Maafmu Terlambat

30 3 0
                                    

*******

Gadis penguntit itu berdiri mematung. Melihat Aeon dan Lily berada dihadapannya. Dengan kunci motornya yang sekarang berada pada tangan Aeon. Panik dan ketakutan, gadis itu mengancam Aeon.

"Kas kembali sa pu kunci!" teriaknya.

"Ko ni sapa kah? Tinggal ba ikut sa terus!" jawab Aeon.

"Balikin nggak! Sa telfon polisi sekarang!" teriaknya lagi.

Lily mengambil kunci dari tangan Aeon, lalu segera berlari ke arah selokan besar di tepi jalan. Kunci itu dipegang dengan telunjuk dan ibu jari kanannya, kunci itu berayun tepat di atas selokan.

"Telfon sudah! Telfon!" seru Lily.

Selokan besar di dekat situ aliran airnya cukup deras dan sedikit bercampur dengan lumpur. Apapun yang dibuang kedalamnya, pasti akan hanyut menuju sungai di daerah perempatan Makalow. Jauh di bawah bukit, tidak mungkin bisa ditemukan.

"Balikin!" teriak gadis itu. Kemudian sesenggukan karena takut.

"Cengeng!" kata Lily.

Gadis penguntit itu kini menangis dan terduduk di atas beton parkiran yang berdebu. Akhirnya, dia melepaskan kacamata yang dipakainya. Dia melihat Aeon dengan ketakutan dan mata berkaca.

Saat Aeon menatap mata gadis itu, Aeon terkejut. "Astaga! Ternyata selama ini dia!" ujar Aeon dalam hati.

Aeon segera mengetik sesuatu di layar smartphone, lalu menghampiri gadis yang masih sesenggukan untuk membantu dia berdiri. Awalnya, tangan Aeon berkali-kali ditepis. Tapi, karena Aeon terus mencoba menolong, gadis itu akhirnya mau ditolong berdiri oleh Aeon.

Dosen itu membungkuk, berusaha mensejajarkan pandangan matanya dengan gadis penguntit bertubuh mungil.

"Dek, ikut mobilnya Ka Lily ee? Ka Lily antar pulang. Motor nanti kaka yang bawa. Sudah malam, kaka tidak mau ko kenapa-kenapa," kata Aeon dengan lembut.

"Kak, ada apa?" tanya Lily yang segera menghampiri.

"Liat hape!" jawab Aeon.

Lily melirik smartphone-nya dan Aeon secara bergantian beberapa kali. Aeon hanya mengangguk. Lily mendengus kesal, akan tetapi sepertinya tetap menuruti yang diperintahkan Aeon. Gadis penguntit itu diajak Lily ke dalam mobilnya, dengan kesal. Lily berkendara mengikuti Aeon, yang mengendarai motor matic milik gadis itu. Mengarah ke suatu tempat.

***

"Ka Aeon su kenal ko! Barusan da kas tau sa ko itu sapa. Makanya da tra tega!" kata Lily dengan ketus.

Gadis penguntit itu hanya diam dan masih sesenggukan. Helmnya masih dipakai, begitu pula maskernya. Lily menoleh dan menatap gadis itu dengan seksama. Lily menghela napas dalam-dalam beberapa kali. Menenangkan diri dan mencoba menahan perasaan kesalnya. Setelah berkendara beberapa menit, Lily mencoba berbicara pada penguntit itu.

"Sa ingat waktu sa sama Ka Aeon balapan. Da jago skali! Mirip sa pu kaka cowo yang su meninggal," terang Lily.

Lily mengingat kembali saat dimana mendiang kakaknya akan dikremasi. Waktu itu, Lily belum tahu siapa Aeon dan bagaimana rupanya. Hanya seorang bernama 'Aeon Wijaya', itu yang diketahui dari kedua orang tuanya tentang siapa yang menolong kakaknya selama di Australia. Juga yang mengurus kepulangan jenazah Bli Nyoman ke Indonesia.

Hingga beberapa bulan lalu, saat dia menghadapi Aeon di lintasan dan bergabung dengan Trident. Barulah Lily tahu, siapa orang yang menolong mendiang kakaknya. Mata Lily berkaca, tetapi kemudian diusapnya dengan cepat.

Dosenku drifter?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang