Jennie POV.
Seminggu setelah Lisa mengetahui semua nya, dia tidak memberiku kabar sama sekali aku masih terus berusaha menghubunginya namun tidak pernah sekali pun dia menjawabnya. Aku sengaja tidak menemuinya ke kantor karna aku belum siap melihat akan mengabaikan ku lagi terlebih jika mendapati hal yang tidak aku inginkan. dan seminggu ini juga aku merasa frustasi sekarang surat dari pengadilan sudah ada di tanganku. Aku hanya menerima tanpa pernah mendatanginya isi surat itu. Membaca nya saja sudah membuatku gemetar dan tak ingin melanjutkan untuk tahap sampai akhir.
Tapi kau sudah menyakitinya
aku mendapatkan hanya sebuah informasi dia sedang melakukan pekerjaan dengan kliennya diluar kota namun tak ada kejelasan berapa lama ia akan pulang. Sekarang aku disini di apartement kita untuk yang kesekian kali nya berharap dia akan pulang kesini.
Aku menutup mataku terakhir kali melihatnya disini berteriak padanya dan membuatnya menangis. Mata itu aku telah membuatnya menangis dihadapanku.
"Lisa...aku aku- merindukanmu.."
Aku menangis lagi ketika mengingat semua nya. Aku merasa orang terburuk yang pernah hadir dalam hidupnya, aku akan tetap menyakiti nya jika terus ada di dekatnya.
"Hallo unnie? Bisakah kita bertemu?"
Aku mematikan telpon begitu irene menyetujui untuk bertemu denganku.
sekali lagi aku menghela nafas dan melihat sekeliling tempat ini.Lima hari sebelumnya.
07:30 am.
Jennie mengusap wajahnya, baru saja ia bangun tidur, duduk di atas tempat tidur miliknya memikirkan satu hal yang sejak awal menjadi masalahnya.
"Aku harus menemui Lisa... Tapi-.. " ucapnya pada diri sendiri
Bel pintu rumah membuat Jennie segera berdiri dari kasur empuk nya.Jennie mengerutkan keningnya ketika seorang pria paruh baya berdiri di luar pintu rumahnya.
"Hallo Nona Kim" Ucap pria menyapa.
"Nona Kim saya tidak akan bertele-tele dan berlama-lama disini, ini kiriman dari Nona Lisa untuk anda" Ucap pria itu sembari memberikan sebuah map coklat.
"Kiriman apa?" Jennie sedikit bingung dengan kiriman dari Lisa. Sesuatu di tenggorokan nya membuat nya kembali ke khawatiran.
"Anda bisa melihat nya nanti. Saya permisi dulu" Setelah pria itu pergi Jennie kembali ke ruang tamu dan meletakan Map itu di atas meja.
Dia menatap Map itu ragu-ragu untuk membaca nya. Dengan sedikit menhela nafas Jennie akhirnya membuka dan membaca surat yang sudah ia keluar nya.
Jennie segera memasukan nya kembali ke dalam Map itu dan melemparkan nya dengan marah.
Mata nya perlahan berkaca dan isak tangis mulai terdengar di ruangan itu.
Disela tangisan nya ia mengambil untuk melihat ponselnya yang bergetar."Kau bisa mendatangi nya dan kau tidak perlu merasa bingung lagi, surat itu sudah aku urus, pengacarku yang mengantarkan padamu. Kau tidak perlu datang kau hanya perlu tandatangi surat cerai itu" Jennie membaca sebuah pesan singkat dari seseorang.
Ia membelakan mata nya ketika mendapat dan membaca nya pesan dari nomor baru yang tak ada di kontaknya, tanpa perlu menebak dia sudah tahu itu adalah Lisa.
Jennie segera menghubungi nomor namun sayang nomor nya sudah tidak aktif lagi.
"Brengsek! Lisa kau brengsek!" Teriak nya melempar ponselnya.
"Persetan dengan surat itu! Tidak aku- aku tidak akan pernah mendatanginya!"
"Tidak lisa! Tidak! Tidak akan pernah!"
Jennie hanya menangis sepanjang waktu di ruangan it dan tidak bisa melakukan apa pun dengan tenang lagi setelah surta itu ada di tangan nya. Hati nya terasa berat.
Rumah Irene.
Aku sekarang berada di rumah Irene aku memang sudah terbiasa jika ada sesuatu dia adalah orang yang tepat bagiku untuk bercurah.
Irene sudah tahu tentang aku , Lisa dan kai dia tidak menanggapi karna itu semua adalah pilihan hidupku. Tapi aku tahu dari tatapan nya dia tetap kecewa padaku.
"Jadi apa membuatmu datang kemari? Seminggu ini bahkan kau tidak memberiku kabar datang ke kantor pun seperlunya saja"
"Aku sibuk unnie"
"Sibuk dengan anjingmu?"
"Apa?"
"Ah maksudku dengan Jongin?"
"Unnie aku sedang serius! Aku sibuk aku memikirkan tentang lisa"
"Kau masih bisa memikirkan nya ku pikir kau...."
Aku mulai terisak lagi ketika teringat tentang surat dari pengadilan.
"Maafkan aku Jen. Aku hanya sedikit kesal, sekarang kau bisa ceritakan semua nya"
Akhirnya aku menceritakan semuanya kejadian selama seminggu ini dan beserta dengan permintaan perceraian Lisa.
Ku lihat irene hanya menghela nafas.
"Lalu kenapa kau tidak mendatanginya saja? Kau selalu bilang padaku kau tidak bisa memilih, dan sekarang kau hampir mendapatkan kebebasan Jennie"
Aku menggigit bibir bawahku dan benar apa yang irene katakan. Aku merasa tidak menemukan dan tidak bisa memilih. bukan kah ini saat nya aku lepas darinya? Itu awal mula pikiranku kan? Tapi kenapa aku tetap tidak bisa menandatangi surat itu.
"Aku tahu unnie...tapi..aku tidak bisa menandatangi surat itu! Aku tidak mau!"
"Kenapa tidak mau ?? Kau masih mencintainya ???"
"Jennie aku hanya dapat mengatakan ini, karna aku tidak ingin menyetir hidupmu. Aku hanya ingin kau memilih apa yang hatimu tentukan apa yang menurutmu bisa membuatmu bahagia dan begitu pun dengan lisa"
"Unnie...apa aku salah jika memilih apa yang aku inginkan??"
"Kau benar benar mencintai pria itu?"
Aku hanya diam. Tanpa menjawabnya.
Irene hanya diam dan kemudian tersenyum lembut padaku.
"Jen, kau tidak salah dengan cinta hanya saja cara mu selama ini yang salah. Jika aku adalah kau aku tidak akan menyakitinya perlahan lahan karna itu sama saja kau membunuhnya tanpa menyentuh, Jennie sekarang semua nya ada ditangamu"
Aku menelan ludah menyeka tenggorokanku. Aku akhirnya pergi dari rumah irene dan segera menuju ke suatu tempat untuk mengakhiri semua nya.
"Lisa maafkan aku"
Jennie kemana ya? 🤔
See u again! 😂
![](https://img.wattpad.com/cover/197214388-288-k585018.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold Me Tight
Hayran KurguJennie dan Lisa sudah menikah empat tahun silam. Lisa selalu memprioritaskan Jennie yang paling utama termasuk mengorbankan keinginannya mempunyai seorang anak karena keinginan sang istri ternyata tidak sama dengannya. Jennie adalah hidupnya. Tapi...