23

23 0 0
                                    

Hari ketiga di kota Semarang, Deva dan rekan-rekan sesama dosennya mengikuti kegiatan yang sudah di agendakan dan sekarang waktunya jam makan siang, mereka semua lekas menuju restoran yang ada di hotel tempat mereka menginap.

"Pak Deva kenapa hanya memesan es krim saja?" tanya dosen wanita yang se profesi dengannya.

"Saya lagi kepengen aja bu" ucap Deva sekenanya.

Deva pikir sensasi manis dan dingin yang di dapatkan dari es krim itu dapat mengurangi rasa bad moodnya, tapi justru malah memperburuk suasana hatinya, karena es krim merupakan makanan favorit Diva, dengan lancangnya rasa rindu itu menyusup ke dalam dadanya. Deva Melirik Handphonennya, tak adalagi telpon atau sms dari sang kekasih. Jarinya menari-nari diatas layar ponsel, nama Diva tercetak jelas disana, jika ia tekan sekali saja maka panggilan akan tersambung, ia mengetuk-ngetukan jarinya diatas meja, Deva ingin meneleponnya tapi ia ragu.

"Maklum manusia tuh suka gitu, bilang gak peduli tapi doi ga ada kabar, gelisah gundah gulana, kalo ada.. aja di cuekin, dasar gengsi ae di gedein" kata dosen pria itu yang merupakan teman akrab Deva, ia melihat gerak-gerik Deva yang sedari tadi gelisah melihat Handphonenya. Pria itu tersenyum miring, ia mengklik tombol  telpon pada ponsel temannya dan finally tersambung

Deva terkejut dengan tindakan cepat temannya, ia terdiam kikuk mendengar suara lembut dari sebrang telpon nya.

"Halo? Assalamualaikum.."

"Udah sono ngomong" ujar teman Deva mendorongnya menjauh.

"Ka Deva?"

Deva berdehem sejenak "kepencet tadi"

Diva terkekeh mendengar suara Diva sedikit bergetar jelas menandakan bahwa ia sedang gugup, Diva tak peduli alasan apa yang membuat suaminya menelepon, ia tetap senang.

Hening..

Saking heningnya, Deva berpikir kalau istrinya mematikan sambungan, namun ketika dilihat masih tersambung.

"Ka Dev udah makan?" tanya Diva memecah keheningan diantara mereka. Diva melirik jam dinding menunjukan pukul 12 siang.

"Udah" jawab Deva tak meninggalkan aksen datarnya.

"Sama apa?"

"es krim"

"Ka Dev..."
"Ka Dev harus makan nasi, disana makan nya harus bener. Kalo nanti sakit siapa yang ngerawat.."

"nanti"

Diva tersenyum mendengar suaminya yang masih mode irit bicara "Yaudah, Diva tutup telponnya ya.."

"Ka Deva harus jaga kesehatan"

"Hmm"

Pria itu mendengar helaan nafas berat dari sebrang sana.

Cukup lama Diva diam sebelum berkata "Assalamualaikum" ucapnya parau

"Waalaikumsalam" Deva mengacak rambutnya kasar, ia tak habis pikir mengapa sikapnya seperti anak kecil yang sedang merajuk.

Deva Diva (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang