu, terlihat biasa saja.
"Alucard!!!" Miya berteriak bangun dalam keadaan duduk, dirinya ternyata hanya bermimpi, namun mimpi tersebut seolah kenyataan. Keringat membasahi wajahnya. Ia sekarang baru sadar bahwa pertemuannya dengan Alucard hanya sebuah bunga tidur atau yang disebut bermimpi. Apa karena Miya terlalu merindukan sosok kekasihnya? sehingga sampai terbawa mimpi. Oh... sebenernya itu yang bukan Miya harapkan. Miya mengharapkan Alucard benar-benar pulang.
***
Baca bab selanjutnya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Miya & Alucard [Lengkap]
FantasyMiya gadis Desa Town Land yang tinggal bersama neneknya, Vexana. Kedua orangtuanya sudah meninggal saat Miya masih berumur lima tahun. Sehingga nenek tirinya Vexana yang beralih mengasuh Miya sampai Miya tumbuh menjadi gadis dewasa. Di sinilah, Miy...