6. Ranunculus [Bercahaya]

26 11 3
                                    

Mentari pagi menyapa bumi, sinarnya membanjiri dengan penuh kehangatan yang hakiki. Awan selaku penyelimut terik pun tak mampu menyibak gelombang emas itu.
Terlihat Rama menautkan tangannya pada jemari Queen. Belah ranumnya menampakkan senyum merekah khas dirinya.

“Sejak kapan taman bermain menjadi gayamu?”

“Bukan gaya, tapi ini yang dinamakan kembali ke masa lalu.”

Queen mendengus. Masa lalu?Persetan. Queen melepas tautan itu dan berjalan mendahului Rama. Ia mengantre di baris ke-3. Beruntungnya hari itu adalah hari Senin, jadi mereka tidak perlu antre sepanjang ular. Queen segera masuk dan duduk di bangku panjang yang ada di samping pintu masuk. Rama pun mengikuti, tangannya terulur membenahi poni Queen yang tak beraturan.

“Langsung ke inti saja. Hari ini ada apa lagi dengan dirimu?”

Rama mengacuhkan pertanyaan Queen. Ia memilih bangkit dan berjalan ke arah mesin minuman berada. Ia memilih botol bertuliskan lemon tea dan green tea.

“Aku sakit.”

“Sakit? Kau bercanda. Jelas-jelas tubuhmu segar bugar seperti itu.”

Rama menatap Queen lurus. Diraihnya punggung tangan Queen dan ia menempatkannya pada satu titik. Dada kirinya. “Sungguh. Aku sedang sakit.”

“Level gurauanmu sudah meningkat tajam rupanya. Aku tahu kau hanya ingin menggombal.”

“Hei, dilihat dari sudut manapun sakit itu tidak bisa dikategorikan dalam gombalan.”
“Sudahlah. Ayo bermain saja!” Queen menarik tangan Rama dengan cepat. Ia melakukannya untuk mengalihkan perhatian Rama. Baginya, pembicaraan serius hanya akan membuatnya kehilangan selera.

*

Sudah tiga wahana yang mereka sambangi dan ketiganya adalah wahana yang memacu adrenalin. Hebatnya lagi, ketiganya adalah pilihan Queen.

“Wah, seru sekali! Pertama kali aku naik itu.” Queen berseru riang. Bibirnya melengkung indah, menampakkan sepasang lesung pipi yang berada tepat di tulang pipi bagian atas.

“Aku baru tahu kau seperti kucing.”

“Kucing?”

Rama mengangguk. Telunjuknya menyentuh tepat di tulang pipi bagian atas milik Queen dan secepat kilat Queen menepis tangan itu.

“Haha. Kau malu ya? Lucu sekali. Ternyata kau bisa begitu juga.”

Queen meninggalkan Rama yang masih tertawa di sana. Ia kesal. Rama meledeknya seperti kucing.

“Tunggu aku!”

“Siput.”

“Haha. Oh ya, sekarang kita naik itu!”

“Apa? Bianglala? Tidak mau. Itu tidak seru. Kau saja sana yang naik!”

“Dasar curang. Aku menemanimu ke semua wahana gila itu.”

“Kau yang mau. Aku tidak pernah meminta.”

Rama mengacuhkan penolakan Queen. Ia menarik pergelangan tangan Queen agar ikut mengantri bersama. Queen yang sudah masuk barisan pun hanya mengekori Rama saja sampai dirinya ada di barisan paling depan dan tiba saatnya untuk masuk ke sangkar bianglala.

“Kita sudah seperti burung.”

“Aku harap itu burung merpati. Jadi, salah satu dari kita tidak akan bisa hidup jika yang lainnya tidak ada.”

“Gombal gembel lagi ya, Ram.”

“Aku heran. Ke mana perginya kata-kata manis yang kau keluarkan untuk pelangganmu?”

1 APRIL : Queen-Athala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang