Chapter 9

10 4 5
                                    


19 februari 2020

Stella membiarkan Oma istirahat, setelah diperiksa dokter dan minum obat. Pandangan Stella tertuju pada luar gedung rumah sakit, tepatnya dari lantai empat. Sinar matahari tampak begitu cerah, keadaan begitu rapi dan tanpa ada kemacetan aaat melihat jalanan Singapura berbeda sekali dengan Jakarta. Singapura adalah saksi bisu dimana Stella dilahirkan, hanya dilahirkan oleh Arnetta dan kemudian dirawat oleh Oma di Jakarta.

Sejak kecil sudah memanggil 'oma' tapi Stella tidak menanyakan Ibunya sama sekali, bagi Stella Oma sama saja dengan Mama. Waktu TK Stella menyamakan kata itu, semua temannya memanggil Mama hanya Stella yang bersama Omanya. Tak lepas dari hari ibu, Oma-lah yang datang ke acara Stella sebagai ibu, di hari kartini, Oma pula yang datang. Oma segalanya untuk Stella, Oma bisa jadi apa aja yang Stella mau. Tapi, kalo keadaan seperti ini, saatnya Stella yang mampu merawat Oma sampai sembuh, harus bisa jadi nurse, bisa jadi dokter, bisa jadi anak yang mengurusi atau cucu yang baik selalu menemani. Bagi Stella semua itu adalah naluri yang ia jalankan dengan ikhlas.

Saat membayangkan apa-apa yang belum terjadi kedepannya tiba-tiba pintu terbuka tanpa ketukan. Stella menoleh ke arah pintu, melihat seseorang yang mukanya tak jauh dengan dirinya. Seperti bercermin. Matanya minimalis, rambutnya pirang, tinggi semampai, dalam benak Stella mungkinkah dia Arnetta.

Stella tidak pernah bertemu Arnetta sejak dia berumur sepuluh tahun. Untuk saat ini dia pun tak pernah penasaran dengan Arnetta. Saat orang itu masuk bersama dua orang dibelakangnya Stella tetap acuh, menganggapnya tak ada seperti Arnetta yang menganggap Stella tak ada karena telah menelantarkan.

"Stella." Panggilnya, suara itu mendesir lembut ditelinga. Terasa menenangkan, terasa berbeda tapi Stella fokus, tak mau peduli dengan Arnetta.

"Bagaimana keadaan Oma?" Tanyanya lagi. Stella tetap pada posisisnya, pandangannya tetap keluar menatap langit.

"Stella!" Kini suaranya agak keras, mungkin Arnetta geram, sifatnya yang terkenal itu memang tak pernah hilang.

"Tanya saja dokternya!" Ketus Stella dan membaringkan tubuhnya di sofa panjang, dia berusaha memejamkan matanya.

"Kau yang bersamanya, beritahuku bagimana keadaan Oma!" Suaranya sudah mulai halus lagi, sepertinya Arnetta cocok jadi artis pemeran antagonis.

Stella tak menghiraukan.

"Stella, ibumu sedang berbicara!" Kini nadanya naik kembali, Stella yang memejamkan matanya mendadak memaksakan diri membuka mata dan mengalihkan posisinya menjadi duduk.

"Ibuku?" Tanya Stella polos. Dia pura-pura tidak tahu, ekapresi mukanya dibuat seterkejut mungkin.

"Iya, aku Ibumu." Gumamnya pelan.

"Oh." Stella kembali membaringkan tubuhnya di sofa.

"Astaga!" Kini teriakan Arnetta membuat Oma terbangun.

Semangattt!!!
Berusaha update tiap hari :)

Rest BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang