7. Lotus [Kenangan]

27 11 6
                                    

Siang berganti malam. Casual berganti semi-casual. Itulah gambaran bagi seorang Queen. Malam ini club lebih ramai dari biasanya, tampak Madam Shu keluar dari sebuah ruangan dan menghampiri pria muda di meja bar.

“Jadi, kau sungguh ingin menebus Queen?”

“Ya, berapa pun. Aku akan usahakan.”

Madam Shu meletakkan selembar kertas yang terbalut map coklat. Ia tersenyum singkat. “Pulang dan baca baik-baik.”

***

Perjalanan itu tidak selalu mulus. Adakalanya ribuan kerikil datang menghadang, baik saat senang maupun saat susah. Membayangkan duri menancap saat memetik mawar saja sudah sakit apalagi menggenggam batang kaktus yang sejatinya pasti akan menusuk.

“Melamun lagi.”

“Rama! Lama-lama serangan jantung aku dibuatmu.” Queen menepuk dadanya berkali-kali. Nyeri. Rama benar-benar lihai dalam hal membuat orang mati muda. Rama duduk tepat di sebelah Queen sesaat setelah Queen menepuk bangku di sebelahnya, memberi isyarat.

“Hei, kau ambil andil juga di sini, sayang.”

Ck. Mana ada. Kau memang hobi mengagetkanku.”

“Sering kukatakan, kaulah penyebab aku begini. Dasar ratu melamun. Ganti saja namamu menjadi Queen of day-dreaming.”

“Hei! Sejak kapan kau jadi menjengkelkan? Oh, salah. Sejak kapan kau jadi sangat menjengkelkan?” Queen melirik Rama dengan sudut matanya. Tertangkap dengan jelas tawa lepas dari Rama. Tawanya seperti tidak ada beban, seperti tidak pernah memiliki masalah berat. Queen berandai. Mungkinkah dirinya bisa terus tegar seperti sosok di sebelahnya itu? Memiliki beribu kepelikan dalam keluarganya namun masih bisa tertawa lepas seperti itu. Tanpa sadar Queen memangku dagu, mata indahnya menatap dan tersenyum ke arah Rama.

“Aku tahu aku tampan. Jangan menatapku begitu. Kau bisa jatuh dalam pesonaku.”
Pesona? Queen memalingkan wajahnya singkat. Ia tertangkap basah memerhatikan wajah Rama. Surai yang terjuntai indah bergerak seiring perpindahan posisi yang dirinya buat.

“Rambutmu selalu indah.”

“Tentu saja. Rambut adalah mahkota setiap perempuan dan aku harus merawat serta menjaganya dengan baik, bukan?”
Rama mengangguk. Helaian rambut itu ia sentuh dan berakhir dengan aroma buah yang tercium dari sana. Rama menghirupnya dengan mata yang terpejam. “Queen. Aku menginginkanmu.”

“Apa aku bisa menolak?”

Queen berpindah posisi, Rama kini memangkunya. Queen pun mengalungkan lengannya pada leher Rama dan melesakkan wajahnya pada ceruk leher pria itu.

“Izin ke Mami,” bisik Queen.

“Nanti saja, telpon.”

*

Pagi menyapa. Queen meraih ponselnya. 12 April. Waktu cepat sekali berlalu.

“Badanku jadi sakit semua. Dasar Rama.”

Queen turun dari ranjang dan ingin beranjang ke kamar mandi. Namun, sebelum itu, ia meraih sesuatu di atas nakas di sebelah Rama yang masih terlelap. Dahinya menyernyit. ‘Apa ini?’

Queen menoleh. Belum sempat membuka tetapi tangannya sudah digenggam Rama. Dengan cepat Queen melepaskan map yang dipegangnya dan beralih menatap Rama.

“Kau itu kenapa tidak pernah lembut? Semalam kau menyiksaku.”

“Maaf.”

“Jangan lampiaskan masalahmu padaku, bisa tidak? Kau ini benar-benar.”

