14

16 0 0
                                    

Prangggg

Diva menatap berkaca-kaca gelas yang jatuh ke lantai, sehingga menimbulkan suara gaduh. Ia hanya ingin minum, namun ketika ia mengambil gelas yang berada di nakas, tiba-tiba tangannya mati rasa dan tak dapat menahan gelas itu.

"Ada apa Di?" tanya Deva panik mendengar bunyi benda jatuh lalu menghampiri istrinya di dalam kamar.

Diva segera merubah raut wajahnya "Gapapa ka, tadi mau ambil gelas trus licin, jadi jatoh" jawab nya disertai cengiran.

"Lain kali hati-hati cantik" ucap Diva mengelus kepalanya.

"Apa si Ka Dev"ucap Diva tersipu malu.

Gerakan Diva terhenti ketika mendengar suara Deva

"Jangan Di, biar kakak aja" ucap Deva mulai memunguti gelas pecah itu, ia tak mau Diva terkena pecahan kaca.

"Tapi Ka-"

"Udah gapapa, sana kamu siap-siap, katanya ada ujian di kampus"tak ada pilihan selain menurut kata suami, Diva berjalan ke kamar mandi, bersiap-siap.

Tin

Tin

"Ka, Diva berangkat dulu ya" ia menyium punggung tangan Deva sebagai bentuk bakti nya. Deva balas mencium keningnya.

"Ekehm! Ada jomblo nih. Repotkan kalo Ara minta nikah" deheman Ara mengganggu kegiatan suami istri itu.

"Belajar dulu yang bener!" ucap Deva mendelik ke adiknya yang berada dibalik kemudi.

"Yaelah bang, sensi amat" kata Ara mendesis.

Diva memasuki pintu di sebelah kemudi

"Dek, bawa mobil nya jangan ngebut-ngebut. Kamu bawa princess abang" ucap Deva menyembul dari kaca samping Diva sembari mengusap kepala istrinya.

"Lebay!" ucap kedua gadis itu.

Deva hanya tertawa melihat kekompakan mereka.

****

Setelah ngampus, hari ini mereka akan pergi untuk jalan-jalan, Girls time. Mereka berjalan di koridor kampus menuju parkiran. Di tengah jalan tiba-tiba Diva merasakan dadanya nyeri.

"Ra" ucap Diva lirih menghentikan langkahnya.

Ara yang melihat Diva memegang dadanya menatap bingung.

"Kenapa Di?" ucap Ara memegang kedua bahu sahabatnya.

Tenggorokannya tercekat "Sa-kit" nafasnya memburu,  Setiap tarikan nafas Diva begitu menyiksa.

Ara panik melihat raut kesakitan di wajah sahabatnya.

"Pelan-pelan Di, tarik nafas " ucap Ara cemas, dengan segera ia menuntun Diva memasuki mobil. Ia mengemudi dengan kecepatan tinggi bahkan ia melanggar perintah abang nya untuk jangan ngebut.

Sekeras tenaga Diva mengatur emosi nya, wajahnya sudah penuh dengan keringat dan air mata menahan sakit, rasa sakit ini begitu menyiksa.

"SUSTER! TOLONG!" Teriak Ara di depan rumah sakit, ia membuka pintu membawa keluar Diva yang tampak kesakitan, Diva terus memegang dadanya. Tak lama petugas rumah sakit membantu Ara, segera membawa Diva menuju UGD.

Amel yang mendengar keributan, mendekat dan tertegun melihat Ara yang menangis.

"Ara ada apa?" ia menghampiri Ara yang berdiri di ruang UGD.

Ara sedikit terkejut melihat amel yang berada di sini, namun ketika ia melihat sneli yang digunakan nya, ia sadar bahwa amel salah satu dokter juga disini.

"D-iva-" kata Ara tercekat di sela tangisan nya.

Amel yang mendengar nama Diva disebut langsung berlari memasuki ruang UGD, menghiraukan panggilan Ara. Jika seperti ini ia yakin terjadi sesuatu dengan Diva.

Mendorong pintu UGD dengan kasar, ia menghampiri Diva yang kesakitan.

"Sus cepat pasang alat pernapasan!" bahkan tak sadar ia membentak suster yang bertugas.

"Diva.. kamu tenang" Amel berusaha mengambil atensi Diva dengan mengusap tangannya.

"Tarik nafas, keluarkan secara perlahan" ia mengusap air mata Diva yang terus keluar.

"Hiks.." Diva terisak, rasanya ia ingin menjerit.

"Kamu harus bisa mengendalikan emosi kamu Di, tenang.." ucap Amel selembut mungkin.

Setelah tenang, ia menyuntikkan obat tidur ke dalam infusannya. Amel menatap wajah Diva yang tertidur, sungguh ia tak tega melihat Diva yang begitu kesakitan karena sulit bernafas.

Deva Diva (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang