Akhirnya setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, Diva sampai pada titik ini. Dua tahun yang lalu ia melanjutkan pendidikannya dan hari ini adalah moment yang paling ditunggu-tunggu oleh para mahasiswa, Wisuda.
Diva Aiza Firmansyah S. Psi itulah gelar yang di dapatkannya, ada kebanggaan tersendiri bagi Diva.
"Selamat sayang, Umi bangga padamu" Farah mencium kedua pipi menantunya itu.
"Makasih Umi, ini juga berkat doa Umi" Diva memeluk haru wanita yang memberikan banyak cinta terhadapnya.
"Selamat Diva, akhirnya wisuda juga" lanjut Ara memberikan selamat, mereka berpelukan.
Acara wisuda berlangsung meriah namun hati Diva terasa kosong mengingat orang yang ia harapkan belum juga muncul dihadapannya.
30 menit sudah ia menunggu bahkan acara wisuda hampir selesai namun pria yang ditunggu Diva belum juga datang, Diva bergerak gelisah.
Umi Farah yang melihat wajah murung Diva, mengelus tangannya memberi ketenangan.
Diva terus melirik pintu masuk berharap pria yang ditunggunya akan cepat datang, perlahan harapannya meredup melihat satu persatu orang meninggalkan tempat ini. Diva menghela nafas kasar, menunduk menyembunyikan perasaan sedihnya dan tak berapa lama Diva merasakan matanya berkabut. Diva berusaha untuk tak membiarkan air matanya luruh, namun sulit. Butiran itu justru dengan angkuhnya mendesak keluar. Diva menggigit bibirnya kuat-kuat agar tak mengeluarkan Isakan.
Diva menutup wajahnya dengan kedua tangan menyembunyikan tangisannya.
Sedangkan di sisi lain, pria yang menggunakan kemeja navy dengan rambut yang sedikit berantakan itu berlari memasuki gedung tempat Diva wisuda, bahkan nafasnya memburu, keringat mulai bercucuran di dahinya. Deva sampai di ambang pintu masuk itu, ia mengedarkan pandangannya. Tak lama pandangan Deva tertuju pada Umi dan adiknya yang terlihat cemas, rasa bersalah seketika melingkupinya melihat bahu Diva bergetar, perlahan ia berjalan mendekat mereka.
Umi Farah dan Ara melotot tajam ketika melihat orang yang membuat Diva menangis di hari bahagia nya. Mereka menyikir memberikan ruang untuk sepasang suami istri itu.
"Maaf.." ucap Deva pelan memeluk tubuh ringkih istrinya.
Diva mengenal suara yang sudah tak asing baginya, ia semakin tergugu.
Deva melepas pelukan mereka, ia terkekeh melihat Diva yang masih menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Perlahan Deva menurunkan tangan itu, Deva tersenyum manis melihat wajah sendu istrinya. Pria itu memberikan bunga yang sedari tadi ia bawa.
Bibir Diva mengerucut, melihat tampang polos pria itu dengan enggan ia menerima bunganya.
Deva mengusap pelan jejak air mata di pipi istrinya. Ia mengecup kening dan kelopak matanya.
"Maaf ya udah buat kamu nangis di hari bahagianya Diva" ucapnya tulus.
Diva yang melihat raut penyesalan itu tak bisa beralama-lama marah, ia mengangguk dan tersenyum tipis.
"Kenapa Ka Deva lama banget"
Deva tersenyum kecil melihat Divanya merajuk "Tadi ada sedikit kendala, jadi agak telat, Maaf ya.."
"Jangan diulangin lagi, Diva ga suka dibuat khawatir. Diva tuh takut kaka kenapa-napa dijalan" ucapnya parau.
Tak tega melihat Diva yang akan kembali nangis, segera Deva menarik Diva ke dalam pelukannya.
"Kaka janji, udah ya jangan nangis lagi.." Deva mengecup pelipisnya dengan sayang.
"Selamat atas kelulusannya sayang, semoga ilmu yang di dapat bisa membawa keberkahan dan manfaat untuk Diva dan orang-orang sekelilingnya" lanjut Deva mendekap erat istrinya.
"Aaminn.."
Mereka berdua berjalan keluar gedung itu, menuju parkirkan, sebelumnya Umi Farah dan Ara pamit terlebih dahulu.
Diva terlonjak senang ketika melihat boneka beruang besar yang ada di jok belakang mobil itu.
"Ini buat Diva?" tanya nya girang
Deva tersenyum lalu mengangguk.
Tanpa pikir panjang, Diva menaiki mobil itu dan duduk dibelakang memeluk boneka yang bahkan hampir sama dengannya.
Deva memutar tubuhnya lalu duduk dibalik kemudi.
"Kamu ga pindah ke depan Di?" Deva menengok ke arah istrinya yang masih sibuk memeluk boneka besar itu.
"Ga mau, Diva mau disini meluk boneka" Diva semakin menenggelamkan wajahnya ke boneka itu.
"Masa tega, biarin kaka duduk sendirian" ucap Deva merajuk.
"Biarin, ini hukuman karena ka Dev udah bikin Diva nangis"
"Mending duduk di depan aja, meluknya yang bernyawa loh"
"Ga mau"
Deva mendengus kesal, kalo tahu akhirnya gini. Nyesel ia membelikan boneka jelek itu.
"Malem ini Diva mau tidur sama boneka ini" lanjutnya girang
Deva tersentak, lalu ia harus tidur dimana, boneka nya aja segede gajah.
"Yangg.." ucap Deva merengek.
"Ga ada penolakan" jawab Diva cuek
"Awas aja tuh boneka, paling kepalanya nanti udah ga ada" kata Deva bersungut-sungut pelan namun masih terdengar oleh Diva.
"Diva denger loh, nanti kamarnya Diva kunciin"
"Divaaaa" wanita itu terkikik geli melihat suaminya yang merajuk.