Queen melangkah masuk kamar mandi dan meninggalkan Rama yang masih setengah terduduk. Rama meraih map itu, membukanya setengah, lalu ia menghela nafas.

*

Rama bersenandung kecil. Hatinya menghangat hanya karena sentuhan kecil gadis pujaannya. Ia berjalan ke arah dapur. Ia mengaduh, kakinya terantuk kaki meja. Rama pun menyumpah serapahi meja yang bahkan sejak ia memasuki apartemen itu untuk pertama kali sudah bertengger manis di sana. Queen datang menghampiri. Ia berjongkok, matanya bergerak mengecek.

“Syukurlah mejanya tidak apa-apa.”

“A-apa?”

Rama memerah bagai buah delima. Bukan karena ia marah melainkan ia bersemu karena melihat tawa lepas gadis di sampingnya dan juga karena sentuhan lembut di jemarinya. Ia memutar memori masa kecilnya. Kilas balik yang mampu membuatnya tergugu ditempat.

“Jangan berlari, nak! Nanti jatuh,” ujar sang ibu memegangi dadanya.
Duk. Rama kecil terjatuh.

“Benar ‘kan kata ibu.”

“Ibu menyumpahi Rama.” Rama kecil mengerucutkan bibirnya.

“Tega sekali berkata begitu pada ibumu. Sini ibu usap.”

“Hei! Rama!”

Rama terkesiap. Suara lantang Queen menariknya kembali pada kenyataan.

“Ada apa, Queen?”

“Kau yang ada apa? Tiba-tiba melamun.”

Rama tertawa sejenak. Ia menyandarkan kepalanya pada bahu Queen. Masih tetap di posisi terduduk di samping kaki meja.

“Aku rindu ibu.”

“Berdoalah. Hanya itu satu-satunya cara agar ibumu bisa mendengarmu di sana.”

Rama menghela nafasnya yang terasa berat. “Aku ingin ke sana nanti siang. Bisa kau temani aku?”

“Tidak bisa. Mami mengirim pesan aku harus menemani tamu nanti sore.”

“Tak akan lama. Sekarang masih jam 10 pagi. Kalau begitu sekarang saja.”

“Tidak bisa, Rama. Aku harus ada di club jam 3 sore. Mana sempat. Belum aku pulang ke apartemen lalu bersiap-siap dan lagi makam ibumu berada di Bogor.”

Rama mendesah. Ia kecewa karena Queen bukan miliknya yang mana itu adalah sebuah penyesalan Rama yang mungkin akan ia ingat entah sampai kapan.

“Aku bisa mengeluarkanmu dari sana jika kau mau.”

Heh. Lalu bagaimana kehidupanku nantinya? Mana ada yang mau menerimaku bekerja dengan layak?”

“Bunga butuh waktu untuk mekar. Pergi dari sana adalah caramu untuk mekar.”

“Mengapa kau bisa berkata begitu?”

Hm, bukannya kau suka tipe seperti itu?”

Queen menoleh. Ia menatap Rama dengan lekat. Rama pun membalas tatapan tersebut dengan yakin. “Athala.”

Queen tercenung. Rama menyebut nama yang dirinya tak mau dengar saat itu. Mood-nya turun seketika.

“Ram,”

“Kau mencintai Athala. Itu terpancar jelas dari mata dan gerak tubuhmu.” Rama melirik Queen yang menunduk. Ia tahu pasti bahwa mata tak bisa berbohong dan gestur tubuh menunjukkan kebenarannya. Rama memeluk Queen, membelai lembut punggungnya, menyalurkan kenyamanan di sana.

‘Maaf Queen, aku tak akan melepasmu selama kau tak memintanya.’

To be Continue

Hai~
Cerita ku yg ini sepi reader rupanya~
Mau aku stop tapi sayang bgt, aku mmg kurang promosi nih dari awal, tp its ok, msh ada satu yang nunggu cerita ini
Yg trpenting kan yg setia membaca ^^
Terimakasih ya ~

1 APRIL : Queen-Athala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang