Hentakan kaki yang kasar kepada aspal jalanan tak bersalah terus saja dilakukan oleh Stella. Setelah seminar selesai dan menolak ajakan Fanda nongkrong sore akhirnya Stella langsung bergegas pulang, diperjalanan Stella mengamati orang-orang berlalu-lalang. Banyak sekali orang yang menggunakan sepeda motor daripada berjalan kaki, bahkan Stella menemui orang berjalanan kaki, namun tak sendirian seperti halnya dirinya.
Jam menunjukan pukul dua siang, matahari sedang terik-teriknya. Melihat cahaya sinar matahari rasanya berbeda dengan sinar matahari yang masuk ruang kesukaanya.
'Apakah matahari dirumah lebih spesial daripada matahari untuk orang kebanyakan?'
Beragam pertanyaan seolah muncul di benak Setella, namun dia berusaha fokus berjalan karena sebentar lagi akan sampai rumah. Saat mengamati langit biru yang begitu menawan tanpa sadar Stella berhenti cukup lama dan memandang langit dengan kekaguman luar biasa. Sejenak Stella menutup matanya untuk merasakan sesuatu hal yang menurutnya indah.
BRAKKK!!!
Saat itu Stella benar-benar tak tahu apa yang terjadi, telinganya berdenging cukup keras mengalahkan suara disekitarnya. Matanya remang-remang, namun dia dapat melihat seorang laki-laki dan motornya menabrak pohon. Sekajap dunia Stella gelap gulita.
__________________
Stella pov.
Mataku berat sekali rasanya, perlahan aku membukanya. Aku sudah berada diruangan serba putih, langitnya berbentuk kotak dengan cat putih juga, aku sudah tahu ini rumah sakit.
Hal terakhir yang aku ingat adalah aku ditabrak motor oleh laki-laki. Dan terkapar dijalanan saat menuju pulang.
'Siapa yang membawaku kemari?'
Tidak ada siapapun didekatku, selang infus yang menggantung dan tas dimeja dekat ranjangku berbaring. Aku berusaha menggapai tasku, mengambil ponsel untuk menghubungi Oma. Aku tahu, pasti dia sangat khawatir karena seharusnya aku sudah dirumah.
Aku begitu terkejut melihat jam diponselku menunjukan jam delapan malam. Buru-buru aku menelpon Oma yang sudah menelponku belasan kali.
Oma maaf cucumu membuatmu khawatir.
Tidak lama setelah telpon tersambung suara Oma melegakan dadaku yang begitu sakit sedari tadi karena panik.
"Halo, halo, Stella. Hallo?" Ucap Oma berulang kali, pasti wajahnya pucat sekarang.
"Oma, .." ucapanku terpotong oleh suara kepanikan Oma dari ujung telpon. Oma sudah tidak baik-baik saja, ini adalah hal yang paling aku takuti. Membuat orang lain khawatir. Namun, disisi lain aku juga bingung akan bicara jujur atau bohong demi kebaikan Oma.
"Stella dimana? Pulang sudah malam. Oma nungguin makan bareng." Ucap Oma dengan perpaduan panik, marah dan khawatir.
"Oma, aku--" Aku tersentak kaget saat Fanda mengambil alih ponselku dan langsung berbicara dengan Oma.
"Oma, Stella gapapa kok, maaf ya, ini Fanda. Bentar lagi kita pulang nakan bareng Oma, tunggu ya Oma." Ucap Fanda begitu manis kepada Omaku. Fanda memanf begitu bakat merayu, kecuali merayuku. Pertahananku kuat kalo hanya untuk mendenger ratuan Fanda
"Oiya, syukurlah. Oma tunggu yaa!bye-bye" Ucap Oma merasa tenang diujung telponnya.
Fanda memberikan kembali ponselku, "Lu udah baikan kan? Bisa pulang? Dari pada ribet harus jujur ke Oma ya udah mending gini."
"Makasih, Fan." Ucapku lemas.
"Makasih sama abangnya tuh," ucap Fanda sambil melirik laki-laki berjaket hitam.
"Siapa?" Tanyaku.
"Yang lu tabrak." Ucap Fanda santai.
"Kebalik kali." Ucapku ketus.
"Lu ga sadar si,"
"Sadar kok, aku ditabrak motor. Dia terkapar nabrak pohon." Belaku.
Lelaki itu tetap santai berdiri di samping pintu.
"Kejadiannya versi dia ga gitu lho." Ucap Fanda sambil mengelus rambut curly-nya.
"Lu ngapain ditengah jalan ngedongak ke langit sambil merem-merem?" Ucap Fanda dengan ekspresi berlebih.
Aku tersenyum malu.
"Ngaku ga?" Fanda mencoba memojokanku.
"Iya maaf ya Kak, tadi emang aku lagi lihat langit biru aja." Jawabku jujur.
Lelaki itu tersenyum manis, aku sungguh melihat senyuman manis itu.
'Untukku kah?'
"Iya gapapa, untungnya kamu gapapa. Akupun gapapa kok. Jadi, aku bakal antar kamu pulang." Jawabnya tulus, dari sorot matanya lelaki itu terlihat baik.
Aku menatap lelaki itu lekat-lekat. Bahkan, aku mendengar perkataannya begitu menenangkan. Tapi aku harus waspada, kalo dia penjahat. Hidup dalam kewaspadaan itulah Stella wijaya. Orang baik didepan kita memang banyak, tapi dibelakang dan diakhir nanti tidak banyak hal yang akan dianggap baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rest Broken
RomanceGadis cantik berambut pirang yang selalu tersenyum itu bernama Stella. Hidupnya yang terlihat biasa saja menjadi berbeda setelah mengenal Faki Hamzani, lelaki tampan yang membuatnya jatuh hati. Namun, Faki bukanlah lelaki yang mudah ditebak. Bahkan...