Athala Rizqi Permana. Anak dari pasangan guru yang mengabdikan diri untuk menjadi pengajar di salah satu daerah terpencil. Dirinya merupakan anak tunggal. Ibunya meninggal karena sakit saat ia beranjak 17 tahun. Kala itu kejadiannya terlalu cepat. Ibunya terkena serangan jantung. Sebelum itu terjadi, sang ibu tampak baik-baik saja tanpa ada indikasi penyakit itu. Athala sangat terpukul, begitu pun ayahnya. Queen yang kala itu masih belia, selalu berada di sampingnya, dengan setia ia menenangkan Athala yang larut dalam kesedihannya.
Athala adalah anak berprestasi di sekolahnya. Semenjak kecil ia memang diketahui sangat tertarik dengan seni tarik suara. Semua orang terdekatnya tahu akan hal itu. Queen pun sangat mendukungnya. Segelintir masa lalu mereka terputar apik layaknya video rekaman yang tua.
“Suaramu merdu sekali!” pekik Queen yang berusia 15 tahun dengan amat ekspresif.
“Kau menyukainya?” tanya Athala setelah ia berhenti bernyanyi.
“Sangat!”
“Kalau begitu, aku akan menjadi penyanyi sukses suatu saat nanti.” ujar Athala tak kalah semangat. Sementara tatapan Queen sedikit menyendu. Akhirnya Athala memutuskan untuk bertanya.
“Ada apa? Saat ini kau tak seperti pekatnya merah pada mawar. Apa ada sesuatu yang salah?”
Queen menoleh. Arah pandangnya jatuh tepat pada sepasang iris lelaki manis itu, sepersekian detik. Ia pun segera memalingkan kepalanya ke samping, tak mau menunjukkan perasaannya kala itu.
“Aku bukan sang harapan yang bisa mendengar permintaanmu dalam kebisuan. Jadi, katakan, Zeva.”
Athala menggenggam tangan Queen, ia menyalurkan kehangatan dan ketenangan pada kekasih kesayangannya. Queen pun menoleh, ia sadar bahwa ia telah benar-benar jatuh pada kelembutan lelaki itu. Tanpa ragu, ia mengutarakan seluruh isi hatinya.
“Aku takut kau akan pergi meninggalkanku bila kesempatan itu hadir. Kau dengan kesuksesanmu dan aku dengan keterpurukanku. Bukankah akan terlalu jelas perbedaannya?”
“Pukul aku saat semua itu terjadi. Dan makilah aku sampai aku benar-benar tersadar akan kesalahanku. Jangan pula memaafkanku bila hatimu belum siap. Aku, bila saat itu memang terjadi, aku akan berjuang untuk meraihmu kembali. Karena itu adalah murni kesalahanku.”
Athala tersenyum lembut. Queen muda menggeser posisi duduknya dan menyandarkan kepalanya di bahu lebar Athala. “Aku hanya takut suatu saat nanti aku tak punya tempat bersandar seperti ini.”
Athala mengusak surai Queen. “Bagaimana bila kekhawatiranmu nanti harus berakhir pada dirimu sendiri? Apa yang akan kau lakukan?”
“Aku tak sanggup membayangkannya. Aku rasa aku tak akan melakukan hal itu, Athala. Aku tidak punya sesuatu yang bisa menghantarkanku menjadi orang yang seperti itu.”
Athala menggulung senyum tipis. Ia membelai puncak kepala Queen berkali-kali, tampak sangat menyukai rutinitasnya.
“Aku percaya pada kekasihku.”
Balutan memori tua mengekang kaki untuk melangkah memberanikan diri lebih jauh lagi. Athala tahu ia bersalah dan mengambil andil paling besar atas kepergiannya yang tiba-tiba dan tanpa kabar. Tembok masa lalu yang ia bangun runtuh begitu saja saat kali pertama tahu keadaan kekasihnya yang sebenarnya.
Athala tampak mondar-mandir di belakang stage. Ia melihat ke arah lock screen ponselnya. 25 April, pukul 11 malam. Ia menoleh saat manager-nya masuk ke ruang gantinya.
“Kau tampak tak fokus tadi. Ada masalah?”
“Tidak ada, aku hanya merasa tak enak badan saja. Kak, boleh aku meminta pendapatmu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
1 APRIL : Queen-Athala [END]
RomansaTepat pada tanggal 1 April, Athala dan Queen sama-sama melihat dengan jelas keberadaan masing-masing. Namun, tak ada satu pun yang berusaha maju. Queen lebih memilih berlari, sedangkan Athala hanya diam di tempat. Apakah mereka benar-benar menanti s...