10

25 0 0
                                    

"Bebs, udah dong marah nya" Kata Deva membuntuti kemana pun istrinya pergi.

"Apa si bab bep bap bep mulu!" jawab Diva tanpa menoleh ke wajah suaminya. Ia tetap berjalan menuju lemari pendingin, mengambil botol berisi air putih, menuangkannya ke gelas besar.

"Makanya, ngambeknya udahan dong" Deva tetap mengikuti istrinya yang menuju meja makan.

Sejenak Diva meneguk minumannya "Gimana Diva ga ngambek! Ka Dev kentut sembarangan" ia menatap suaminya tajam.

"Diva gak mau! keluar lagi sama Ka Dev" lanjutnya.

Deva cengengesan, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, mengingat ketika mereka belanja bulanan di supermarket dan tiba di kasir untuk membayar belanjaannya, tiba-tiba terdengar suara orang buang gas. Diva menoleh ke arah suaminya dan di balas dengan senyum malu. Sumpah Deva mati kutu, jika saja ia bertemu dengan mahasiswanya dipastikan emage nya anjlok, dengan malu Deva pergi duluan, meninggalkan Diva yang membawa 4 kantung belanjaan sendirian. Itu akibatnya ga nurut omongan istri, udah di bilang istirahat aja, malah ngeyel. Jadi gini kan kejadiannya, bukan cuma Deva yang menahan malu ia pun sama. "Yaaa itu kan kelepasan, abis perutnya sakit" Diva mendelik tak suka.

"Nih.." ucap Deva menyodorkan sebuah tiket.

"Apa?!" kata Diva galak.

"Liat aja"

Dengan enggan ia menarik tiket di hadapannya. Berulang kali ia membaca tiket itu, melihat bergantian antara tiket dan suaminya.

"Ini, penyuapan namanya" ucap Diva menaruh tiketnya di atas meja.

Deva tertawa mendengar argumennya "Sebenernya, tiket ini di siapin seminggu yang lalu, pas kakak pulang nugas. Eh kelupaan mau ngasih taunya"

"Lusa kita berangkat" ucapnya santai.

Diva membelakakan matanya. Bagaimana mungkin Deva memberinya tiket dan lusa mereka berangkat "Gimana bisa?! ini namanya super duper dadakan" ucapnya syok.

"Kita belum prepare" saat Diva akan beranjak, tangannya di tarik oleh Deva, ia memekik kaget, Diva terjatuh di pangkuannya, segera Deva membelit tubuh Diva dengan tangannya.

"Semua sudah beres, Kita tinggal berangkat aja" ucapnya meletakkan dagu di atas kepala Diva.

"Lain kali ngasih tau nya jangan dadakan, emang tahu bulat apa" Deva meringis mendapat cubitan di pinggang nya.

"Baik Nyonya" kata Deva tersenyum manis.

"jangan ngambek lagi" ucapnya mengeratkan pelukan.

"Hmm"

"Ka Dev?" ucap Diva memecah keheningan, masih dengan posisi yang sama.

"Hmm" jawab Deva dengan memejamkan matanya.

"Makasih, udah jadi perantara buat wujudin salah satu mimpi Diva" ucapnya balas mengeratkan pelukan Deva.

"Kita masih punya banyak waktu, untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita yang belum tercapai" kata Deva mengusap lembut rambut istrinya.

Semoga ka, lirih nya

Cup

Diva mengecup kening Deva sekilas, yang membuat sang empu mematung.

"Diva tidur duluan, udah ngantuk" ucap Deva bangkit dari pangkuannya, melenggang memasuki kamar.

"JANGAN BENGONG KA, NANTI KESAMBET" barulah Deva tersadar mendengar teriakannya dari dalam kamar diiringi ketawa.

"Divaa!" ucapnya gemas, Ia bergegas menyusul istrinya.

****

Diva bergerak gelisah, menautkan kedua jarinya, ia menoleh ketika merasakan tangannya di genggam erat. Genggaman Deva yang nyaman mengalihkan perasaan takutnya, Karena ini kali pertama ia naik pesawat.

Deva membawa kepala istrinya untuk bersandar di dadanya, mengusapnya berusaha membuat tenang.

Diva menarik diri dari dekapan Deva merasakan gejolak perut yang tak enak. Deva yang melihat wajah istrinya pucat bertanya "Kenapa Di?" mengusap pelipisnya yang mulai berkeringat dingin.

"Mual" ucapnya lirih, Diva menutup mulutnya ketika merasakan sudah tak tahan.

Hooeekk

Hooeekk

Karena sudah tak kuat, Diva mengeluarkan isi perutnya. Deva mengelap bekas muntahan di bibirnya. Mata ia berkaca-kaca melihat baju suaminya yang terkena muntahan, beruntung tak terkena kursi yang mereka duduki. Dengan telaten Deva mengurus dirinya dan membersihkan bekas muntahan tanpa merasa jijik sedikit pun. Bahkan orang yang duduk di sebrang tempat mereka melihat ia dengan pandangan jijik.

"Masih mual ga?" ucapnya lembut, Diva terdiam. Deva yang paham tatapan gadis itu hanya tersenyum tipis.

"Gapapa, bajunya kan bisa ganti" ucapnya menenangkan.

Setelah mengganti baju nya dengan yang baru, Deva kembali duduk di samping istrinya yang sedang memejamkan mata.

Diva membuka mata ketika merasakan usapan di pelipisnya, "Minum dulu" Deva menyodorkan teh mint untuk meredakan mualnya.

"Pake ini ya" dan memasangkan earphone pada Diva untuk pengalihan, ia menarik kepala Diva untuk kembali bersandar, mengecup pelipisnya memberikan ketenangan.

Allah, sayangi ia melebihi ia menyayangiku. Lirih Batin Diva

Deva Diva (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang