"Mba? Aku gak setuju kalo Deva harus nikah sama anak itu!" ibu anak 1 itu terus menerus mendesak sang kakak untuk menggagalkan pernikahan yang tinggal beberapa saat lagi.
"Kamu ga punya alesan cukup jelas kenapa Diva gak boleh jadi menantu mba" wanita itu menatap jengah lawan bicaranya.
"Dia gak punya apa-apa untuk di bangg-"
"Kita sudah ribuan kali bahas perihal ini Anjani dan mba tetap dengan jawabnya" ucap wanita 40 tahun menatap tegas.
"Toh dengan dan tanpa persetujuan kamu pernikahan ini akan tetap dilaksanakan"
****
Ia terkejut, matanya membesar melihat akibat dari kecerobohan yang ia lakukan "Ma-af Tante sa-ya gak sengaja.. "dengan suara bergetar Diva menatap penuh sesal.
Anjani tersenyum miring"Halah!.. kamu pasti sengajakan! biar baju saya kotor, Kamu ini emang anak gak tau diri!" desis Anjani berusaha menahan emosinya ketika berhadapan dengan gadis sok lugu di hadapan nya ini.
"Dari awal saya gak pernah suka sama kamu! Kamu tuh bisanya cuman bawa masalah" ucap nya sinis. Ia mendelik tak suka!
"Tante apaan-apaan si, tadi kan Diva udah minta maaf, Tante gak harus kasar juga dong" balas Ara membela.
"Dia yang salah Ara" ucap Anjani tak mau kalah.
"Ya tapi-"
"Ini emang salah Diva, Tante sekali lagi maaf.. "
"Hhh.. Menyebalkan!"
"Sudah Ra, ayoo" supaya tidak menambah kekacauan Diva menarik Ara menjauh.
Ara Menghempaskan cekalan Diva "Kamu kebiasaan Diva, lain kali kalo ada orang yang menginjak-nginjak harga diri kamu, kamu jangan cuman diem! Lawan sekalipun itu orang yang paling deket sama kamu!" ucap Ara dengan serius menatap tegas lawannya.
Diva menarik napas panjang, menenangkan jantung nya yang berdegup kencang, ia coba mengabaikan tatapan intimidasi itu "Bukan begitu Ara.."
"MUNAFIK!" Ara menatap tajam Diva, aura nya sungguh menyeramkan.
Ara mengerang frustrasi "KAMU CUMAN BISA DIEM DI SAAT ORANG LAIN MENCACI MAKI KAMU! KAMU GAK ADA USAHA SEDIKIT PUN UTUK MEMBUNGKAM MULUT BUSUK MEREKA!"ucapnya sarkatis, ia berang dengan sikap sahabatnya yang kelewat baik atau justru bodoh.
Ia terkekeh sembari melihat ekspresi Diva yang terluka dihadapnya, sebelumnya ia tak pernah berbicara sekasar ini.
"Kamu Terus-terusan Menyiksa Diri sendiri!" desis Ara dengan nada sinis di setiap katanya dan berlalu meninggalkan sahabatnya.
"Maaf.." lirih deva.
Setetes air mata lolos dari sudut mata indah itu. Namun, dengan cepat diusap oleh sang empu. Ucapan sahabatnya tepat mengenai Ulu hati, menyesakkan. Menghela napas, Selalu di pandang remeh dan selama itu, ia berusaha untuk menulikan pendengaran nya. Bersikap seolah buta dengan perlakuan mereka. Namun perkataan Ara mampu mendobrak pertahanan nya selama ini. Jujur sebenarnya ia terluka.
Ara capek terus-terusan melihat sahabatnya di rendahkan. Ia sebel dengan Diva! tidak bisa kah ia melawan. Nyatanya bukan cuma Diva juga yang terluka ia pun sama.
Dibalik pertengkaran, perdebatan mereka, ada satu sosok yang melihat semuanya dengan jelas dan itu menguatkan langkah apa yang harus ia ambil.