Chapter 24

5 3 0
                                    

24 maret 2020

Stella mengemasi barang penting yang akan dibawanya besok ke malang. Ponselnya sedari tadi berdering namun dia abaikan. Setelah selesai berkemas untuk besok barulah dia menelpon balik Rabetta yang sedari tadi menghubunginya.

"Hallo aunty.. ada apa?" Ucap Stella to the point.

"Stell, besok kamu mau ke Malang sama temen-temen kamu itu?" Suaranya terlihat panik, dan khawatir menjadi satu. Stella terkadang berfikir mengapa tidak saja dia lahir dari rahim Rabetta yang lebih baik daripada Arnetta. Meskipun kakak beradik namun mereka bak bumi dan langit, perbedaannya terlalu mencolok. Rabetta mampu bekerja dan memperhatikan Stella dan Oma. Namun,  Arnetta bahkan tak peduli saat Stella sakit.

Pikiran  Stella buyar saat suara Rabetta kembali terdengar dari ujung telepon "Hallo, Stella."

"Eh, iya Aunty, besok Stella mau ke Malang. Nitip Oma ke Aunty, terus ada mbak dirumah sama Oma udah panggil Nanny buat jagain dia." Terang Stella. Awalnya berat meninggalkan Oma, namun entah karena apa pergi kali ini rasanya tak perlu banyak drama. Padahal, waktu semester dua kemarin ijin ke Bogor aja dilarang sama Oma, tapi ini ke Malang yang perjalanannya hampir dua kali lipat jakarta-bogor Oma langsung memberi ijin. Mungkin karena Faki, itu yang Stella pikirkan karena dari awal Oma menyukai lelaki manis itu.

"Baiklah, tetap hati-hati ya. Jangan sampai mencelakakan diri sendiri. Aunty pikir kalian masih diawasi. Jadi harus tetap waspada."

"Diawasi? Siapa yang mengawasi kami aunty?"

"Orang yang menembak mobil Oma waktu itu."

Astaga, Stella benar-benar tak berfikir sejauh itu. Karena beberapa hari ini keadaan lumayan aman jadi Stella pikir temannya sudah bukan buronan lagi.

"Iya, pasti hati-hati."

"Selalu aktifkan nomor. Kalo ada apa-apa Aunty bakal bantu kamu. Have fun yaa!" Ucapan itu mengakhiri pembicaraan Stella dengan Rabetta malam ini.

Jam menunjukan pukul delapan malam, Stella bergegas ke kamar Omanya. Diketuknya pintu Oma dan Stella masuk duduk di sofa dekat Oma yang sedang memakai cream wajah.

"Oma cantik." Puji Stella.

"Cucunya aja cantik, masa Omanya engga?" Goda Oma sambil tersenyum.

"Iya dong! Oma udah minum atacand?" Tanya Stella, atacand adalah obat jantung Oma. Dulu waktu Rabetta masih tinggal bersama, Rabetta yang bertugas mengontrol Oma minum obat jantung sebelum tidur, sekarang menejadi tugas Stella.

"Udah sayang, malam ini tidur bareng Oma ya." Pinta Oma dengan tatapan mata yang berbeda dari biasanya.

"Oma kenapa?" Tanya Stella merasa aneh.

"Oma kangen tidur bareng cucu oma yang udah gede ini." Oma beralasan, namun rasanya ada sesuatu yang ganjal.

"Siap Oma!" Ucap Stella sambil memberi hormat meledek Omanya.

"Stella, kamu masih ingat pesa  Oma?"

"Pesan Oma banyak, yang mana duku nih?" Senyum Stella tanpa dosa.

"Tentang Ayahmu."

"Masih, Oma."

"Jika Stella melihat mata biru itu, tanya saja namanya siapa?"

"Tapi ga semudah itu Oma. Kan banyak juga orang bermata biru."

"Ga banyak, justru langka. Karena itu Stella akan susah menemukannya."

"Kalaupun tak menemukannya, asal Stella terus sama Oma semua itu gapapa."

Oma memeluk Stella tulus, cucu satu-satunya itu selalu pandai membuat hatinya lemah dan merasa sangat menyayanginya. Setelah itu mereka memutuskan untuk beristirahat.

" wan an, oma."  Bisik Stella ke telinga Omanya. Wan an adalah bahasa mandarin yang artinya selamat malam. Oma tidak hisa berbahasa inggris namun pandai berbahasa mandarin, makanya Oma bisa hidup di Singapura namun menolak jika diajak ke amerika.

Sebelum terlelap dalam mimpimya malam ini, Stella berdoa semoga Omanya sehat selalu dan diberkati Tuhan.

______

Rest BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang